Oleh: Suhendra Mulia, M.Si.
blokTuban.com - Indonesia merupakan negara yang dianugerahi dengan kekayaan akan sumber daya alam-nya baik darat, laut dan udara serta cahaya matahari. Posisi Indonesia dalam bidang pangan masih tertinggal dibandingkan negara-negara di kawasan ASEAN seperti Thailand dan Malaysia.
Dengan ketertinggalan tersebut bukan berarti bangsa Indonesia tidak mampu menghasilkan pangan yang berlimpah, tetapi lebih pada keseriusan dalam pengelolaan/pengembangan sumber daya alamnya.
Rempah-rempah (KBBI) adalah berbagai jenis hasil tanaman yang beraroma, seperti pala, cengkih, lada untuk memberikan bau dan rasa khusus pada makanan. Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki keanekaragaman hayati dunia.
Ada banyak jenis tumbuhan dunia di hutan tropis Indonesia, bahkan sampai internasional menyebut Indonesia sebagai paru-paru dunia. Adapun jenis yang sebagian di antaranya dipergunakan dan dikenal sebagai rempah-rempah.
Karena itu tak dapat dinafikan bahwa Indonesia merupakan ibu-nya rempah-rempah dengan melahirkan jenis Rempah Raja, seperti cengkeh, pala, dan cendana yang menjadi komoditas utama rempah-rempah dunia, dan pada masa jayanya pernah bernilai lebih mahal dari emas.
LIPI dengan penelitiannya dapat berkontribusi dalam bidang ketahanan terkait dengan koleksi sumber daya genetika mikroorganisme diyakini mampu memberikan jawaban untuk menyelesaikan masalah lahan pertanian.
Seperti meningkatkan produktivitas lahan pertanian, meningkatkan produksi, meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan memperbaiki lingkungan hidup (sumber daya genetika mikroorganisme dapat diintergrasikan pada program pro job/poor/growth/green).
Di dalam memperingati dan mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia, sudahkah kita merdeka dari ketidaktahuan (dan ketidakpedulian) akan kekayaan warisan Nusantara. Dalam rangka hari Kemerdekaan RI ke-76, kita mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih mencintai kekayaan alam negeri sendiri.
Seperti yang telah kita ketahui bersama rempah merupakan tanaman yang dipakai untuk penyedap rasa makanan, untuk obat, untuk penghangat tubuh, untuk pengawet makanan tanaman yang masuk di dalam kelompok rempah sangatlah banyak antara lain cengkeh, pala, lada, kayu manis, jahe, kunyit, temu lawak dan sebagainya.
M. Alie Humaedi, peneliti Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya (PMB) LIPI berpendapat jalur rempah dan perjalanan budaya manusia Nusantara dipengaruhi oleh 5 geohistoris. “Geohistoris 1 itu mencakup semenanjung Malaya dan Sumatera, Geohistoris 2 adalah Selat Sunda dan Pulau Jawa, Geohistoris 3 yaitu Pulau Kalimantan dan Laut Jawa, Geohistoris 4 meliputi Selat Makasar dan Madura, Indonesia Tengah-Timur sementara Geohistoris 5 mencakupLaut Maluku, Kepulauan Papua dan Filipina”.
Kekayaan rempah di Nusantara terhubung jalur rempah, suatu alur spasial perjalanan manusiadan silang budaya lintas pulau. “Orang Sulawesi (Bugis, Makassar, Buton, Bajo), orang Jawa dan Madura, dan orang Melayu Sumatera menjadi pionir-pionir jelajah alam dengan berbagai motif (perdagangan, agama, pengungsian, pelarian, dan sebagainya)”.
Jika ditilik antara ketersebaran kuliner tradisional versus peta jalur rempah, “Semakin ke tengah dan timur, semakin sedikit varian makanan tradisionalnya. Semakin ke tengah dan timur, semakin kecil jumlah ingredient utama dan termasuk pengguna rempahnya.
Di samping itu juga variasi “jamu-jamuan” semakin berkurang. Padahal wilayah Indonesia tengah dan timur adalah penghasil banyak jenis rempah. Ternyata setelah diteliti lebih jauh hal ini dipengaruhi oleh adanya beberapa hal antara lain: cara pandang (worldview), sentuhan silang budaya dalam pengetahuan dan ketrampilan serta perilaku sosial (Social Behaviour) atas pemanfaatan sumber daya setempat.
Trend permintaan dunia akan rempah terus meningkat 10,21 persen per tahun dan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan rempah, menurut Siti Irma Rachmawati, peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.
Rempah di Indonesia juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk obat-obatan, seperti dimanfaatkan sebagai anti oksidant, anti inflammatory, anti kanker, diabet dan sebagainya. Rempah lebih jauh dapat dimanfaatkan sebagai jamu, obat herbal terstandard dan fitofarmaka.
Berdasarkan Badan POM masing-masing pemanfaatannya dapat dibedakan berdasarkan regulasi yang sudah ditetapkan. “Jika untuk jamu maka obat tradisional yang disediakan secara tradisionil, tersedia dalam bentuk seduhan, pil, maupun larutan, dibuat berdasarkan resep turun temurun, aman sesuai dengan syarat yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Sementara Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah bahannya berasal dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan maupun mineral, proses pembuatannya lebih komplek. Memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan ekstrak dan utamanya perlu uji klinik untuk pembuktian ilmiah.
Mengenai standar kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis, uji toksisitas akut maupun kronis. Dan fitofarmaka merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis dan aman bagi manusia.
Saat ini Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI sedang mencanangkan Prioritas Riset Nasional Bidang Kesehatan OHT dan Fitofarmaka dengan menggunakan formulasi jahe merah dan rosella sebagai antihipertensi. Dan dalam masa pandemic formulasi jahe merah juga dipakai untuk membantu mengatasi wabah coronavirus.
”Secara umum, jahe merah melalui efek anti inflamasi dan anti oksidan jahe merah untuk membantu meredakan peradangan berlebihan dalam parenklim paru-paru yang ditumbuhkan oleh infeksi virus selain itu juga jahe merah juga memiliki aktivitas sebagai immunomodulator pada respon immune. Biodiversitas Indonesia sangat kaya tidak hanya jahe merah yang bermanfaat untuk meningkatkan imun seseorang tetapi masih banyak lagi seperti sambiloto, meniran, sembung dan cordyceps yang digadang menjadi kandidat immunomodulatory dari biodiversitas Indonesia dalam penanganan Covid-19.
Teknologi yang dikembangkan LIPI dengan tujuan untuk konservasi dan pemanfaatan kekayaan keanekaragaman sumber daya hayati asli Indonesia yang berasal dari berbagai daerah dan berbagai ekosistem untuk menunjang konservasi lingkungan dan pertanian berkesinambungan (khususnya pertanian tanaman rempah/herbal).
Tren positif pertumbuhan pasar dalam negeri ini selain sebagai dampak bertambahnya jumlah penduduk, karena bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat. Untuk menangkap potensi pasar ini, Indonesia perlu menambah industri-industri pengolahan.[*]