Oleh: Ikhwan Fahrudin*
Di Tuban banyak sekali wahana wisata yang memang sudah menjadi tujuan para wisatwan domestik maupun non domestik. Namun, sebenarnya bagaimana sih sejarah wisata yang ada di ujung barat Provinsi Jawa Timur ini. Penasaran? Mari kita simak bersama:
Bekas Pelabuhan Kerajaan Singasari dan Majapahit
Ternyata, berdasarkan sejarahanya, dulu objek wisata yang terletak tak jauh dari Alun-Alun Kota Tuban ini merupakan bekas pelabuhan kerajaan besar di Jawa pada masa lalu, yakni Singasari dan Majapahit.
Dulu tempat ini merupakan pelabuhan besar dan utama dalam jalur distribusi dan perdagangan dan pelayaran pada masa kerajaan Singasari dan Majapahit. Sebagaimana tertulis di prasasti yang terpasang di dinding sumber air berasa tawar yang ada di lokasi Pantai Tuban. Di pantai inilah, kabarnya, Adipati Ronggolawe menghadang dan menyerang pasukan tentara Mongol yang hendak menyerbu kerajaan Singasari.
Klenteng Tjoe Ling Kiong dan Kwan Sing Bio
Dua tempat ibadah agama Konghucu ini begitu melekat di Tuban. Klenteng juga disebut dengan istilah tokong. Klenteng adalah sebutan umum bagi tempat ibadat orang Tionghoa sehingga klenteng sendiri terbagi atas beberapa kategori yang mewakili agama Taoisme, Konghucu, Buddhisme, Agama Rakyat atau Sam Kaw yang masing-masing memiliki sebutan tempat ibadat yang berbeda-beda.
Bangunannya sangat khas dan unik. Klenteng Tjoe Ling Kiong Terletak di jalan PB. Sudirman No. 104, Kelurahan Kutorejo, tepatnya di sebelah utaranya Alun-alun Tuban. Di dalam klenteng ini terdapat inskripsi tentang restorasi yang dilakukan pada tahun 1850 M. Diperkirakan juga dibangun di tahun tersebut. Sedangkan Klenteng Kwan Sing Bio berada di Jalan Martadinata No. 1 Kelurahan Karangsari. Klenteng ini diperkirakan didirikan pada tahun 1773 M, tapi inskripsi tertua yang terdapat di klenteng ini berangka tahun 1871 M.
Lapangan Migas Kawengan
Sumur Migas ini berada di Desa Banyuurip, Senori, Tuban. Sumur tua yang hingga hari ini masih ada di desa tersebut. Lapangan ini menjadi pendukung minyak yang ada di kilang Cepu. Lapangan migas ini dibangun bersandingan dengan lapangan Nglondo dan lapangan Ledok pada tahun 1894 M.
Selain di Desa Banyuurip masih ada di beberapa desa lain yang menjadi lokasi lapangan migas kawengan. Namun yang menjadi sentralnya ada di Desa Banyuurip. Di Desa Banyuurip, kita juga bisa melihat pemandangan sumur angguk dengan merek Tomason peninggalan Belanda. Serta banyaknya pipa-pipa bekas dan keran-keran yang dahulu digunakan untuk mengalirkan minyak mentah dari sumur menuju stasiun pengumpul.
Stasiun Pesantren
Stasiun Pesantren (PSN) atau Stasiun Palang adalah stasiun kereta api nonaktif yang terletak di Kradenan, Palang, Tuban, Jawa Timur. Stasiun ini mulai dioperasikan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada tanggal 1 Desember 1919 sebagai bagian dari jalur kereta api Merakurak–Babat, lalu dinonaktifkan pada tahun 1989 karena menurunnya jumlah penumpang. Stasiun non aktif berketinggian 1 meter di atas permukaan laut ini dulu pada tahun 1980an berganti nama menjadi Stasiun Palang dan diletakkanlah papan nama Stasiun Palang tepat ditengah-tengah tulisan Pesantren. Namun, setelah tahun 2011 papan nama tersebut hilang. Sehingga pada tulisan Pesantren, hanya bagian Santre lah yg terlihat jelas. Bangunannya masih bertahan hingga kini bersama beberapa tiang kabel telegraf di emplasemen stasiun.
Pada masa aktifnya, Stasiun ini melayani dua kali perjalanan kereta api campuran penumpang dan barang dari Babat ke Tuban. Sumber (gpswisataindonesia.
*Anggota IGI Tuban