Oleh: Mochamad Nur Rofiq
blokTuban.com - Hukum Allah atau Sunnatullah telah menetapkan, bahwa dalam setiap bentuk makhluk yang diciptakan, pasti ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Ada yang mengatur dan ada yang diatur. Hal itu agar pemikiran-pemikiran tidak tumpang tindih dan keinginan-keinginan tidak simpang-siur, yang mengakibatkan keretakan kerukunan, putus tali kasih sayang, pudar persatuan, dan perselisihan.
Setiap golongan yang tidak memiliki pemimpin yang bisa mereka jadikan tempat mengadukan berbagai kesulitan mereka itu, sama halnya mereka sedang naik kuda liar yang nakal pada malam hari yang gelap gulita, panik dan bingung mengatasi kesulitan yang dihadapi.
Apabila roh berfungsi sebagai ketegakan kehidupan atau rasa, maka para pemimpin setiap bangsa adalah roh persatuan mereka dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Apabila para pemimpin itu rusak, maka rusak lah umat atau bangsa itu.
Sebaliknya, jika mereka baik, maka bangsa itu menjadi baik juga. Sebab bangsa akan berdiri tegak, kokoh, dan sejahtera, manakala pemimpin bangsa itu menggerakkannya.
Jika bangsa sedang loyo, lalu mereka meluruskanya ketika bengkok. Menarik tangannya ketika bangsa jatuh dan membimbing nya ketika sedang sesat.
Pemimpin itu belum bisa dianggap sebagai pemimpin yang sejati, kecuali dia telah memenuhi syarat-syarat kepemimpinan. Yaitu berpikiran cerdas, berwawasan luas, baik pendapatnya, bisa mengendalikan diri, perkasa, bersih atau tulus hatinya baik perilakunya. Ia juga dermawan, banyak memberikan bantuan keuangan demi kesejahteraan bangsa, dan giat menyebarkan ilmu pengetahuan ke seluruh pelosok tempat tinggal bangsa.
Barangsiapa yang jejak perjalanannya seperti itu, dan sanggup memikul tanggung jawab berat sebagaimana tersebut, maka dia baru bisa disebut sebagai tokoh dan pemimpin sejati. Jika ada orang yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut untuk menjadi pemimpin, maka orang itu termasuk perampas yang bodoh, tetapi mengaku pintar ingin menjadi pemimpin karena gila pangkat semata.
Banyak sekali orang yang akalnya berebut menjadi pemimpin. Padahal mereka tidak memenuhi syarat-syarat menjadi pemimpin sedikitpun.
Mereka itu tidak sadar, bahwa pemimpin bangsa itu sebenarnya adalah juru bicara yang menyuarakan hati nurani rakyat. Pemikiran mereka tempat pengaduan rakyat, ketika mereka menghadapi kesulitan dan pelindung mereka ketika dalam keadaan bahaya.
Pemimpin tempat meminta pertolongan saat dilanda krisis dan sebagai tempat sandaran rakyat di waktu mereka menghadapi persoalan besar.
Setiap bangsa memiliki periode-periode. Dalam periode itu, mereka tidak dipimpin kecuali oleh pemimpin yang tulus, pemimpin-pemimpin yang baik dan reformis. Kemudian massa berubah dan periode kepemimpinan itu turut berubah, dan keadaan berbalik.
Bangsa itu pun akhirnya dipimpin oleh orang-orang fasik. Rendah budi pekertinya. Tidak ambil pusing dengan kebutuhan dan kemaksiatan, lacur, bodoh dan menjadi pengikut-pengikut setan.
Ingatlah, bahwa zaman itu berputar. Bangsa timur telah bangun dari tidurnya dan telah bangkit sadar dari kelalaiannya. Mereka tidak rela terus-menerus menjadi tawanan orang yang berusaha menghancurkan dan memperbudaknya.
Mereka tidak mau mengakui pemimpin kecuali yang berjiwa reformis dan baik, yang rela mati demi kehidupan bangsa. Senang atau susah payah demi kemampuan bangsa dan sanggup hidup sengsara demi kebahagiaan bangsa.
Majulah, wahai generasi muda, untuk menuntut ilmu secara sempurna. Berpegang teguhlah dengan akhlak mulia dan rajinlah beramal saleh. Dengan bimbingan akal yang sehat agar engkau kelak menjadi pemimpin bangsamu dan kepala dalam keluargamu.
Waspadalah terhadap bisikan hatimu yang berambisi memegang jabatan pemimpin atau rayuan yang meraihmu dengan keenakan memegang jabatan kepemimpinan. Sedangkan kau belum layak mendudukinya. Engkau justru akan menjerumuskan umatmu ke jurang kesengsaraan dan kau sendiri menjadi hina dina.
Suatu bangsa takkan hidup baik tanpa pemimpin. Dan tidak ada guna pemimpin, jika orang-orang bodoh tampil menjadi pemimpin.
Ibarat rumah tak kan bisa terjadi tegak tanpa pilar. Dan tiada arti pilar yang berdiri tanpa dasar. Jika lengkap dasar atau pondasi dan pilar-pilar, maka suatu saat rakyat itu sampai pada apa yang diharap. [rof/ono]