Oleh Hendri Kurniawan
*Direktur Eksekutif Trisakti Mining and Energy Research (TIMER) Institute
MESKI mengalami penurunan sebesar 1,56 persen, Kabupaten Tuban masih menempati lima besar Kabupaten termiskin di Jawa Timur.
Sebagaimana dilansir dari Suarabanyuurip, pada tahun 2018 kemarin, angka kemiskinan Kabupaten Tuban mencapai 178.640 jiwa atau sebesar 15,31 persen.
Sebelumnya, pada tahun 2017, kemiskinan di Tuban menyentuh angka 16,87 persen dan tahun 2016 angkanya mencapai 17,14 persen.
Sebagai daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, angka kemiskinan sebesar itu tidak seharusnya terjadi. Jika dikelola dengan benar, SDA menjadi salah satu sumber kesejahteraan bagi mayarakat Tuban.
Apalagi, Tuban merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang menjadi tujuan investasi dan kawasan industri besar, terutama industri tambang, minyak dan petrokimia.
Sudah barang tentu, menjamurnya industri-industri besar berdampak pada kesejahteraan masyarakat setempat. Pasalnya, berdirinya industri membawa dampak pada peningkatan pendapatan daerah yang didapatkan dari penerimaan pajak serta kontribusi lainnya.
Selain itu, berdasarkan ketentuan yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, penghasil SDA berhak untuk mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari APBN dan dialokasikan kepada daerah berdasarkan persentase tertentu dengan jumlah yang lebih besar daripada daerah lain.
Perlu diketahui, dari pajak industri migas saja, hingga Juli 2018, pemerintah Kabupaten Tuban telah mendapatkan penerimaan sebesar Rp 17 miliar. Ditambah lagi, sepanjang tahun 2018 kemarin, industri migas juga menyumbangkan DBH sebesar Rp 61 miliar.
Pendapatan ini belum ditambahkan dengan kontribusi yang didapatkan dari industri pertambangan, industri petrokimia, serta industri lainnya.
Dengan pemasukan dari industri migas dan pertambangan yang lumayan besar, tentu aneh jika jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Tuban masuk dalam lima besar di Jawa Timur.
Berarti, ada yang salah dalam pengelolaan pendapatan yang diterima dari DBH industri migas dan pertambangan selama ini.
Pentingnya Perda Pengelolaan Pendapatan dari Industri Migas dan Pertambangan
Dilansir dari Suarabanyuurip, selama ini Pemerintah Kabupaten Tuban dinilai masih belum transparan dalam pembagian DBH migas terhadap Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Hal itu ditengarai karena selama ini, data-data DBH yang dipublikasikan hanya data global terkait terkait APBD dan realisasi tahunan.
Persoalan di atas menjadi salah satu contoh kasus yang dapat menjadi alasan betapa pentingnya pengaturan mengenai transparansi pengelolaan pendapatan yang bersumber dari industri migas dan pertambangan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
Dengan adanya pengaturan melalui Perda, pengelolaan pendapatan dari industri migas dan pertambangan harus dibuat sedimikian rupa dengan menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan sangat dibutuhkan agar penyalurannya dapat memberikan manfaat bagi pembangunan daerah, khususnya yang menyangkut kesejahteraan masyarakat.
Peruntukan dan pemanfaatan pendapatan juga harus benar-benar dialokasikan pada sektor-sektor yang dapat meningkatkan kesejahteraan.
Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi, air, udara dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Migas dan tambang adalah kekayaan alam yang sangat strategis dan sangat vital karena menguasai hajat hidup masyarakat. Maka dari itu, pengelolaannya harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. (*)