Gara-Gara Kucing

Penulis: Sri Wiyono

blokTuban.com – Satu lagi kejadian lucu yang dialami kawan santri kita. Sebut saja Zaid. Menyebut nama Zaid ini, saya jadi teringat guru agama saya pas di SD dulu. Setiap memberi contoh seseorang pasti nama Zaid kalau laki-laki. Hehehe

Gini ceritanya; Zaid kebetulan duduk di bangku madrasah aliyah (MA) yang berada di lingkungan sebuah yayasan di Kabupaten Tuban. Yayasan ini juga mengelola pondok pesantren. Pondok pesantren ini cukup mentereng, dengan Kiai pengasuhnya yang terkenal dan disegani. Zaid sekaligus nyantri di pesantren tersebut.

Namanya anak muda, meski hidup di lingkungan pesantren yang ketat, namun Zaid tetap kenal pacaran. Dia punya pacar temannya di satu aliyah. Meski jarang ketemu, namun tali hubungan itu nampaknya erat.

Suatu hari, datang adik laki-laki pacar Zaid ke asrama santri putra. Sang adik mengadu karena gagal ketemu kakaknya untuk memberikan kiriman. Sebab, sang kakak sedang berkegiatan di luar pondok. Begitu sang adik selesai cerita, dengan sok pahlawan Zaid langsung memberi solusi.

‘’Sudah kamu pulang saja, biar nanti Kak Zaid yang memberikan kiriman itu ke kakakmu,’’ ujar Zaid.

‘’Beneran Kak. Kan santri putra gak boleh masuk kompleks santri putri,’’ tanya sang adik meragukan.

‘’Sudah, kamu percaya saya. Pasti beres,’’ jawab Zaid yakin.

Mendapat tugas itu, hati Zaid berbunga-bunga. Dia sudah membayangkan bisa ketemu dengan sang pacar. Zaid senyum-senyum sendiri, sambil menimang-nimang bungkusan yang harus dia sampaikan.

Misi dimulai. Malam-malam Zaid keluar dari kompleks santri putra. Zaid melewati masjid. Di sana Zaid harus menjelaskan niatnya pada beberapa santri yang bertanya, kenapa mau ke kompleks santri putri.

Semakin dekat kompleks santri putri, rasa dag dig dug semakin besar. Antara senang dan takut. Senang akan ketemu pacar, dan takut ketemu pengurus pondok, karena diam-diam menyelinap ke kompleks santri putri. Jika ketahuan maka takzir (hukuman) sudah menanti.

Untuk mencapai kompleks santri, Zaid harus melewati ndalem, yakni rumah yang ditinggali Kiai pengasuh pondok. Detak jantungnya makin kencang. Dia berjalan pelan-pelan sambil membungkuk agar tidak ketahuan pengurus yang tinggal di lantai atas.

Hingga tiba-tiba, ’’Hushhh..... !! ‘’ terdengar suara keras Sang Kiai pengasuh pesantren.
Bukan hanya bentakan, Sang Kiai juga nampak keluar ndalem dengan setengah berlari. Di tangannya menenteng sapu.

Dada Zaid rasanya pecah. Kaget bukan kepalang. Beruntung dia tidak pingsan di tempat. Dengan sekuat tenaga dia lari menjauh dan halaman ndalem. Zaid langsung menuju ruang belakang pondoknya. ruagan itu, biasanya digunakan masak. Di sana Zaid minum air banyak sekali.

Nafasnya ngos-ngosan. Keringatnya bercucuran, wajahnya pucat. Pertanyaan santri lain yang kaget dengan tingkahnya belum mampu dia jawab. Dia merasa sudah ketahuan dan bakal menerima hukuman.

‘’Saya diobrak Mbah (panggilan santri pada kiainya),’’ ucap Zaid masih dengan nafas yang tersengal-sengal.

Mendengar itu, kontan para santri lain tertawa terbahak-bahak. Di tambah santri-santri lain kompleks yang juga datang mendekati Zaid. Karena ingin tahu Zaid berlari kencang sekali dari arah ndalem. Mereka tertawa tak berhenti-berhenti, ketika tahu kebenarannya.

Zaid semakin bingung.

‘’Hahaha...kamu ketipu, Mbah tadi tidak ngobrak kamu. Tapi ngobrak kucing yang masuk ndalem. Tadi, kucingnya berlari lewat depan kamar kami,’’ jelas salah satu santri masih dengan tawa yang berderai.

Sadar dengan apa yang terjadi, mendadak rasa kagetnya hilang, meski keringatnya masih bercuruan.

Dan Zaid pun ikut tertawa, ‘’Hahahahahaha....., apes mau ketemu pacar gagal, gara-gara kucing,’’ gerutunya.(*)