Pengirim : Yuly Purwatiningsih
blokTuban.com - Sejak kecil saya suka alam dan semua yang bersifat alami. Hal itu sangat mempengaruhi pilihan saya dalam berwisata.
Salah satu tempat wisata di Kabupaten Tuban, yang menjadi primadona saya adalah pemandian Bektiharjo, yang berada di Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban.
Pemandian yang konon merupakan cikal bakal Tuban itu dipenuhi pepohonan rindang, sehingga suasananya adem. Selain itu, jernihnya air sendang membuat pengunjung betah berendam lama sambil menikmati lenggak-lenggok ikan berenang.
Keberadaan monyet-monyet liar juga turut menambah asyik liburan di pemandian Bektiharjo. Kita bisa berinteraksi langsung dengan kawanan monyet liar yang menunggu kacang dan pisang dari wisatawan.
Tapi itu pemandian Bektiharjo bertahun-tahun lalu .....
Singkat cerita, setelah bertahun-tahun berada di luar kota untuk menempuh pendidikan dan bekerja, saya akhirnya pulang ke Tuban untuk mengikuti suami. Kami tinggal di wilayah Kecamatan Semanding, tepatnya Kelurahan Karang.
Tepat kiranya bagi saya bisa nostalgia dengan alam pemandian Bektiharjo lagi. Hampir setiap akhir pekan kami menyempatkan diri berkunjung ke pemandian Bektiharjo, terlebih anak kami (Aura) sedang giat berlatih renang.
Namun, ada yang berbeda dengan pemandian Bektiharjo. Kalau dulu monyet liar mudah sekali ditemui, maka saat ini hanya ada beberapa monyet saja di sana, itupun ada di dalam kandang besi.
Perbedaan lain kami temui di sendang yang dulu menjadi favorit untuk mandi. Airnya masih terasa segar, hanya saja dangkal karena banyak pasir dan tanah menutup bagian dasar pemandian. Beberapa pengunjung mulai keramas dan mandi menggunakan sampo dan sabun yang busanya berbuih-buih di permukaan sendang.
Lalu dengan santainya mereka membuang bungkus sampo dan sabun tersebut di sendang. Padahal pada dinding sendang terdapat peringatan bertuliskan 'DILARANG MEMBUANG BUNGKUS SABUN N SAMPO KE DALAM SENDANG'. Ah, mungkin tulisannya tak terlihat karena agak pudar, bisa jadi juga mereka sangat terbiasa melakukannya, jadi tidak ada rasa bersalah.
Beberapa saat kami di dalam sendang, datanglah petugas kebersihan, mulai melakukan tugasnya menyapu sampah. Awalnya terasa normal, namun kami terkejut ketika oknum petugas kebersihan itu memasukkan sampah yang disapunya dari pinggir sendang ke dalam sendang yang sedang banyak pengunjung berenang dan bermain air.
Astaghfirullah, bukankah dia bawa ekrak/alat pengumpul sampah, kenapa tidak dikumpulkan lalu dimasukkan ke ekrak. Banyak Pengunjung yang lalu buru-buru naik meninggalkan sendang, karena merasa tidak nyaman dan bahkan mungkin jijik. Demikian pula saya sekeluarga.
Ketidaknyamanan pengunjung diperparah dengan keberadaan batang-batang pohon di sekitar sendang. Pohon besar berusia puluhan tahun itu diketahui tumbang sejak 3 pekan lalu, namun hingga kini belum ada pembersihan dari pengelola pemandian. Sepertinya mereka acuh dan tidak sedikit pun punya niat mengurusnya.
Ah, Bektiharjo wajahmu kini tak semanis dulu. Dulu kau rindang sekarang benderang. Dulu kau bersih sekarang kumuh dan tersisih. Dulu kau nyaman, sekarang monyet pun enggan berteduh.
Sebagai warga Tuban, saya memimpikan pemandian Bektiharjo bisa menjadi asri dan alami lagi. Kalau belum bisa sekelas Ciputra Waterpark atau Wisata Bahari Lamongan (WBL), minimal bisa berbenah diri. Dimulai dari keseriusan pengelola, khususnya petugas kebersihan agar tidak membuang sampah ke dalam sendang.
Kalau wisata ini kotor, kumuh dan tidak lagi diminati pengunjung, bukankah yang rugi juga pemerintah dan warga sekitar yang menggantungkan hidup dari sektor jasa, baik sewa ban, pakaian renang, dan parkir, serta berdagang makanan-minuman.
Kalau pemerintah daerah kewalahan mengurusnya, limpahkan saja pada pihak swasta. InsyaAllah akan lebih maju dan berkembang. Kalau petugas pengelola tidak serius melaksanakan tugasnya, ganti saja, masih banyak orang yang mau bekerja secara professional. [rom]
*Foto air pemandian yang kotor dan potongan sisa pohon tumbang berserakan.