Reporter: Khoirul Huda
blokTuban.com - Berada di atas pegunungan di ketinggian kurang lebih 100 meter dari pemukiman dan dikelilingi pohon besar, terdapat sebuah makam yang sangat berpengaruh terhadap keislaman di Bumi Wali, sebutan Kabupaten Tuban.
Makam tersebut adalah Makam Sayyid Abdullah (Mbah Sumber Banyu) yang berada di atas pegunungan Desa Mliwang, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. Diyakini, makam tersebut merupakan salah satu penyiar agama islam (Waliyullah) sebelum era Wali Songo.
Meskipun tidak ada yang tahu sejarah asal-usul dan bagai mana cara berdakwahnya, namun dari cerita turun temurun di Desa Mliwang, Sayyid Abdullah adalah seorang pendatang. Ia berasal dari bangsa Srab yang datang ke tanah Jawa dengan mengemban misi menyiarkan agama Islam di Nusantara.
Juru Kunci makam Sayyid Abdullah, Sumari (51) mengatakan dari cerita turun-temurun Sayyid Abdullah berasal dari bangsa arab dan datang kenusantara untuk meyiarkan agama islam di tanah jawa khususnya di Desa Mliwang, Kecamatan Kerek ini.
"Sayyid Abdullah merupakan sosok tokoh penyiar agama islam di Kabupaten Tuban, khususnya di Mliwang sebelum era wali songo (Sembilan)," ujarnya kepada blokTuban.com.
Di area makam yang luasnya sekitar satu hektare tersebut, terdapat satu makam lagi yakni sahabat Sayyid Abdullah yang bernama Abdullah.
Dari cerita turun temurun di Desa Mliwang ini, lanjut Sumari dulunya Desa Mliwang ini adalah hutan belantara yang penuh dengan pepohonan besar, hingga Sayyid Abdullah datang ketanah jawa untuk mengislamkan masyarakat Jawa yang sebelumnya beragama hindu-budha.
"Sayyid Abdullah datang ke tanah Jawa, khususnya di Kecamatan Kerek, masih dalam keadaan hutan belantara yang lebat namun entah itu tahun berapa," tambah Sumari.
Cara menyiarkan agama islam di Desa Mliwang yang masih hutan belantara, Sayyid Abdullah memilih tinggal diatas gunung bersama sahabatnya, hingga wafat dan dimakamkan di gunung tersebut.
Begitu saat disinggung blokTuban.com tentang Sayyid Abdullah dengan mitos di Desa Mliwang, di mana rumah tidak boleh menghadap utara, juru kunci tersebut mangatakan kemungkinan itu dulu ada keterkaitanya.
Namun untuk larangan atau pantangan yang ada di desa tersebut entah itu dari Sayyid Abdullah atau tidak itu tidak ada yang mengetahuinya, yang pasti apabila rumah warga menghadap ke utara sama halnya dengan menghadap ke makam Sayyid Abdullah. Sehingga itu menjadi sebuah pantangan.
"Untuk pantangan atau larangan yang berada di Desa Mliwang tidak ada yang tahu apakah itu dari sayyid Abdullah atau tidak, tetapi kemungkinan besar ada kaitanya dengan penyiar agama islam tersebut," tutur Sumari.
Hingga saat ini larangan atau pantangan tersebut masih ada yang menerapkanya di desa tersebut. Selain rumah menghadap keutara masih terdapat lagi beberapa pantangan yang masih dipegang teguh oleh warga Mliwang.
Di antaranya: Memelihara atau menyembelih kambing domba (Wedus Gibas), tidak boleh memakai ikat kepala berwarna merah, tidak boleh memakai korset berwarna biru setelah melahirkan, tidak boleh memakai cangkul pabrikan, tidak boleh menikah dengan tetangga desa yakni Desa Kasiman, rumah tidak boleh dibangun semua secara permanen.
Sampai saat ini makam dari Sayyid Abdullah setiap Rabu malam Kamis pahing tidak pernah sepi dari peziarah, karena malam tersebut merupakan malam haul makam tersebut.
"Kalau haul akbar setiap tahun sekali pada hari Rabu malam Kamis pahing, namun setiap Rabu malam Kamis meskipun tidak tepat dengan pahing tetapi pasti ada orang yang melakukan hajatan di area makam," jelas Sumari.
Dari pantauan blokTuban makam yang berada diatas ketinggian kurang lebih 100 meter serta dikelilinggi pohon besar yang kurang lebih berumur 300 tahun tersebut saat hari Rabu malam Kamis, terdapat puluhan warga yang berbondong-bondong berangkat kemakam sambil membawa tumpeng atau makanan untuk didoakan oleh juru kunci makam lalu dimakan bersama-sama.
Meskipun selain Rabu malam Kamis ramai peziarah, hari-hari biasa juga ada namun hanya saat Rabu malam Kamis saja juru kunci melayani, selain itu juru kunci tidak membuka pintu masuk kedalam makam sayyid Abdullah, "Namun untuk para peziarah bisa melakukan ziarah di luar makam (Emperan) makam tersebut karena bangunan makam tersebut cukup luas" pungkas Sumari.[hud/ito]