Reporter: Sri Wiyono
blokTuban.com – Tujuh belas (17) pataka atau bendera Merah Putih itu sudah meninggalkan Bumi Wali, Senin (15/10/2018) sore lalu, bersamaan dengan berakhirnya rombongan Kirab Satu Negeri menapaki bumi Tuban dan bergeser ke wilayah Jawa Tengah.
Ya, 17 pataka itulah lambang negara yang dibawa rombongan Kirab Satu Negeri. Kirab mengelilingi Nusantara, yang digagas GP Ansor Pusat. Kirab membela bangsa dan agama serta mengajak seluruh warga negeri ini untuk kembali merajut kebersamaan, merajut persatuan dan memantapkan hati bahwa NKRI adalah harga mati. Bentuk negara yang sudah final dan tak perlu diutak-atik lagi.
Kirab yang diawali dari 5 titik zona Sabang, Nunukan, Miangas, Rote, dan Merauke itu mampir ke Bumi Wali, sebutan lain Kabupaten Tuban. Kabupaten di pesisir pantai utara (pantura) ini bukan kota sembarangan. Tuban sebuah kota tua yang dihuni banyak auliya. Kota yang tahun ini genap berusia 725 tahun itu, telah banyak menorehkan sejarah. Ya, di Bumi Wali ini, catatan sejarah perjalanan negeri ini, mulai era kerajaan sampai era kolonial dan era milenial saat ini terus menjadi percaturan, berbincangan dan topik bahasan yang menarik.
Tuban yang punya pelabuhan Boom di utara kantor kabupaten telah mewarnai perkembangan negeri ini. Dulu, pelabuhan tersebut dikenal sebagai Pelabuhan Kambang Putih yang sangat terkenal. Di pelabuhan itu, pusat ekonomi, pertukaran budaya dan agama berkembang. Sebab, saudagar dan pedagang dari berbagai belahan bumi, seperti India, China, Eropa bahkan Arab berbaur, berkumpul dan berinteraksi.
Lihatlah peran pelabuhan itu di masa kejayaan Mapajahit di abad 12, sekitar tahun 1350-1389 Masehi. Ketika itu, Kerajaan Majapahit adalah kerajaan besar dan tangguh. Dengan dipimpin Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, kerajaan ini mempunyai pasukan angkatan laut yang besar dan disegani. Armada lautnya luar biasa besar dan hebat, dengan kapal-kapal raksasa yang mampu mengangkut puluhan ribu pasukan, kuda dan peralatan perang.
Pasukan inilah yang menjelajah ke sana kemari ke seluruh penjuru bumi, sehingga bisa menguasai dataran Asia. Semua takhluk dan berada di bawah kekuasaan Majapahit. Di pelabuhan itu pula, pasukan Tar-Tar dari China mendaratkan kapal perangnya untuk mengirim pasukan yang ingin menakhlukkan kerajaan Majapahit, namun pasukan Tar-Tar gagal dan dibuat kocar-kacir oleh pasukan kerajaan Majapahit.
Sejarah mencatat, bahkan, sebelum kerajaan Majapahit, pelabuhan Kambang Putih sudah sedemikian hebat. Sebuah catatan menyebutkan, pada masa Airlangga, Kambang Putih dijadikan bandar besar sebagai lalu lintas perdagangan antarnegara. Hal ini berkait dengan letak pelabuhan Hujung Galuh yang berada di pedalaman sehingga hanya mampu dijadikan jalur lalu lintas perniagaan antar pulau.
Selain itu, hal lain yang menjadi pertimbangan adalah tersedianya sumber air tawar yang cukup banyak di dekat pelabuhan. Kondisi objektif menunjukkan bahwa sampai sekarang di bibir pantai sebelah timur Boom Tuban masih terdapat sumber air tawar yang terus merembes dari bebatuan karang. Selain sumber air yang muncul dari batu karang, kira-kira 100 meter ke arah barat terdapat sumur Srumbung.
Untuk menarik para pedagang asing singgah di Kambang Putih dan memajukan perniagaan di sana, Airlangga mengambil kebijakan penting. Beberapa jenis pajak dibebaskan oleh Airlangga. Jalan darat dari daerah pedalam menuju ke Kambang Putih di perbaiki dan lalu lintas diatur dengan rapi supaya lalu lintas darat berjalan lancar.
Pada masa kerajaan Jenggala dan Panjalu, wilayah Tuban menjadi daerah kekuasaan Panjalu yang penting. Ketika perang saudara antara Panjalu dan Jenggala, Kambang Putih menjadi salah satu daerah yang ikut membantu penyerangan ke Istana Jenggala.
Dalam prasasti Kambang Putih diceritakan, Raja Sri Maharaja Mapanji Garasakan memberikan anugrah kepada kepala desa berupa tanah perdikan atau daerah otonomi serta beberapa jenis pajak dibebaskan oleh sang raja.
Selain Kambang Putih, daerah Tuban lain yang berjasa adalah Malenga. Malenga diperkirakan adalah salah satu daerah di wilayah Kecamatan Rengel. Pada prasasti Malenga diceritakan bahwa raja Mapanji Garasakan memberikan anugerah berupa tanah sima kepada masyarakat Malenga karena telah membantu raja dalam mengusir Haji Linggajaya sehingga terusir dari Istana Tanjung.
Pada masa Kerajaan Singosari di bawah kekuasaan Raja Kertanegara, bermaksud memperluas kekuasaan sampai ke luar negeri. Sikap Kertanegara ini di dasarkan sebagai langkah antisipasi invasi Kubilai Khan ke Nusantara. Karena untuk menghadapi pasukan Kubilai Khan dibutuhkan kekuatan-kekuatan lain yang besar.
Maka, Kertanegara memberangkatkan pasukan untuk menaklukan daerah Melayu di bawah Panji Singosari dengan maksud agar dapat membantu Singosari dalam menghalau pasukan Kubilai Khan. Pemberangkatan pasukan Singosari ke Melayu dilakukan dari dermaga yang ada di Tuban.
Hal ini di ceritakan dalam kitap pararaton, bahwa Pasukan Singosari berlayar ke Melayu bertolak dari pelabuhan yang ada di Tuban. Peristiwa tersebut kemudian lebih dikenal dengan Ekspidisi Pamalayu
Pada masa Majapahit pelabuhan Tuban semakin berkembang pesat seiring dengan niat Majapahit untuk melakukan ekspansi keluar Jawa. Tuban dijadikan pelabuhan tempat masuknya upeti ke Majaphit yang dibayarkan oleh wilayah-wilayahnya di luar Jawa yang udah ditakhlukkan. Tuban berkembang tidak hanya menjadi pusat pertemuan perdagangan dari berbagai negeri, tetapi juga mengimpor dan mengekspor barang-barang yang berasal dari berbagai negeri.
Selain itu, keberadaan pelabuhan Tuban juga mengangkat status sosial bangsawan-bangsawan Majapahit. Karena barang-barang yang dijual di pelabuhan adalah barang-barang berharga seperti sutera, logam mulia, batu mulia dan sejenisnya. Sebagian barang-barang itu kemudian di serahkan kepada penguasa Majapahit sebagai upeti.
Dari masa ke masa Tuban memberikan sumbangan luar biasa kepada raja-raja yang menguasai wilayahnya. Baik secara politik, ekonomi, dan sosial. Dari sisi politik, banyak wilayah yang ditaklukan oleh para raja melalui bantuan masyarakat Tuban dan pelabuhannya. Sisi ekonomi, Tuban menjadi pelabuhan dagang internasional. Sesgi sosial, adanya pelabuhan Tuban mengangkat derajat sosial para bangsawan karena banyak upeti berupa barang berharga yang berasal dari pelabuhan Tuban, diserahkan oleh pedagang asing.
Tak heran ketika, rombongan Kirab Satu Negeri itu kemudian ingin menapak tilas sedikit sejarah dan kebesaran serta pentingnya pelabuhan Tuban itu. Sehingga, 17 pataka yang diarak itu, juga diarak melalui jalur laut. Yakni, dari Pantai Boom menuju ke daerah perbatasan di Kecamatan Jenu.
Pataka itu diangkut dengan perahu, untuk mengingat dan menumbuhkan kembali memori bahwa jalut laut itu pernah dikuasai. Negeri ini pernah berjaya, khususnya Tuban pernah mempunyai peran penting dengan jalur lautnya. Napak tilas kejayaan Majapahit, kerajaan adidaya yang mempersatukan Nusantara, bahkan sampai Asia dan dermaga Tuban sebagai pintu masuk utama.
Dengan napak tilas ini diharapkan, menjadi salah satu spirit pemuda Indonesia untuk senantiasa menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa, dan senantiasa siap untuk menjadi bagian dari kebesaran bangsa Indonesia. Siap menyongsong kebangkitan dan kembali meraih kejayaan dan kebesaran yang pernah dicapai, dengan jalan memperkuat persatuan dan kesatuan dan berjuang untuk satu negeri. Bangkitlah Indonesia, NKRI harga mati.[ono]