Reporter: Sri Wiyono
blokTuban.com - "Awalnya saya terinspirasi dari kata-kata Gus Dur. Ketika kita lahir semua orang tertawa, begitu juga saat kita meninggal. Namun, buatlah dirimu ditangisi semua orang saat meninggal karena begitu bermanfaatnya dirimu bagi orang lain," ujar Imam Muklas pengelola bank sampah mandiri Keluarga Harapan di Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur mengawali dialog sore itu.
Di ballroom sebuah hotel di Yogyakarta, pada 23-26 September 2023 Pertamina EP Cepu memang menghadirkan lokal hero yang menjadi binaan perusahaan. Ada 4 orang yang dihadirkan untuk bercerita tentang kisah sukses mereka di hadapan peserta media gathering Regional Indonesia Timur 2023 Subholding Upstream Pertamina itu.
Mereka berasal dari empat daerah di Indonesia yang menjadi wilayah operasi Pertamina EP Cepu. Tiga pria dan satu perempuan. Salah satunya adalah Imam Mukhlas. Pria ini berfikir apa yang bisa dia lakujan hingga membawa dirinya bermanfaat bagi masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Terlebih desanya yang berada di daerah yang termasuk pelosok. Namun masuk wilayah operasi Pertamina.
Lalu dia terbersit mengelola sampah karena ini menjadi persoalan mendasar masyarakat. Salah satunya akibat dari ketidakpedulian warga dengan sampah. Sehingga banyak sampah berserakan. Di lingkungannya banyak berserakan sampah.
‘’Apalagi warga sebagian petani, kalau habis nyemprot tanaman dengan pestisida botolnya terkadang dibawa pulang, atau dibuang begitu saja sembarangan. Itukan bahaya dan bisa merusak lingkungan,’’ tuturnya menceritakan kondisi awal di desanya.
Hingga pada 2013 dia mulai mengajak warga untuk mengelola sampah. Kesadaran masyarakat mengenai bahaya membuang sampah sembarangan mulai dibangun. Dia masuk lewat jamaah tahlil ibu-ibu meski awalnya agak susah. Muklas meyakinkan bahwa mengelola sampah tidak ada ruginya.
"Semula hanya sampah plastik seperti botol dan sejenisnya yang kami kelola, namun kemudian berkembang," ujarnya.
Awalntya, warga diajak untuk menabung sampah yang ditimbang setiap 3 bulan sekali atau 4 kali setahun. Hasil timbangan itu digunakan untuk membayar pajak bumi dan bangunan (PBB), karena banyak warga yang sering nunggak membayar PBB.
Hasil tabungan sampah itu bisa mengumpulkan Rp30 ribu - Rp50 ribu per kepala keluarga (KK) pertahun. Jumlah itu cukup untuk menyelesaikan masalah pembayaran PBB. Melihat hasil ini, warga semakin banyak yang bergabung. Dari belasan jadi puluhan dan hingga saat ini ada 350 KK yang menjadi anggota. Dan tabungan sampah pun terus berlanjut.
Apakah tidak ada masalah? Ada! Mulai kesulitan memilah, tidak punya tempat memilih sampah sampai dituding sebagai juragan pemulung yang menjadi pengepul sampah. Sehingga kegiatan itu dianggap menyaingi usaha warga yang menjadi pengepul sampah. Sehingga Muklas harus kembali memutar otak untuk mencari solusi.
Masih seputar sampah, dia akhirnya mengembangkan untuk juga mengelola sampah organik seperti sisa makanan, sayur dan sejenisnya dan diintegrasikan dengan maggot. Usaha lancar, sampah mulai tertangani.
Saat 2019 covid mulai menyerang, banyak para pekerja pria yang dari sektor non formal seperti pekerja bangunan dan lainnya yang nganggur karena pekerjaan juga terhenti dan kembali ke kampung. Termasuk di kampungnya Muklas.
Meski para pekerja ini juga tak tinggal diam, karena juga mencoba beternak ikan, ayam atau usaha lainnya. Namun belum ada solusi menyelesaikan problem ekonominya. Sebab, banyak yang gagal, sementara tabungan sudah menipis. Sehingga harus segera punya sumber pendapatan. Muklas juga ingin menolong para warga tersebut.
"Dari beberapakali diskusi maka ketemu budidaya maggot yang menjadi pilihan, dan mulai digarap serius bersama," ungkapnya.
Usaha warga ini didukung Pertamina EP Cepu yang mendampingi mengajak studi tiru, melatih dan memberikan bantuan alat untuk pengembangan program. Karena pasar maggot cerah. Bahkan, lalu berkembang juga bisa menghasilkan pupuk organik. Kelompok ini sekarang sudah punya kas puluhan juta dari usahanya tersebut.
"Pupuk itu kami sebut Kasgot atau sampah bekas maggot," terang Imam.
Berhenti? Belum! Karena Imam Muklas berinovasi lagi untuk mengolah sampah yang tak terurai seperti plastik kresek. Sampah ini diubah menjadi bahan bakar alternatif (BBA) setelah diolah dengan sebuah alat. Bahan yang dihasilkan seperti gas metan, bahan setara solat dan setara bensin atau premium bisa digunakan sendiri untuk operasional kelompok.
Bahan yang dihasilkan itu sudah diujicoba dan bahkan menjadi bahan bakar kendaraan operasional untuk kegiatan mereka. Seperti bahan bakar mobil pengangkut sampah, bahan bakar motor petugas sampai bahan bakar traktor petani.
"Sampah itu dipanaskan dengan alat dan menghasilkan bahan bakar itu. Hanya bahan bakar ini tidak boleh dijual. Kita gunakan sendiri," katanya.
Apa yang dia lakukan setidaknya bisa menekan pencemaran akibat sampah bahkan bisa menghasilkan cuan. Muklas mengatakan paradigma pengelolaan sampah kebnayakan adalah hanya memindahkan sampah rumahan atau depo ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Sehingga sampah tetap menggunung.
"Saya ingin membuat bagaimana sampah tidak sampai ke TPA, kalau sampai sampah sangat sedikit. Alhamdulillah ada hasilnya, terimakasih Pertamina atas dukungan dan pendampingan yang selama ini dilakukan," tandasnya.
Lokal hero lainnya yang juga berkisah adalah M.Syahril dari Desa Labuhan, Kecamatan Sepuluh, Kabupaten Bangkalan. Sejak 2013 dia mengelola pantai karena miris melihat abrasi dan kerusakannya. Lalu dia mengenal mangrove sejak 2014 saat diajak Pertamina untuk belajar budidaya mangrove dan mengelola pantai ke Kabupaten Tuban.
Ilmu yang didapat diaplikasikan mulai penyemaian cemara, mangrove dan cara menanamnya. Hingga kawasan yang dia kelola menjadi area wisata yang menarik.
Juga ada Labi Mokok dari Sulawesi yang mengelola hutan dengan produksi madunya dan Sri Widyorini dari Desa Bajo, Kecatamatan Kedungtuban Kabupaten Blora Jawa Tengah yang mengembangkan tanaman herbal dari bunga telang. Sri dan kelompoknya juga mengembangkan padi organik.
Dukungan Pertamina untuk Pemberdayaan Masyarakat
Sementara itu, Senior Manager Relations Regional 4, Fitri Erika merasa beruntung bertemu dengan kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki niat dan semangat yang tinggi untuk membangun desanya. Karena Pertamina hadir di wilayah tersebut pasti harus mengajak masyarakat untuk maju bareng dengan menjawab apa kegiatan yang bisa dilakukan.
“Kalau cerita dari Ibu Sri dari Blora itu memang awalnya karena kekhawatirannya pada ketergantungan pestisida di pertanian sehingga mengubah menjadi pertanian yang ramah lingkungan,” terangnya.
Itu pula yang dilakukan di tempat lain, termasuk di desanya Imam Muklas. Pertamina mendorong dan membantu masyarakat mencapai mimpinya. Sehingga Pertamina mengambil peran dalam untuk memberi pencerahan bagaimana masyarakat bisa menjawab atau mengatasi masalah yang ada di sekitarnya.
Untuk mencapai titik seperti yang diceritakan 4 kola hero tersebut tidak sebentar. Butuh waktu berbulan-bulan, bahkan tahun. Karena Pertamina berusaha membangun dulu sistemnya dan membentuk kelompok yang kuat dan mandiri, sehingga bantuan yang dikucurkan tidak sekadar seremonial lalu elesai.
“Kita sudah mulai mengarahkan bantuan tak sekadar charity, karena harapan kita program-program yang bersama-sama dijalankan bisa membuat masyarakat mandiri,’’ katanya.
Regional Indonesia Timur Subholding Upstream Pertamina merupakan pengelola hulu migas yang secara geografi tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Kepulauan Maluku sampai Papua yang terdiri dari asset offshore dan onshore.
Untuk wilayah kerja di bawah Regional Indonesia Timur adalah ; Zona 11 yang terdiri dari Alas Dara Kemuning, Cepu, WMO, Randugunting, Sukowati, Poleng, Tuban East Java, dan Bunga. Kemudian Zona 12 adalah Jambaran Tiung Biru, Zona 13 Donggi Matindok, Senoro Toili, Makasar Strait serta Zona 14 terdiri dari Papua Field, Salawati, Kepala Burung, Babar Selaru dan Semai.[ono]