Kisah Moksa Mbah Guru Desa Ngrayung dan Larangan Peziarah Berseragam Dinas

Reporter : Muhammad Nurkholis

blokTuban.com - Desa Ngrayung merupakan sebuah desa kecil yang berada di Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban. Di desa tersebut terdapat sebuah makam wali Allah yang akrab dengan sebutan Mbah Guru atau Abah Guru. 

Penuturan warga Ngrayung, Mbah guru adalah wali yang masih keturunan dari Demak dan mendapatkan perintah untuk syiar Islam di Desa Ngrayung. Kala itu, Desa Ngrayung terkenal banyak orang sakti dan masih belum mengenal Islam.

Hadirnya Mbah Guru diharapkan dapat menuntun orang sakti tersebut untuk memeluk agama Islam. Kisah yang diceritakan dari lisan ke lisan, saat itu Mbah guru dalam perjalanannya ingin meminta air kepada orang Ngrayung tetapi malah ditantang untuk adu kesaktian

Ketika Mbah Guru menang, maka orang saksi Ngrayung bersedia memanggilnya dengan guru (asal usul nama guru). Hingga sekarang, untuk nama asli dari Mbah Guru belum diketahui oleh juru kunci bernama Rasun. 

"Mbah Guru akhirnya bisa mengalahkan orang Ngrayung dan ketika akan diberi air malah ditolak. Selain itu, orang sakti yang menantang tadi memohon agar Mbah Guru bersedia menjadikannya murid dan berharap menetap di Desa Ngrayung," ujar Rasun kepada blokTuban.com, Senin (11/4/2022). 

Dengan permohonan itu, lanjut Rasun Mbah Guru akhirnya menerima tawaran tersebut dan menetap di Ngrayung. Data yang dimiliki Rasun, bahwa Mbah Guru dikisahkan memiliki seorang anak dan di akhir usianya berpamitan kepada istrinya akan meninggalkan dunia beserta jasad dan ruhnya (moksa).

"Jika sudah waktunya istrinya akan diberitahu oleh Mbah Guru, dan bila mau mengikuti akan diberitahu caranya," jelasnya. 

Kisah Moksanya mbah Guru dibenarkan oleh Rasun sang juru kunci makam. Makam di Desa Ngrayung hanya petilasan karena jasad Mbah Guru sudah Moksa. Dalam sebuah konsep agama Hindu dan Buddha, Moksa berarti kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas juga dari putaran reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan.

Dari cerita juru kunci, satu karomah dari Mbah Guru adalah saat jaman penjajahan Desa Ngrayung aman dan tidak dimasuki penjajah seolah tertutup hutan belantara. 

Selain itu, banyak juga orang yang ziarah dari berbagai daerah seperti Mojokerto, Surabaya, Jombang dan Tuban sendiri. Puncak ramainya peziarah pada malam Jumat bahkan ada yang sampai menginap beberapa hari. 

Uniknya, ada sebuah pantangan bagi peziarah yaitu dilarang memakai baju dinas pemerintahan karena terkesan menyombongkan pangkatnya. Pantangan kedua yakni dilarang nazar ke makam Mbah Guru. 

Sebagai upaya pelestarian makam wali, maka setiap tahun diadakan haul Mbah Guru di bulan Ruwah (syaban), dan diisi dengan acara tahlilan dan hiburan Langen Tayup sebagai salah satu upaya pelestarian budaya Tuban. [Lis/Ali]