Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Badan Pusat Statistik merilis jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan/GK) di Kabupaten Tuban pada bulan Maret 2021 mencapai 192,58 ribu jiwa.
Jumlah tersebut bertambah sebesar 5,44 ribu jiwa, bila dibandingkan dengan kondisi Maret 2020 yang sebesar 187,13 ribu jiwa. Berdasarkan persentase penduduk miskin di Kabupaten Tuban dalam rentang waktu satu tahun, mengalami peningkatan sebesar 0,40 persen dari 15,91 persen pada Maret 2020 menjadi 16,31 persen pada Maret 2021.
Faktor yang diduga terkait dengan kondisi kemiskinan di Kabupaten Tuban miskin selama periode Maret 2021 adalah aktifitas perekonomian masih belum pulih sebagai dampak pandemi covid-19.
Hal tersebut tercermin dari informasi big data (https://dataforgood.facebook.com) pergerakan masyarakat di Kabupaten Tuban yang rata-rata masih -0,08 terhadap kondisi Februari 2020 (baseline kondisi sebelum pandemi).
Apabila dibandingkan dengan Kabupaten Lamongan (-0,06) dan Bojonegoro(-0,07), Tuban memiliki nilai lebih rendah yang menunjukkan bahwa masyarakat Tuban belum banyak beraktivitas di luar rumah sehingga berpengaruh terhadap perekonomian.
"Garis Kemiskinan di Tuban pada bulan Maret 2021 sebesar Rp388.176,00 per kapita per bulan, bertambah sebesar Rp16.711,00 per kapita per bulan atau meningkat sebesar 4,50 persen, bila dibandingkan kondisi bulan Maret 2020 yang sebesar Rp371.465,00," ujar Kepala BPS Tuban, Eko Mardiana, Jumat (24/12/2021).
Mardiana menambahkan, garis kemiskinan per rumah tangga merupakan gambaran besarnya nilai rata-rata rupiah minimum yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya agar tidak dikategorikan miskin.
Secara rata-rata, garis kemiskinan per rumah tangga pada Maret 2021 untuk Kabupaten Tuban sebesar Rp1.579.876,32 per rumah tangga per bulan bertambah sebesar Rp126.796,13 per rumah tangga per bulan dibanding kondisi Maret 2020 yang sebesar Rp1.453.080,19 per rumah tangga per bulan.
"Masalah kemiskinan, sebenarnya tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin saja. Namun ukuran lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman serta keparahan dari kemiskinan yang terjadi. Upaya kebijakan pembangunan terutama yang bertujuan memperkecil jumlah penduduk miskin, diharapkan juga bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan," imbuhnya.
Pada periode 2020-2021, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Kabupaten Tuban mengalami peningkatan nilai di sebesar 0,99 poin menjadi 3,26 pada tahun 2021. Untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan dari 0,48 pada 2020, menjadi 0,86 pada 2021.
Karakteristik Kemiskinan Kabupaten Tuban tahun 2021 dapat dilihat dari beberapa aspek. Karakteristik sosial demografi bahwa persentase rumah tangga miskin dengan kepala rumah tangga berjenis kelamin laki-laki (90,17 persen) lebih tinggi dibanding rumah tangga miskin dengan kepala rumah tangga berjenis kelamin perempuan (9,83 persen).
Pola komposisi jenis kelamin kepala rumah tangga untuk rumah tangga tidak miskin relatif sama dengan rumah tangga miskin di Kabupaten Tuban.
Rata-rata jumlah anggota rumah tangga untuk rumah tangga miskin (4,07 jiwa) lebih besar dibanding rumah tangga tidak miskin (3,43 jiwa). Hal ini menunjukkan karakteristik rumah tangga miskin memiliki rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang lebih banyak.
Selain itu, rata-rata umur kepala rumah tangga untuk rumah tangga miskin (51,80 tahun) lebih besar dibanding rumah tangga tidak miskin (50,30 tahun). Hal ini menunjukkan karakteristik rumah tangga miskin memiliki kepala rumah tangga dengan memiliki rata-rata usia lebih tua.
Angka melek huruf penduduk miskin yang berumur 15-44 tahun (97,42 persen), relatif sama dengan angka melek huruf penduduk tidak miskin usia 15-44 tahun (99,23 persen). Untuk kelompok umur 45 tahun ke atas, angka melek huruf penduduk miskin (67,68 persen) lebih lebih rendah dari angka melek huruf penduduk tidak miskin (76,39 persen).
Baik penduduk miskin maupun tidak miskin, angka melek huruf untuk kelompok umur 45 tahun ke atas lebih rendah dibanding dengan kelompok umur 15-44 tahun.
Bila melihat angka partisipasi sekolah penduduk miskin yang berumur 7-12 tahun (100,00) tinggi, demikian pula angka partisipasi sekolah penduduk tidak miskin usia 7-12 tahun (99,87). Angka partisipasi sekolah penduduk miskin usia 13-15 tahun (91,55) lebih rendah dari angka partisipasi sekolah penduduk tidak miskin usia 13-15 tahun
(94,80). Angka partisipasi sekolah penduduk miskin usia 16-18 tahun (34,54) lebih rendah dari angka partisipasi sekolah penduduk tidak miskin usia 16-18 tahun (69,03).
"Angka partisipasi sekolah penduduk miskin usia 19-24 tahun (9,98) lebih rendah angka dari partisipasi sekolah penduduk tidak miskin usia 19-24 tahun (18,10). Baik penduduk miskin maupun tidak miskin, semakin tua kelompok umur maka semakin angka partisipasi sekolah semakin kecil," katanya.
Mardiana melanjutkan bahwa persentase rumah tangga miskin dengan kepala rumah tangga melek huruf (83,32 persen) lebih rendah dibanding rumah tangga tidak miskin
dengan kepala rumah tangga melek huruf huruf (87,18 persen). Hal ini menunjukkan kemampuan membaca dan menulis kepala rumah tangga untuk rumah tangga miskin relatif
lebih rendah dibanding rumah tangga tidak miskin.
"Sebagian besar penduduk miskin maupun tidak miskin usia 15 tahun ke atas juga memiliki tingkat pendidikan Tamat SD atau SLTP. Untuk tingkat pendidikan minimal SLTA, penduduk tidak miskin memiliki persentase yang jauh lebih besar yaitu 30,98 persen dibandingkan pada penduduk miskin yang sebesar 17,31 persen," tutupnya. [ali/ono]