Oleh: Mochamad Nur Rofiq
blokTuban.com - Tahun 2018 dan 2019 adalah tahun politik. Kita akan mengikuti pesta demokrasi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, kemudian memilih anggota DPRD, DPR RI, DPD, dan Presiden di tahun selanjutnya.
Untuk itu menjadi penting sebelum menentukan pilihan pemimpin yang akan menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan. Jangan sampai memilih pemimpin yang keliru, sehingga dapat merusak tatanan negara di tengah perjalanannya.
Di dalam kitab Idhotun Nasyi'in ini terdapat bab yang sangat besar manfaatnya untuk memilih pemimpin yang sejati. Syekh Musthafa Al-Ghalayani dengan gamblang menyebutkan beberapa contoh pemimpin yang berbudi luhur dan pemimpin yang ambisi semata. Sehingga diharapkan rakyat bisa memilih pemimpin dengan tepat.
Diuraikan Syekh Musthafa, apabila ada suatu bangsa yang tidak memiliki pemimpin yang bisa memberi arahan kepada mereka. Maka bangsa itu ibarat kafilah berjalan di padang Sahara yang penuh bukit-bukit, yang hampir sama jalan-jalannya, sangat menakutkan, sangat luas.
Sehingga tidak terlihat batas-batasnya, seolah-olah warna tanahnya seperti warna langit. Nah kalau dalam suatu bangsa terdapat orang-orang yang berambisi menjadi pemimpin, bahkan jumlah orang seperti ini terus berkembang, maka bangsa itu lebih semrawut lebih banyak kekacauan dan lebih besar bahaya dan kerusakannya.
Kecintaan terhadap jabatan kepemimpinan atau ambisi menjadi pemimpin, merupakan penyakit bangsa timur yang amat berbahaya. Sedangkan berebut atau bersaing menjadi pemimpin, merupakan penyakit orang timur yang kronis.
Begitu juga setiap ada pemimpin yang tampil, pasti timbul kecemburuan terhadapnya di hati bangsanya, dan rasa dendam pada jiwa mereka semakin membara. Lalu mereka melakukan adu domba, menjelek-jelekkan pemerintah tadi. Mencurahkan segala kekuatan yang mereka miliki untuk menjatuhkannya. Menyatakan terang-terangan menentang menjadi oposisi dan menghujatnya secara terang-terangan
Apabila pemimpin tersebut pemimpin yang sejati, maka dia tidak memperdulikan serangan-serangan itu, dan tidak menghiraukannya. Tetapi dia malah semakin teguh melanjutkan apa yang direncanakan, berupa menciptakan kemakmuran untuk rakyatnya tanpa memperdulikan hambatan-hambatan, pergolakan, dan kesulitan-kesulitan, serta tidak mau mengumpulkan massa untuk unjuk kekuatannya.
Sebaliknya, apabila pemimpin tersebut guncang saat pertama kali mendapat tentangan, maka dia adalah orang-orang yang lemah kemauan dan jiwanya. Semestinya orang seperti ini tidak mau dijadikan pemimpin bangsanya.
Syekh Musthafa belum pernah melihat seorang yang hatinya tidak menginginkan untuk menjadi pemimpin. Padahal, orang yang benar-benar ahli untuk memegang jabatan kepemimpinan itu sangat sedikit sekali. Jabatan kepemimpinan itu bukanlah seperti barang yang bisa dibeli dan bukan seperti baju, yang suka dipakai oleh seseorang, lantas orang itu sudah dapat, maka dianggap sebagai pemimpin.
Sesungguhnya pemimpin itu roh bangsa. Apakah ada suatu bangsa yang rela jika yang menjadi pimpinan, orang yang tidak mereka kenal, yang ayahnya tidak diketahui asal-usulnya, orang yang sesat jalannya, putra orang yang rusak tingkah lakunya, orang yang bodoh, keturunan orang yang tolol, orang yang fasik, atau anak dari orang yang suka berbuat maksiat? Jawabannya tentu tidak.
Setiap bangsa yang dipimpin oleh orang yang tidak jelas pendiriannya, pemerintahannya dikendalikan oleh orang-orang yang bodoh, dan pemuka-pemuka atau tokoh-tokoh mereka terdiri dari orang-orang yang rendah, dan berakhlak tercela, maka bangsa itu positif bobrok, kacau, dan akhirnya hancur.
Pemimpin yang sejati, bukanlah orang yang suka bagi-bagi uang dan merangkul tokoh-tokoh, yang tujuannya hanya agar orang-orang menyukai dan mendukung kepemimpinannya. Namun, pemimpin yang sebenarnya ialah orang yang kepemimpinannya itu dapat mencerminkan budi pekerti yang luhur.
Kepemimpinan yang demikian itu tidak bakal terwujud, kecuali dalam diri orang yang telah dikenal sifat-sifat kemuliaannya. Ia tidak berlaku negatif, murni gagasannya, teguh hatinya, tinggi cita-citanya, dan bersih janjinya. Ia tanpa menginginkan timbal balik, cerdas pikirannya, kuat fisiknya, ramah, bersih kepribadiannya, jelas moralnya, dan bersih nasabnya dari cacat moral
Pemimpin sejati itu, juga tanggap terhadap tuntutan rakyat dan bekerja keras demi kepentingan dan kemajuan mereka.
Barangsiapa yang memiliki sifat dan kepribadian seperti yang diuraikan diatas, maka dia pasti memimpin dan memerintah orang banyak, semua ucapan dan bantuannya pasti didengar dan ditaati oleh rakyat. Ia memiliki wibawa dan kedudukan yang tinggi di kalangan mereka.
Sungguh mengherankan jika ada sekelompok orang yang tidak pernah berjuang, apalagi berperang membela negara, berusaha mati-matian mempengaruhi rakyat agar mereka mau mengangkatnya sebagai pemimpin. Kelompok orang seperti ini adalah lebih hina daripada sesuatu yang paling hina.
Mereka sama sekali tidak memiliki jasa atau keistimewaan yang dapat mengantarkan kepada kedudukan kepemimpinan yang mereka upayakan. Orang-orang seperti ini biasanya suka menggunjing dan memprovokasi rakyat, agar melakukan dan merongrong pimpinan-pimpinan bangsa yang sebenarnya sudah baik. Mereka mencemarkan nama baik pemimpin-pemimpin itu, sehingga terjadi krisis kepercayaan, yang akhirnya terjadi kevakuman.
Situasi seperti ini, oleh golongan tersebut dimanfaatkan sebagai dalam mencapai apa yang mereka maksud. Yaitu mengambil alih kekuasaan dan kepemimpinan, sehingga mereka bisa menjadi pemimpin.
Padahal, mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu sebenarnya membuka cacat dan kejahatan mereka sendiri. Yang pada akhirnya rakyat menjauhi mereka tidak memperhatikannya, bahkan membenci dan marah kepada mereka.
Ada lagi, sekelompok orang lain yang jika mengalami kegagalan dalam usahanya memenuhi ambisinya merebut kekuasaan dari pemimpin yang sebenarnya, yang sudah baik, yang mereka inginkan, maka mereka mulai bangkit memprovokasi bangsa dengan atas nama agama.
Padahal, kelompok ini sebenarnya paling ingkar dengan agama. Mereka gampang mengatakan orang lain sebagai kafir atau sesat dan fasik.
Untuk memenuhi keinginan yang sesat itu, mereka menggunakan cara-cara yang hina dan keji. Menghasut bangsa atau rakyat agar tidak mendukung pemimpin yang sedang berkuasa, yang sebenarnya sudah baik dan sudah menjalankan tugasnya.
Mereka mempengaruhi rakyat agar berpaling dari pemimpin yang ada itu, dan mereka menyerahkan persoalan kepadanya, yakni kepada golongan yang memperalat agama untuk mencapai ambisinya.
Umumnya, yang membenarkan propaganda golongan ini adalah rakyat awam yang primitif dan yang dangkal pengetahuan agamanya. Namun, sebagian besar rakyat tidak mau memperhatikan, tidak mau memperdulikan seruan-seruan mereka, yang penuh kebohongan dan kepalsuan, serta menyesatkan.
Wahai generasi muda, semoga Allah selalu melindungi kita. Janganlah kalian merebut jabatan kepemimpinan dengan cara-cara yang terkutuk, sebagaimana disebutkan di atas tadi. Sebab cara seperti itu menyebabkan hubungan pemimpin dengan rakyat terputus. Rakyat akan menjauh dan pemimpin itu sendiri akan jauh dari sifat mulia.
Jangan sekali-kali kita memiliki sifat ambisi menjadi pemimpin. Kecuali, jika jabatan itu datang sendiri atau rakyat memaksa harus menduduki jabatan pemimpin, karena mereka memang melihatmu sebagai orang yang mau bekerja dengan baik, bersih, dan baik akhlak, serta mulia kepribadiannya.
Perlu diingat, apabila di antara kita sudah ada seorang pemimpin yang cakap dan memiliki bakat memimpin, sementara hati kita sudah mantap, maka jangan sekali-kali kita hasut kepadanya. Yang akibatnya, kita terdorong untuk berupaya menjatuhkan dan berusaha mempengaruhi orang-orang agar berpaling daripadanya.
Tetapi, kita harus berusaha membantu dan mendukung terhadap apa yang dilakukan pemimpin yang cakap itu. Kita harus mendukung program-programnya.
Kita harus jadi tangan-tangan yang membantunya, dengan pendukung-pendukung setianya. Apabila kita melakukan hal itu, maka kita semua termasuk orang-orang yang berbuat baik demi kepentingan bangsa. [rof/ono]