Reporter: Savira Wahda Sofyana
blokTuban.com – Saat ini sudah banyak camilan atau makanan ringan yang menjadi ciri khas dari suatu daerah. Mulai dari kripik singkong, kripik sukun, hingga kripik yang berbahann dasar dari buah.
Seperti halya di Kabupaten Tuban, daerah yang memiliki aneka ragam makanan khas, salah satunya ialah kripik gayam, yang masih jarang dijumpai di daerah lain. Biasannya, pohonn yang memiliki nama lain inocarpus fagirerus ini, habitatnya banyak ditemukan di pekarangann rumah warga, dengan tinggi pohon mencapai 20 meter.
Salah satu masyarakat di Kabupaten Tuban, yang hingga kini memproduksi buah bernilai ekonomi, sebagai kripik ialah Maliki, warga di Desa Mandirejo, Kecamatan Merakurak yang memulai usahanya tersebut sejak 11 tahun lalu.
Menurutnya, dalam memproduksi buah berbentu bulat ini susah-susah gampang, lantaran dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran dalam proses pembuatannya.
“Pertama buah gayam yang sudah dikupas itu direndam dengan air, jangan terlalu lama nanti busuk. Setelah itu, baru gayam dipotong tipis-tipis. Proses pemotongan ini yang sulit dan lama,” ujarnya kepada blokTuban.com, Minggu (5/2/2023).
Setelah seluruh buah terpotong semua, barulah masuk ke dalam proses selanjutnya yaitu menyiapkan bumbu-bumbu yang akan digunakan. Disini, bapak dari tiga orang anak ini hanya memakai garam dan juga bawang putih, sebagai penambah gurih makanan.
Sebab menurutnya, penggunaan bumbu bercita rasa seperti balado, sapi panggang ataupun yang lainnya akan mengurangi cita rasa khas dari gayam itu sendiri.
“bumbunya cuma pakai garam dan bawang saja, karena kalau pakai rasa-rasa seperti itu lalu apa bedanya sama kripik singkong, jadi saya jual yang rasa original,” katanya.
Jika seluruh bumbu sudah siap, maka gayam digoreng di wajan dan api yang besar bersama bumbunya, dengan teknik penggorengan dua kali. Hal ini bertujuan agar kripik lebih matang secara sempurna.
Selanjutnya, kripik yang sudah matang ditiriskan dan didinginkan hingga beberapa jam. Setelah dingin, barulah kripik siap untuk dipacking dan dipasakan.
“satu kilonya saya jual dengan harga rp90 ribu sampai rp100 ribu, sampai saat ini sudah dipasarkan di Sidoarjo, Bravo, Samudra Sama Mahkota. Dulu juga sempat kirim di Surabaya banyak, tapi sekarang orangnya sudah meninggal,” tutupnya. [Sav/Dwi]
Temukan konten Berita Tuban menarik lainnya di GOOGLE NEWS