Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Masyarakat Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban sampai sekarang masih memegang teguh tradisi leluhurnya. Di antaranya adalah bersih sumur Wali Bejagung yang ditutup dengan tradisi dawetan, Jumat (26/11/2021).
Dalam paripurna tradisi bebersih sumur kali ini diikuti ratusan warga dari usia anak-anak hingga lansia. Kedatangan warga untuk berdoa kepada Tuban YME supaya selalu dalam perlindungan-Nya.
Kepala Desa Bejagung, Aang Sutang kepada blokTuban.com mengatakan tradisi sangat kental dan terus dilestarikan di Bejagung. Diawali dengan sedekah bumi se-Kabupaten Tuban di Bejagung, kemudian minggu berikutnya diadakan barikan.
"Barikan itu bancakan setelah Salat Jumatan diikuti warga desa dan dilaksanakan selama tujuh minggu," ujar Aang melalui sambungan telepon.
Misalnya dalam pekan pertama, judulnya membawa nasi byar maka semua warga berbondong-bondong membawa nasi yang telah ditentukan tersebut. Begitupula jika ketan towo, ketupat, atau arang-arang kambang maka semua warga membawanya.
Sedangkan paripurnanya dua tahun sekali prosesi bebersih sumur wali. Pelaksananya adalah tali aris Mbah Pamor yang merupakan santri Mbah Syeh As'ari yang ditugaskan membuat sumur. Sebab, pada masa itu Kecamatan Semanding khususnya Desa Bejagung tidak ada sumber mata air.
"Akhirnya menjadi legenda sampai sekarang yang diyakini oleh masyarakat sebagai penyembuh luka kulit dan penyakit lainnya. Khusus masyarakat Bejagung sendiri ketika punya hajat seperti khitan dan manten harus menyertakan air sumur Bejagung dalam makanannya," imbuhnya.
Lebih dari itu, kenapa harus tali aris maksudnya waris dari Mbah Pamor buyut-buyut warga Bejagung dari puluhan tahun lalu. Tidak ada yang berani ngeduk sumur bila bukan warisnya. Untuk saat ini waris yang masuk ke dalam sumur adalah Kades Bejagung.
Ketika bersih sumur selesai, kemudian ditutup setelah Salat Jumatan masyarakat dibagi dua. Satu membawa dawet, dan kelompok lainnya membawa tumpeng. Falsafahnya mereka yang membawa tumpeng ditukar dengan tumpeng, begitu sebaliknya bagi bertugas membawa tumpeng.
"Di situlah yang dinamakan keguyuban, seduluran dijaga sampai era milenial sampai sekarang. Tradisi ini akan terus dikampanyekan sampai generasi yang paling bawah. Jangan sampai tergerus jaman dan harus diketahui minimal anak-anak kelas 5 SD," bebernya.
Sebagaimana dengan Aang, sejak kecil mulai kelas 4 SD telah diajari orang tuanya tata caranya. Sekaligus diberi pesan bahwa suatu saat dirinyalah yang akan masuk ke dalam sumur wali di Desa Bejagung. [ali/ono]