Penulis: Andriana Wahyu Hartanti, S.Pd*
“Ada saatnya kita merasa paling tak berdaya di dunia ini karena kehidupan tak seperti yang kita harapkan…. tapi percayalah Tuhan punya rencana indah apabila kita percaya bahwa bersamaNya kita selalu di jalan yang indah “
Ayah, Mengapa Aku Berbeda ? Sebuah kalimat yang tentunya tidak asing bagi pembaca blokTuban.com. Ya karena memang kalimat tersebut sengaja penulis ambil dari judul sebuah novel karya Agnes Danovar yang telah pula diangkat menjadi film layar lebar.
Kisah inspiratif tentang perjuangan seorang anak berkebutuhan khusus tuna rungu wicara dan sebuah sekolah yang sejatinya sudah melaksanakan pelayanan pendidikan inklusif. Meskipun pada masa itu belum digaungkan tentang apa dan bagaimana sesungguhnya pendidikan inklusif itu.
Diceritakan tentang Angel yang dilahirkan premature dan kemudian ibunya meninggal dunia saat persalinan. Akibat dari kelahirannya yang belum genap bulannya, Angel kemudian tumbuh menjadi seorang anak penyandang kebutuhan khusus dengan hambatan tuna rungu wicara. Yaitu kondisi yang digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana seorang individu kehilangan fungsi pendengaran (sepenuhnya atau sebagian).
Tuna rungu atau bahasa sekarang yang lebih halus adalah kesulitan mendengar, menggambarkan derajat kehilangan pendengaran (berkisar dari ringan ke parah) dimana seseorang biasanya menerima manfaat dari amplifikasi.
Kebanyakan orang yang kesulitan mendengar adalah oralis (berkomunikasi dengan menggunakan suara mereka), walaupun sejumlah kecil diantaranya belajar bahasa isyarat. Biasanya mereka ikut serta di masyarakat dengan menggunakan sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar, membaca ujaran, dan alat-alat bantu untuk memfasilitasi komunikasi.
Sesungguhnya seorang yang mengalami hambatan tuna rungu wicara tidaklah berintelegensi jelek atau dibawah rata-rata, banyak dari mereka yang ber IQ dan memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi sama halnya dengan orang lain pada umumnya.
Pentingnya intervensi dini dan tepat untuk anak-anak ini adalah dikarenakan tidak diidentifikasi lebih awal dan tidak diberikan layanan yang tepat maka akan memerlukan waktu yang lebih lama bagi anak untuk menjalani masa sekolah di SLB (Sekolah Luar Biasa) atau sekolah khusus yang memang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus.
Mereka akan tertinggal perkembangannya pada saat sekolah dan mungkin setelahnya. Bahkan anak-anak dengan gangguan pendengaran ringan sekalipun dapat kehilangan banyak informasi dan diskusi lisan di kelas jika kita tidak menyadari hambatan pendengaran yang mereka alami dan mengubah cara kita dalam dan berinteraksi dengan mereka mengajar. Sehingga akan muncul label pada mereka sebagai anak dengan “ perilaku bermasalah “.
Memang, anak-anak tuna rungu memiliki modus dan cara komunikasi yang berbeda yaitu pada komunikasi lisan atau manual. Komunikasi lisan meliputi bicara (komunikasi vocal atau verbal), membaca bibir dan penggunaan sisa pendengaran. Komunikasi manual mencakup bahasa isyarat dan finger spelling (isyarat alphabet menggunakan jari).
Dan tidak jarang anak-anak tuna rungu menkombinasikan keduanya baik komunikasi lisan maupun manual yang digabungkan dan kita kenal dengan sebutan komunikasi total. Sedangkan bahasa isyarat adalah merupakan bahasa pertama bagi anak-anak tuna rungu.
Gerakan tubuh atau body language merupakan sarana komunikasi pertama bagi sebagian besar anak. Setiap bahasa memiliki bahasa isyarat tersendiri dan juga terdapat dialek bahasa isyarat untuk bahasa tersebut. Struktur tata bahasa dan kalimat bahasa isyarat berbeda dengan bahasa lisan, bahasa isyarat memiliki aturan sendiri dalam fonologi, morfologi, sintaksis, dan pragmatik. Finger spelling (isyarat alphabet menggunakan jari) dapat digunakan dengan satu atau dua tangan. Finger spelling ini digunakan digunakan untuk menyebutkan nama-nama orang atau tempat yang tidak memiliki nama isyarat. Namun bahasa yang menggunakan karakter bukan huruf tidak mempergunakannya.
“ Aku memang berbeda, tak seperti manusia lain. Tuhan memberiku dunia yang hening, dan ternyata keheningan adalah pemberian yang terbaik Tuhan bagiku. Dalam hening aku belajar menghargai warna hingar bingar dunia, dalam hening aku belajar untuk tidak merasa sepi. Karena hening tidak harus sunyi, karena hening bukan berarti sendiri “[*]
*Penulis Guru SDK Santo Petrus Tuban