Reporter: Dina Zahrotul Aisyi
blokTuban.com- Indonesia memiliki beragam musisi dari berbagai jenis aliran musik, termasuk salah satunya ialah aliran musik bawah tanah (underground). Secara singkat, musik underground merupakan aliran musik yang bergerak secara independent (indie).
Aliran musik ini identik dengan kebebasan berekspresi dan solidaritas tinggi. Biasanya lagu-lagu underground menekankan pada kebebasan membuat lirik tanpa takut penyensoran dari pihak label karena memproduksi musik secara mandiri.
Musik underground juga memiliki beragam genre yang berbeda dengan jalur musik mainstream, seperti punk, metal, dan hardcore. Di Indonesia sendiri, aliran musik underground mulai masuk pada tahun 70-an awal, hingga saat ini pun masih banyak musisi underground yang eksis.
Salah satu penggemar musik underground di Kabupaten Tuban adalah Arif Heru Mahendra. Ia mengaku sudah menyukai musik-musik underground sejak duduk di bangku SMP. Dulunya ia juga aktif dalam komunitas musik underground yang ada di Kabupaten Tuban saat itu.
“Ketertarikannya saat itu hanya nonton gigs (konser) baik itu di Tuban maupun di luar kota Tuban, beli kaos band/kaos event, dan beberapa stiker sebagai cindera mata," jelasnya kepada reporter blokTuban.com, Jumat (18/02/2022).
Heru mulai fokus mengkoleksi rilisan fisik karya musisi lokal Tuban di Tahun 2019 silam. “Soal koleksi rilisan fisik ini baru greget koleksi karya lokal musisi Tuban sejak 2019. Setelah tahu ada event record store day di kota lain dan bertemu dengan sesama kolektor, dari situ akhirnya menemukan ‘moment’ untuk fokus koleksi karya musisi underground Tuban sendiri,” ungkapnya.
Untuk record store day sendiri merupakan hari raya bagi para penikmat musik, baik musisi maupun fanbasenya. Biasanya akan diseleberasikan dengan ajang market fest khusus pecinta rilisan fisik (kaset CD, vinyl beserta perangkatnya).
“Konsepnya kadang bisa juga kolaborasi dengan beberapa brand clothing, thrifting. Di beberapa kota juga kadang memperingatinya dengan cara merilis kaset CD atau pita, jadi lebih terkesan historik dan pastinya rilisannya limited edition,” ungkapnya.
Pria 35 tahun tersebut mengaku, tidak sulit mendapatkan info terkait musisi-musisi underground Tuban karena sering berkumpul bersama, baik di suatu event metal, atau hanya sekadar ngopi bareng. Terlebih, Heru juga intens aktif di pergerakan musik underground Tuban sebagai player di salah satu band "Last Protect (RIP)" yang saat itu memainkan jenis musik hardcore.
Pemuda asli Tuban tersebut mengungkapkan, biasanya aliran musik underground memang lebih sering dikenal sebagai musik metal, padahal sebenarnya genre musik pop juga ada yang masuk ke dalam aliran jenis underground.
“Sebenarnya yang pop juga ada, tapi kebanyakan memang genre metal karena lahirnya juga dari temen-temen komunitas anak-anak metal gitu, jadi ya yang tahu-tahu aja memang,” jelasnya.
Jika berbicara tentang rilisan fisik yang berupa kaset pita maupun CD, tahun ini sedang naik-naiknya. “Ini salah satu rilisan tahun 2022, punyaku kompilasi ini juga rilis tahun 2022. Ini album kompilasi ‘local pride’ yang bermedia partner dengan team korahkorah dibuat bersama 19 band underground lokal Tuban juga baru tahun kemarin,” terangnya.
Ia melanjutkan bahwasanya, dalam ranah industri musik yang saat ini berada di tengah gempuran proses digitalisasi, ekosistem lintas sektornya masih bisa terus hidup. Ia mencontohkan, ketika suatu band berkarya, maka akan dibutuhkan arsip, misalnya seperti rilisan CD. Dalam CD tersebut tentunya membutuhkan desain grafis untuk artwork, membutuhkan penjual kemasan CD (casing CD).
“Biasanya juga rilis merchandise, seperti kaos, totebag, sticker, nah itu juga pasti butuh jasa cetak, jasa sablon, jasa konveksi. Dari situ, semua sektor berperan, sehingga masih bisa terus jalan,” jelasnya.
Selain mengoleksi rilisan fisik musisi-musisi underground Tuban, Heru juga memiliki bisnis online yang menjual merch band, rilisan fisik dan barang-barang vintage di akun instagram @kutu_dilemari. Ia mengungkapkan, pangsa pasar rilisan fisik musik-musik underground sampai saat ini juga masih besar, terlebih di luar Tuban, sehingga ia menjualnya secara online.
“Kalau di Tuban pasarnya masih sedikit, jadi online jualnya. Sebagai seller, saya jualnya nggak hanya rilisan fisik lokal Tuban, tapi kalau untuk koleksi saya sendiri, baru khusus Tuban,” ungkapnya.
Untuk pengarsipan koleksi-koleksi rilisan fisik asli Tuban miliknya, baik kaset CD ataupun kaset pita, ia membedakannya ke dalam dua kategori, yakni album band dan album kompilasi.
Album band tersebut berisi musisi-musisi asli Tuban, atau anak tuban yang berkontribusi dengan band lain, ada juga bukan orang Tuban, tetapi pernah tinggal di Tuban dan cukup berpengaruh di musik-musik underground. Sedangkan untuk album kompilasi adalah terdapat musisi asli Tuban yang ikut bergabung dalam sebuah kompilasi album, ataupun kompilasi album rilisan orang Tuban sendiri.
Heru juga memiliki cita-cita dari pengarsipannya, yakni membuat sebuah museum yang akan dipajang semua rilisan fisik asli dari Tuban, ataupun rilisan dari para personal yang pernah berpengaruh di industri musik Tuban.
“Nah, dari situ nanti, setiap rilisan fisik akan diberikan sedikit narasi yang berhubungan, seperti sejarah singkat album band/kompilasi, tahun rilis, label yang digunakan, serta bila ada personal dari luar Tuban yang pernah berpengaruh di industri musik Tuban, saya sertakan juga sinopsisnya secara singkat,” tutupnya. [Din/Ali]