Mandi Sampah

Penulis: Sri Wiyono

blokTuban.com – Umumnya mandi adalah memakai air. Namun tidak dengan Zaid, tokoh santri kita yang jahil ini. Sebab, dia dan kawan-kawan pernah mandi sampah. Loh kok bisa?

Begini ceritanya. Kehidupan di pesantren memang ada jadwal yang ketat. Jam per jam kegiatan santri sudah terjadwal. Termasuk jam berapa santri harus bangun tidur dan memulai harinya.

Tidur selarut apapun, sebagai santri, Subuh sudah harus bangun. Mereka memulai hari dengan salat Subuh, lalu Mandi Sampah
mengaji pagi, sampai menjelang berangkat sekolah.

Karena itu, santri harus pandai-pandai mengatur waktu, agar seluruh kegiatan bisa dilaksanakan, dan istirahat tercukupi. Karena jika tidak bisa mengatur waktu, bisa tertimpa kemalangan seperti Zaid dan kawan-kawan ini.

Suatu waktu, Zaid dan beberapa santri lainnya, diskusi sampai larut malam. Bahkan, dini hari mereka baru beranjak tidur. Saat masuk ke ‘gothakan’ mereka sudah tidak kebagian tempat lagi. Sehingga mereka harus mencari tempat lain untuk merebahkan diri.

Setelah puter-puter ke kamar-kamar lain kondisinya sama. Para santri sudah banyak tidur pulas. Mau tidur di masjid tidak enak, karena angin malam itu sangat dingin.

Sehingga, mereka kemudian memutuskan untuk tidur di salah satu ruangan yang kosong. Ruangan itu sering dijadikan tempat ngumpul, namun tidak untuk tidur, karena ruangan itu tidak berpintu dan cendela.

Dari sinilah kesialan itu berawal. Karena terlalu larut tidur, Zaid dan tiga satri lainnya tak teringat apa-apa lagi. Begitu tidur, mereka langsung pulas.

Tak lama setelah itu sudah masuk azan Subuh. Namun, Zaid tetap saja pulas. Padahal, ruangan itu dekat musala pondok yang setiap hari digunakan untuk salat berjamaah yang diimami Mbah Kiai, termasuk pagi itu.

Santri yang kebetulan bangun lebih dulu sudah berusaha membangunkan Zaid dan kawan-kawan. Namun, Zaid tetap tak mau bangun.

Hingga Mbah Kiai keluar dari ndalem, Zaid tetap mendengkur. Maka, saat Mbah Kiai lewat di samping ruangan itu, langsung tahu kalau ada santri yang masih molor.

Serta merta Mbah Kiai langsung menggedor dinding ruangan yang masih terbuat dari papan kayu. Zaid mengira yang menggedor itu adalah santri lain yang niat menggoda dia. Sehingga, Zaid tetap tak mau bangun.

Hingga Zaid merasa sarungnya terasa basah. Zaid agak curiga karena mencium bau gak enak. Kemudian punggung dan pipinya juga terasa basah. Air yang menempel di pipinya lalu diusap. Air di telapak tangannnya lalu dicium.

Seketika Zaid bangun, karena air itu berbau busuk. Dia ingin marah pada orang yang sudah mengerjainya itu. Karena, saat dia bangun, di kanan kirinya berserakan sampah. Sebagian sampah sudah berair hingga menimbulkan bau busuk.

Namun, alangkah kagetnya Zaid saat tahu Mbah Kiai berdiri sambil menenteng keranjang sampah yang dalam keadaan kosong. Ternyata, yang mengguyur dia dengan sampah adalah Mbah Kiai.

Zaid langsung membangunkan santri lainnya yang masih belum menyadari apa yang terjadi tersebut. Setelah semua bangun, Zaid langsung keluar ruangan. Sebelum dia menjauh, dia mendengar Mbah Kiai berkata,

‘’Cepat mandi sana, salat Subuh. Setelah ngaji pagi ruangan ini dibersihkan,’’ katanya.

Meski dengan mata yang masih berat akibat masih ada kantuk, Zaid da kawan-kawannya menuju kamar mandi lalu ikut jamaah salat Subuh.

Usai ngaji subuh, Zaid langsung ganti sarung yang sudah dipakai sebelummya. Lalu mengambil air dan mengepel serta membersihkan seluruh ruangan yang bau sampah itu, dengan dibantu kawan molornya.

Santri lain meledek Zaid. Namun, Zaid tak menggubris. Yang ada di pikirannya adalah segera menyelesaikan pekerjaan itu. Lalu berangkat sekolah, karena hari itu ada ulangan. Tentu dia harus mandi lagi, karena badannya kembali berkeringat setelah membersihkan ruangan. Makanya Zaid, jangan molor saja waktu Subuh....[*]


*Cerita ini berdasarkan kisah nyata yang dialami santri lalu ditulis dan diolah kembali oleh redaksi blokTuban.com