Gerakan Tuban Menulis Bedah Buku Mitos Tambang untuk Kesejahteraan

Reporter: Dwi Rahayu

blokTuban.com - Kepedulian akan tanah air utamanya di wilayah Tuban seakan berdenging siang ini, Sabtu (7/1/2017). Soal agraria hingga pertambangan baik di tingkat nasional ataupun lokal dikupas tuntas dalam agenda Tadarus Buku karya Hendra Try Ardianto, 'Mitos Tambang untuk Kesejahteraan'.

Agenda yang digawangi sejumlah penulis dan akademisi yang tergabung dalam komunitas Gerakan Tuban Menulis tersebut cukup apik. Berbagai pandangan dan pengetahuan terkait agraria dan pertambangan yang melibatkan sosial hingga lingkungan menjadi menu utama pokok pembahasan.

"Di luar Tuban, orang menganggap warga Tuban hidup sejahtera di lingkungan industrial," kata Hendra kepada peserta yang datang.

Dalam memdedah buku terbitan Research Center for Politics and Government (PolGov) itu, Hendra selaku penulis menyajikan karya yang merupakan analisis kebijakan pertambangan di Indonesia. Pada wilayah Tuban sendiri pun tidak jauh berbeda bila dilihat dari sisi agraria dan kegiatan pertambangan.

Secara garis besar, buku ini menekankan bahwa "janji kesejahteraan" yang diajukan oleh pertambangan masih memihak atau menguntungkan golongan tertentu. Janji yang dimaksud sebenarnya merupakan retorika yang sangat politis.

"Di Indonesia sendiri, awal perusahaan pertambangan masuk pertama pada masa Soeharto (Orde Baru, red), dimana waktu itu PT Freeport sebagai perusahaan pertama yang masuk di tanah air Indonesia," katanya.

Selain itu, ia mengatakan, bagaimana sejauh ini masyarakat yang menjadi bagian wilayah industrialisasi acap kali tidak memperhatikan dampak jangka panjang masuknya industri. Eksploitasi alam yang dilakukan diantaranya empat perusahaan besar atau multinasional di Tuban telah mengancam kehidupan dan bahkan kebahagiaan di masa yang akan datang.

Sementara itu, selaku pembanding dalam acara yang berlangsung di Cafe Nusantara, Jalan Letda Sucipto tersebut, Miftakul Huda mengatakan, masyarakat belum cukup memiliki pengetahuan dan pemahaman adanya industrial.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960, Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria masih belum dipahami masyarakat luas kebanyakan. Misalnya pasal 2 ayat 3 berbunyi, wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.

"Nyatanya, justru angka kemiskinan di Kabupaten Tuban berada di sekitar wilayah tambang (industri, red)," ukap pria yang juga Koordinator Analisis dan Advokasi Anggaran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jatim tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, daerah yang masuk peta kemiskinan muncul beberapa persolan. Beberapa waktu lalu ada sejumlah demonstrasi digelar masyarakat bawah yang berkaitan dengan adanya industrial. Seperti peristiwa sengketa tanah yang dipersoalkan warga Desa Gaji Kecamatan Kerek kepada PT Semen Indonesia Tbk dan aksi menuntut kompensasi warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko kepada Operator Minyak dan Gas Bumi (Migas) Blok Tuban, Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB PPEJ).

Agenda rutin Tadarus Buku oleh Gerakan menulis ini membawa misi dalam usaha mencerdaskan masyarakat. Melalui diskusi yang sebagian besar menghadirkan penulis sekaligus membedah buku menjadi alternatif menambah wawasan dan pengetahuan.

"Yang pasti lewat Tadarus Buku kita membudayakan literasi di Tuban," terang Ketua Gerakan Tuban Menulis, Mutholibin.

Menurutnya, dalam edisi membedah Buku Mitos Tambang Untuk Kesejahteraan guna menyadarkan bahwa kesejahteraan masyarakat dalam lingkungan industri perlu adanya. Karena indikator keberhasilan berjalannya industrial dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lainnya. [dwi/rom]