Mencuri (Pesan) Raden Saleh Bersama Komplotan MRS

Oleh: Hikho Wasa

blokTuban.com - Mencuri Raden Saleh adalah salah satu film yang sudah saya tunggu sejak satu tahun yang lalu. sejak diumumkan akan ada pencurian terbesar abad ini oleh sang master mind- nya—Angga Sasongko. “Membaca” kilasan-kilasan yang diberikan Angga sejak satu tahun yang lalu berhasil memberikan dampak rasa penasaran tentang film ini dan meyakinkan saya bahwa film ini layak diantisipasi.

Mengangkat tema yang jarang disoroti sineas Indonesia bahkan jarang diminati penonton yakni tema Heist membuat film ini tampil cukup berani. Angga sebagai mastermind terlihat begitu ambisius dengan adanya proyek film yang fresh di dunia perfilman Indonesia yang belakangan ini terlalu banyak dihujani genre horror, drama, dan romance.

Mencuri Raden Saleh (MRS) mampu tampil dengan memukau dan meyakinkan penonton bahwa Indonesia sudah mampu membuat film berkelas dengan genre yang beragam termasuk bertema Heist. Mengetahui faktanya bahwa film ini sudah dipikirkan sejak 4 tahun yang lalu bahkan Angga sudah menghubungi cast utama sejak 2018 lalu, membuat film ini menjadi film yang benar-benar matang dan penuh persiapan.

Menggandeng aktor-aktor muda seperti Iqbal Ramadhan (Piko), Angga Yunanda (Ucup), Rachel Amanda (Fella), Aghny Haque (Sarah), Umay Shahab (Gofar), Ari Irham (Tuktuk), hingga aktor senior Tio Pakusadewo (Permadi), Atiqa Hasiholan (Dini), dan Dwi Sasono (Budiman) sengaja disiapkan Angga untuk menghidupkan karakter buatannya. 

Jika melihat dari poster awal yang memasang aktor muda dengan film bertema Heist yang seharusnya mustahil dilakukan oleh anak muda tanpa pengalaman memang terlihat film ini hanya mengandalkan aKtor utama pujaan kawula muda, tetapi saat menonton, kita akan diberikan alasan yang masuk akal mengapa anak-anak muda ini melakukan pencurian asset negara. 

Motif dari konfliknya jelas dan membuat penonton percaya bahwa alasan para anak muda ini mencuri tidak terkesan dipaksakan. Permainan plot twist yang identik dengan film Heist juga dimainkan Angga dengan memberikan plot twist berlipat sehingga penonton tergocek saat menontonnya atau berusaha menebak apa yang sebenarnya terjadi. Angga mampu memberikan sense itu dalam film ini.

Hal menarik lainnya dari film ini adalah treatment masing-masing aKtor yang benar-benar berbeda dari peran-peran sebelumnya. Kita tidak akan melihat Iqbal seorang raja gombal yang bermanis-manis kepada kekasihnya, Ari Irham yang menjadi pretty boy menggemaskan, atau Rachel Amanda yang selama ini kita melihat dia sebagai sosok protagonis. 

Kita akan melihat sosok baru dari para aKtor dan hal ini mampu dibawakan dengan apik oleh keenam tokoh utamanya. Namun, dalam tulisan ini saya tidak akan berbicara unsur intrinsik secara umum. Saya ingin mencoba ‘mencuri’ pesan apa yang sebenarnya ingin Angga sampaikan melalui film ini.

Hal menarik lainnya dari film yang tayang 25 Agustus 2022 lalu ini adalah pengangkatan lukisan sebagai objeknya. Bahkan lukisan dari maestro seni rupa modern—Raden Saleh yang karyanya sudah dipamerkan ke luar negeri serta menjadi tokoh seni rupa kebanggaan Indonesia. 

Angga tidak hanya mengajak penonton untuk mengenal genre baru film Indonesia tetapi ia juga mengajak penonton untuk memahami sejarah bangsa kita melalui perjuangan Raden Saleh dalam melawan Belanda saat itu melalui lukisan. 

Dari film ini kita dapat melihat bahwa cara melawan penjajahan bukan hanya lewat senjata melainkan karya seni termasuk seni lukis seperti yang dilakukan Raden Saleh dalam lukisannya yang paling fenomenal yang kini terpasang di istana negara yakni lukisan yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro.

Lewat film Mencuri Raden Saleh, Angga menjelaskan sekilas makna dari lukisan tersebut tentang cara Raden Saleh dalam melawan Belanda. Dari premis lukisan inilah konflik yang dibangun dalam film menjadi relevan. 

Banyak adegan yang diperlihatkan dengan properti yang mendukung dan menjadi tanda dari cara Angga dalam menggambarkan perlawanan bangsa atau dalam hal ini adalah rakyat dengan berbagai latar belakang yang melawan birokrasi atau penguasa negara. 

Seperti rumah Permadi (Tio Pakusadewo) yang menjadi villain dalam film ini digambarkan memiliki rumah bergaya Eropa, hal ini tentu menjadi simbol penjajahan bangsa Eropa terhadap pribumi yang diwakili oleh enam tokoh utama. Bisa kita lihat pula dari perilisan film pada bulan kemerdekaan yakni Agustus. Jelas film ini mengandung semangat nasionalis.

Barangkali pemilihan tokoh utama yang digawangi anak muda ini juga membawa pesan dari Angga bahwa anak muda yang diremehkan juga bisa melakukan perlawanan. Enam tokoh yang berbeda latar belakang seperti mahasiswa dan seniman yang diwakili Piko, Ucup, dan Sarah, pekerja digambarkan lewat tokoh Tuktuk dan Gofar, hingga orang kaya yang memiliki previlage lewat karakter Fella. 

Mereka akhirnya bergabung melakukan perlawanan atas ketamakan Permadi sebagai tokoh antagonis. Hal ini seperti mewakili lapisan masyarakat di masa lalu bahkan saat ini seperti kaum terpelajar, rakyat biasa sebagai pekerja, hingga priyayi yang bersatu melawan penindasan.

Berbagai konflik kecil dari komplotan ini juga turut mewarnai perjuangan mereka yang menyimbolkan bahwa dalam perlawanan selalu dibutuhkan persatuan, tetapi apabila hanya sibuk dengan permusuhan sesama saudara maka tidak akan memberikan kememangan.

Sama seperti konflik-konflik kecil dari komplotan Raden Saleh yang memang rawan konflik sebab digawangi para pemuda. Tujuan akhirnya dalam sebuah perlawanan pasti harus dilakukan dengan persatuan dan menghilangkan keegoisan.

Pengkhianatan juga turut mewarnai film ini. Angga berbicara konflik rawan dalam perjuangan melakukan perlawanan yakni pengkhianatan. Kekalahan bangsa Indonesia di masa lalu tidak jauh dari akibat pengkhianatan oleh beberapa orang. Dalam film ini, Angga memotret hal tersebut yang juga menjadi plot twist dalam film yang menyenangkan ini.

Banyak yang dapat kita ambil dari film yang sudah tembus satu juta penonton dalam 8 hari. Tampak jelas Angga ingin mengajak anak-anak muda bersama kembali ke masa lalu dan meneladani apa yang dilakukan Raden Saleh lewat sebuah karya sebagai cara melakukan perlawanan. Mengapa anak muda? Mungkin Angga ingin mengingatkan kita bahwa sebagai pemuda, hal yang berharga adalah sebuah idealisme dan semangat pemberontakan melawan ketidakadilan. 

Ini sebuah value yang tidak dimiliki orang tua. Bahkan meski pun bukan tokoh besar dari kalangan mahasiswa dan pekerja yang dianggap kecil oleh penguasa, tetapi melalui pemberontakan dan perlawanan pemuda, kemenangan didapatkan.

Baik. Sekarang kita sedikit membahas dialog yang ada dalam film ‘gila’ ini. Salah satu adegan yang memperlihatkan Gofar & Tuktuk yang dimarahi ayahnya karena sikap nakalnya, terdapat dialog yang menjelaskan kemarahan sang ayah bahwa mereka lahir dari Rahim ibu yang berbeda tetapi mereka begitu erat sebagai saudara tiri kemudian dikatakan pula oleh Gofar bahwa meski lahir dari ibu yang berbeda tetapi ayahnya sama. 

Dialog ini seakan menjelaskan bahwa dari mana saja kita dilahirkan (tempat) meskipun berbeda tetapi kita tetap dalam satu naungan sebagai saudara yakni Indonesia yang diwakili sosok ayah Tuktuk & Gofar.

Selain itu dari keenam tokoh utama ini, ada dua karakter yang menarik perhatian saya. Empat di antaranya memang protagonis, tetapi dua dari mereka yang memiliki criminal sense yakni Ucup dan Fella sukses membuat saya jatuh hati pada keduanya. Keduanya masih misterius tentang latar belakangnya tetapi saya yakin kedua tokoh ini adalah bentuk dari pemberontakan. 

Tidak ada pemberontakan yang lahir dari sikap protagonis atau dalam hal ini tampak baik dan menerima keadaan. Harus ada emosi dan rasa ingin balas dendam dan itu melalui dua tokoh menyenangkan ini.

Mereka masih sangat abu-abu, maka akan menarik jika dalam film selanjutnya dapat dieksplore tokoh abu-abu ini sebab akan menyenangkan jika melihat criminal couple macam mereka beraksi layaknya Joker dan Harley Queen.

Angga adalah salah satu sutradara muda yang brilliant. Sineas yang ambisius dan idealis dalam pembuatan karya perfilamannya. Maka saya dapat mengatakan ‘orang gila’ macam Angga yang dipertemukan dengan enam ‘orang gila’ pula dalam cast utamanya adalah sebuah takdir yang menyenangkan. 9/10 untuk film yang asik dan ‘gila’ ini!

Siapa karakter favoritmu?

 

Temukan konten Berita Tuban menarik lainnya di GOOGLE NEWS