Dipanggil Saksi Pencemaran Nama Baik, Sejumlah Wartawan Menolak

Reporter: Dwi Rahayu

blokTuban.com - Sejumlah wartawan dari beberapa media di Kabupaten Tuban mendapat panggilan dari penyidik Polres Tuban. Mereka diminta datang pada Kamis (8/3/2017) besok buat menjadi saksi kasus pencemaran nama baik.

Pemanggilan itu diduga bermula ketika sejumlah wartawan mengikuti press release yang digelar Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR), Selasa (21/2/2017) lalu, yang menduga ada kesalahan prosedur penanganan kasus anak di bawah umur oleh penyidik dari Polsek Parengan. Kanit Reskrim Polsek Parengan, Karsojo, menyebut hal itu tidak benar dan melaporkan KPR dengan tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik.

Kasubbag Humas Polres Tuban, AKP Elis Suendayati, membenarkan pemanggilan empat wartawan. Data yang diterima blokTuban.com, mereka yang dipanggil adalah Nonok (Moch Sudarsono) dari blokTuban.com, Khusni Mubarok dari JTV, Harmini dari Kabartuban.com, dan juga Pipit Wibawanto dari MNC Media.

Elis menjelaskan, sesuai yang tertera pada surat tersebut atas pertimbangan untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana, perlu memanggil seseorang untuk didengar keterangannya.

"Nanti mereka ditanya apa betul ada rilis?, kemudian rilisnya berbunyi apa?," kata Elis melalui sambungan telepon, Rabu (8/3/2017).

Saat ditanya soal kenapa surat hanya ditujukkan pada empat wartawan dari empat media, ia menjawab saksi kali ini tentu ada perkembangan di tahap berikutnya. Setelah itu, ketika diketahui ada media lain yang turut hadir, petugas juga akan melakukan pemanggilan lagi.

Sejumlah wartawan yang dipanggil penyidik Polres Tuban mengaku tidak akan mendatangi panggilan itu. Sebagian bahkan menyesali adanya pemanggilan yang dilakukan kepada wartawan ketika melakukan tugas jurnalistik.

"Saya tidak akan datang, selanjutnya sudah saya serahkan kepada perusahaan," kata Moch Sudarsono, Jurnalis blokTuban.com.

Khusni Mubarok, wartawan Jtv yang juga menerima panggilan penyidik menegaskan apa yang dilakukan penyidik terkait menjadikan seorang wartawan sebagai saksi dalam kasus ini adalah salah. Alasannya, apa pun yang diketahui wartawan bisa dilacak dari berita yang ditulis.

"Yang bisa dipanggil penyidik adalah pemimpin redaksi dari media yang memberitakan, bukan wartawannya," katanya kepada blokTuban.com.

Barok menjelaskan, penugasan dan berita yang diketahui wartawan telah dilaporkan sebagai berita yang terbuka kepada publik. Semua pekerjaan jurnalis sepatutnya juga sudah diketahui pemimpin redaksi.

Kemudian, bila ada wartawan dipanggil polisi untuk dimintai keterangan sebagai saksi, bisa bersurat kepada Dewan Pers dengan melampirkan surat panggilan. Dewan Pers akan menyurati pemimpin redaksi yang bersangkutan dan penyidiknya sekaligus

"Jadi, pemanggilan oleh polisi kepada wartawan yang diminta jadi saksi seharusnya ditujukan kepada pemimpin redaksi atau penanggung jawab, bukan langsung kepada wartawan berstatus bawahan," tambahnya.

Barok mengutip Peraturan Dewan Pers Nomor 05/Peraturan-DP/IV/2008 tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan: "Dalam Perkara yang Menyangkut Karya Jurnalistik, Perusahaan Pers Diwakili oleh Penanggung Jawabnya; dalam Kesaksian Perkara yang Menyangkut Karya Jurnalistik, Penanggung Jawabnya Hanya Dapat Ditanya Mengenai Berita yang Telah Dipublikasikan. Wartawan dapat menggunakan Hak Tolak untuk melindungi sumber informasi.

Ditambahkan dalam penjelasan Pasal 12 UU Pers, yang dimaksud penanggung jawab adalah penanggung jawab perusahaan yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. Biasanya pemimpin redaksi merangkap sebagai penanggung jawab.

"Jelaslah, penyidik tak usah repot-repot memanggil wartawan sebagai saksi. Sebagai contoh, dalam kasus pencemaran nama baik, penyidik cukup menjadikan karya jurnalistik sang wartawan yang sudah dipublikasikan melalui media cetak, media penyiaran, dan media siber atau media online sebagai alat bukti untuk memprosesnya," ujarnya

Seumpama ada polisi yang bersikeras menjadikan wartawan sebagai saksi, lanjutnya maka sang wartawan bisa menggunakan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Koordinasi dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers.

Barok menilai, pencemaran nama baik yang dicantumkan dalam dakwaan pihak kepolisian kepada terlapor juga tidak jelas. Apakah pencemaran nama baik saat statement pada berita yang telah diterbitkan atau ditayangkan media massa, atau saat pers rilis yang dilakukan KPR

"Kalau pemanggilan saya terkait berita yang telah tayang, pihak polisi harus memahami pernyataan yang saya jelaskan di atas," kata Barok.

"Sedangkan jika pencemaran nama baik dinilai petugas dilakukan saat press release, saya nyatakan tidak bersedia menjadi saksi. Mengingat saya juga berhak menjaga kredibilitas saya sebagai wartawan profesional dan harus tetap netral dengan narasumber saya," kata Barok.

Pipit Wibawanto, jurnalis MNC Tv sekaligus Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tuban, saat ditanya soal surat pemanggilan yang ditujukkan pada beberapa wartawan usai mengikuti press release, dia menekankan wartawan dalam masa penugasannya dilindungi oleh Undang-Undang 40 tahun 1999 tentang Pers.

"Di situ wartawan harus bisa menjaga rahasia narasumber. Selain itu selagi wartawan tidak masuk dalam perkara maka dia berhak menolak pemanggilan sebagai saksi," tandasnya. [dwi/col]