Tuhan Sebut Kita Sia - Sia

blokTuban.com - Tentang Aksa, tokoh favorit Asa. Saat itu, Asa dan Aksa yang bisa dikatakan bukan teman, bukan musuh, bahkan bukan saudara, namun hanya sebatas kenal saja dengan sengaja menjatuhkan hatinya kepada sebuah lingkup yang lebih dari kata “teman”.

Bermula dari Aksa yang membahas mengenai seseorang dimasa lalu yang tidak lain adalah teman dekat Asa yaitu Mara. 1 minggu berturut - urut Aksa selalu menanyakan kabar Mara melalui Asa, siang itu pertanyaan - pertanyaan Aksa kembali datang ke Asa, dengan sedikit muncul rasa, Asa menjawab dengan mencoba tidak menggunakan rasa kepada Aksa. Asa bertanya kepada dirinya sendiri “Apa dia menggunakan perasaan? Atau ia juga mencoba untuk tidak menggunakan rasa sama sepertiku?” Asa mulai memantau gerak gerik Aksa.

Keesokan harinya, segala hal Asa lakukan untuk mencari tahu tentang Aksa begitupun dengan Aksa, ia sedikit demi sedikit mulai menunjukkan rasanya kepada Asa melalui obrolan yang tadinya hanya membahas mengenai Mara menjadi obrolan obrolan kecil sederhana. Asa mulai percaya diri, ia merasa Aksa selalu memulai obrolan obrolan dipagi hingga malam hari.

Hingga suatu hari dihari sabtu, tepatnya disekolah Aksa dan Asa siang itu. Aksa dengan mata yang berbinar dan suara yang sangat candu memanggil nama Asa “ Asaa ...” Asa pun menoleh dengan perasaan yang sudah tau bahwa itu adalah suara Aksa. Kemudian Aksa mendatangi Asa dengan semangat. Saat itu Aksa ingin mengajak Asa mengambil sebuah foto yang tanpa mereka sadari lembaran foto itu akan menjadi kenangan suatu hari nanti.

Siang itu, Aksa dan Asa mengambil gambar bersama dan Aksa dengan wajah yang begitu gembira juga Asa dengan wajah yang tersipu malu. Siang itu berlangsung dengan sangat cepat, hari hari kemudian juga berlalu dengan cepat Aksa terus menerus memulai obrolan dengan Asa setiap saat. Asa juga mulai memiliki rasa lebih kepada Aksa.

Tepatnya malam hari, Asa ingin mengetahui perasaan Aksa kepadanya melalui temannya yaitu Rara, Asa meminta tolong kepada rara untuk bertanya apakah perasaan nya kepada Asa selama ini. Kemudian Rara bertanya kepada Aksa, dengan lantang Aksa menjawab

“Tidak tahu, tapi aku merasa nyaman” Rara langsung memberi tahu Asa, malam itu Asa tersenyum gembira menatapi setiap pesan yang Aksa kirimkan, ia tersipu malu dan pada saat itulah Asa dan Aksa mulai memulai obrolan obrolan yang bisa dikatakan seperti 2 orang yang lebih dari teman.

Beberapa hari kemudian saat Mara mengetahui kedekatan Aksa dengan Asa, ia memendam rasa marah, kesal, sedih dan matanya berbinar, lalu ia mengutarakan pertanyaan kepasa Asa “Apa kau dekat dengan Aksa?”, spontan... Asa bergegas menjawab

“Tidak, kami hanya teman” yang kenyataannya mereka sudah dekat beberapa hari lalu. Setelah itu Asa mulai merasa tidak enak kepada Mara, 3 malam berturut - urut setelah kejadian itu, Asa tak bisa tidur dengan tenang. Ia selalu mengirim pesan permintaan maaf kepada Mara, berulang kali Asa mengucap kata maaf, dan berulang kali jawaban Mara adalah “Tidak apa apa, aku juga sudah tak ingin kembali dengannya, ia tak pernah memperdulikanku, aku juga yang memilih berhenti jadi tak apa aku sudah tak ingin bersamanya”.

Berulang kali setelah Mara mengucapkan itu Asa merasa sedikit lega meski perasaan sungkan itu masih berkeliaran dipikirannya. Asa juga bertanya kepada Aksa “Apa kamu tidak ingin membaca buku 2 kali bersamanya?” dengan tegas pula Aksa menjawab “Sudah, aku sudah tak ingin lagi” sesaat Asa merasa tenang...

Pagi setelah malam itu, teman teman Asa juga mengetahui kedekatan mereka berdua. Mereka sedikit kecewa, dengan rasa kecewa itu mereka bertanya “Asa, kau dekat dengn Aksa? Kau tau Mara masih menyukainya bukan?” Asa spontan menjawab “Tidak tahu, aku tak tahu, aku bingung, Mara selalu mengatakan bahwa ia tak segan kembali dengan Aksa begitupun sebaliknya” dengan tegas teman teman Asa juga mengatakan “Tapi kau tahu jelas bahwa Mara masih sangat mencintainya, dan Aksa juga sudah mengeluarkan effort terbaiknya kepada Mara, kau hanya pelampiasannya saja.” Asa diam dan pikirannya sangat ramai, ia tersenyum dengan mata sedunya.

Kemudian malam hari itu, Aksa merasa terpojok ditambah dengan Mara yang malam itu mengirimkan sebuah pesan kepada Asa yang berisikan “Harus sekali dengan Aksa ya??” Asa semakin merasa terpojok, ia berpikir dipojok kamarnya berbicara dengan dinding kamar dan matanya yang sesekali menatapi atap atap kamar dengan air mata yang sedikit terjatuh, ia kembali mengingat traumanya dimasa lalu, ia terus berpikir “Lagi? Apa ini akan terjadi lagi?”

Asa terus berpikir, ia juga sesekali bertanya kepada Aksa apakah ia benar benar tak ingin kembali bersama Mara dan sesekali menawarkan bantuan kepada Aksa “Jika kau mau, aku bisa membantumu kembali dengan Mara” dengan tegas Aksa menjawab pertanyaan Asa “Benar, orang lama memang tak bisa tergantikan, kenangannya sangat sulit dilupakan dan jelas jelas akan memiliki tempat tersendiri dihati.

Tapi aku sudah kecewa, berulang kali aku meminta agar kami kembali bersama tapi dengan tinggi hati ia tak mau, aku sudah tak mau mengemis cinta kepada orang sepertinya, aku tak mau membaca buku yang sama 2× karena endingnya akan selalu sama.” Seketika Asa menjadi tenang, Aksa selalu meyakinkan bahwa ia benar benar sudah tak ingin dengan sedikit menggombal bahwa ia ingin bersama Asa. Terus menerus Asa menanyakan pertanyaan yang sama dan terus menerus juga Aksa menjawab dengan jawaban yang sama berulang kali.

Sejak saat itu Asa dan Aksa mulai terus jatuh kesana, tak memperdulikan apapun resikonya mereka hanya terus jatuh kesana sampai mereka tidak sadar kalau mereka sudah sedalam ini sekarang, jatuh cinta memang selalu begitu bukan?. Semakin dekat, semakin seseorang mengeluarkan sifat aslinya, ya... begitupun juga dengan Aksa, ia mulai menunjukkan sifat-sifat aslinya yang terus-menerus membuat Asa jatuh cinta, tak peduli sifat itu baik atau buruk, menyakiti dirinya sendiri atau tidak Asa hanya terus jatuh cinta kepada Aksa.

Panggilan-panggilan istimewa mulai muncul diantara mereka berdua, bersamaan dengan sifat-sifat asli itu, labil egois kasar cemburu sudah mulai terlihat, Asa tak pernah terganggu dengan apapun sifat Aksa.

Semakin lama kisah itu berlalu juga akan bermunculan banyak masalah-masalah kecil yang sedikit mengganggu mereka berdua. Tetapi terus-menerus juga Asa bisa menangani masalah tersebut. Asa semakin dalam masuk ke dalam jurang ia tak sadar bahwa ia sedang berjalan sendirian.

Berkabar setiap waktu, malam hari terasa begitu menyenangkan karena segala isi dunia mereka habiskan untuk berbincang. Asa yang merasa bahwa dirinya menemukan rumah baru yang menggantikan rumahnya yang sudah berantakan, merasa menemukan figur ayah yang suda hilang 3 tahun lalu, juga dengan Aksa yang benar-benar menemukan support system yang benar-benar ia butuhkan, juga sosok ibu yang selalu menuntunnya ke jalan yang benar.

Meski sesekali mereka merasa terganggu dengan marah yang masih mengumbar rasanya kepada dunia yang jelas-jelas ia yang bersalah, tapi Mara terus memaksa dunia untuk percaya kepadanya bahwa ialah orang yang tersakiti dalam kisah ini.

Hari-hari berjalan seperti biasa, Aksa dengan kekagumannya dengan wanita-wanita cantik dan keegoisannya itu juga sering menyepelekan hal-hal kecil yang terkadang membuat Asa merasa sendiri, terkadang Aksa juga mengatakan sesekali bahwa dirinya masih belum selesai dengan masa lalunya yang terkadang membuat Asa bergaduh dengan pikirannya sendiri di malam hari.

Suatu malam di bulan September, bukan sekali duakali Aksa ingin berhenti, iya kembali mengatakan “Aku tak pantas untukmu Asa, aku belum selesai dengan masa laluku, aku tak mau menyakitimu dengan cara seperti ini” Asa terus memaksa dengan mata sembabnya, isakan nafas yang seringkali terdengar, suara jam dinding yang terus berputar, Asa terus mengatakan bahwa ia tak bisa, tak akan pernah bisa, Asa mengatakan “Aku sudah mencoba berdamai dengan diriku, tapi kau slalu tahu itu, bagaimana mungkin” kalimat-kalimat untuk menahan Aksa terus berkeluaran, dengan lantang Aksa berkata “Sendiri - sendiri saja, aku sudah tak bisa, aku kebingungan.” juga berkata dengan lelah Asa berkata “Yasudah.”

dengan akhir Aksa menjawab “Ini jalan terbaik.” bukan sekali dua kali Aksa meminta seperti ini tapi Asa selalu berhasil mendapatkannya kembali tapi kali ini Asa merasa lelah, ia mengatakan “Jika keadaan tak bisa berubah, maka perasaanku yang harus berubah.” ia mengatakan itu pada dirinya sendiri, malam itu ia merasa dunianya hancur, berjam-jam ia duduk di kasur dan menangis, ia lelah, sendirian, kesepian dan tak ada satupun yang mengerti, Asa merasa ia sudah kehilangan rumahnya, semalaman ia menangis tanpa suara, Asa terus berpikir “Apa kni benar - benar berakhir?” ia merasa tak terima.

Malam itu ia menulis pesan panjang ia mengucapkan banyak ucapan terima kasih, juga maaf. Asa mengatakan “Aku memiliki 1000 masalah, tapi jika kau mengucapkan sepatah kata padaku masalahku berkurang menjadi 999, aku senang sekali.” kalimat manis yang sangat panjang itu Asa tuliskan untuk Aksa, kemudian Asa mengirimkan pesan itu dengan harapan esok pagi mendapat jawaban yang setimpal dengan apa yang dilakukannya selama ini kepada Aksa.

Semalaman, semalaman Asa terus berpikir “Saat Aksa terluka, sepertinya akulah yang menemaninya. Namun mengapa ketika hatinya sudah kembali sembuh aku lah yang ia lupa, apakah ia tak sadar selama ini aku juga yang selalu menginginkannya.” pikirannya berputar ia mengeluh “Apa selama ini hadirku tak berharga untukmu? Yang terjadi kini, aku hanya rumah persinggahannya disaat dia terluka, dan disaat semuanya reda ia menghilang begitu saja.”

Asa kembali sesak, ia berpikir kurang apa ia selama ini, Asa mulai pasrah dan mengatakan “Jika memang ini tak ada harapan mengapa aku yang harus jadi tujuan? Saat hatimu terluka aku yang jadi obatnya tanpa pernah ia sadari cinta dan kasih yang setulus ini?”

Malam itu Asa tertidur dengan mata sembab, pikiran kacau, dan fisik yang sudah lelah. Asa bermimpi tentang jawaban-jawaban buruk yang akan dilontarkan Aksa pagi nanti, di dalam mimpinya ia terus berkata “Tidak, tidak mungkin, Aksa tak mungkin sejahat ini.”

Pertemuan kita memang sangat singkat, namun ini sangat bermakna walaupun hanya sebentar. Aku bukan bintang utara yang akan menuntunmu pulang, aku adalah aku rumah kecil yang akan menyimpan mimpi-mimpimu dengan aman. Tenggelam lah bersamaku, sampai ragamu habis tak terbagi dan aku menemukan tujuan kita yaitu diriku dengan kamu di dalamnya.

Terima kasih telah hadir dan menjadikanku pribadi yang baik dan mengajarkanku arti menunggu dan merelakan, sekali lagi terima kasih telah menjadi bagian dari kisahku sebagai figur pasangan, sahabat, dan saudara laki laki. Selamat melegenda dan menepati ruang tersendiri dihatiku. Teruntuk tuan yang aksa, kutitip rindu bersama asa melalui sandykala dalam asmaraloka.

Haii semuaa!! Terimakasih bagi pembaca sebuah analogi paling tepat dari sebuah kata hampir ini. Belajar untuk meninggalkan semua yang menyakitimu dan berjuang semaksimal mungkin untuk mereka yang berharga bagimu.

Tuban, 01 Oktober 2022 gemintang di jumantara yang gulita, adiwarna nan kirana namun aksa, layaknya dirimu yang aksa dariku dan langkara digapai.

Indhira Yuan Kinanti, ditengah kota kecil beralas tanah, beratap langit dan berdinding hatimu, 22 Juli 2007. (*)

 

Temukan konten cerpen menarik lainnya di GOOGLE NEWS