Oleh: Wildan Prasetyo Aji
"Mati Ketawa ala Refotnasi Menyorong Rembulan" merupakan sebuah buku besutan Emha Ainun Nadjib atau yang lebih di kenal dengan sebutan “Cak Nun“. Buku ini merupakan rekaman upaya-upaya dan dialog yang dilakukannya dan para tokoh reformis lainya dengan pemerintahan dalam membuka jalan menuju Indonesia yang lebih demokratis.
Seseorang bisa mengerti isi buku ini dan buku lainnya yang ditulis oleh Emha Ainun Nadjib dengan hanya membaca judul-judulnya. Buku ini mengajak para pembacanya mengetahui konflik yang terjadi selama masa reformasi dan sesudah reformasi terjadi. Menurutnya, demokrasi di Indonesia kurang bisa terlaksana. Oleh karena itu, Cak Nun mengajak untuk mengatahuinya dan juga membantu merubah Indonesia menuju Indonesia yang maju serta terlaksananya demokrasi dengan benar, tidak ada penyalahgunaan kekuasaan dan kepemimpinan.
Buku ini menceritakan kegagalan-kegagalan reformasi yang dilakukan Indonesia. Dari kata pengantar yang berisi tentang “ Jangan Gampang Didustai Lagi “ mengarah kepada kebingungan tentang demokrasi atau perpecahan karena sudah terlalu banyak partai yang sudah berdiri di Indonesia kalau dibiarkan seperti ini Indonesia akan mudah terpecah dan menunjukkan tidak kedewasaan.
Lebih jauh, buku ini membahas kegagalan Indonesia sebagai negara demokrasi yang mengindikasikan apatisme rakyat terhadap pemerintahan yang berkuasa, apalagi dengan perpecahan yang kian tampak. Cak Nun mencontohkan tentang kesejahteraan para petani di Indonesia yang seyogyanya adalah negara agraris. Dengan goresan sindiran Cak Nun berkata:
“Petani Indonesia adalah GOLONGAN PERTAMA YANG MASUK SURGA. Dan, yang paling akhir masuk surga adalah Presiden dan MPR. Kalau para petani mogok kerja, apa yang akan di-badog orang-orang atas di Jakarta sana? Jadi, siapakah pahlawan sejati bangsa Indonesia? Jelas Pak Tani“ (halaman 3).
Sebagai gambaran kalau para petani di Indonesia kurang mendapatkan perhatian. Kata-kata Emha Ainun Nadjib yang menggambarkan bahwa gagalnya reformasi yang dilakukan oleh negara kita ini tertuangkan di halaman 101 yang bertuliskan“ Jawaban idealnya: karena perjalanan reformasi ini sendiri MEMANG TANPA KONSEP. Bahkan, tanpa ilmu. TANPA FALSAFAH. Tanpa rujukan etika dan moral. TANPA WACANA SEJARAH. TANPA KEPEMIMPINAN yang dewasa dan arif.Yang penting, teriak, memaki, menggayang, menjatuhkan, mangamuk, dan bingung sendiri.“
Jadi, menurutnya Indonesia melakukan reformasi hanya asal-asalan dan tidak memperhatikan sebab akibat karena reformasi yang disebutnya seperti di atas “ TANPA KONSEP “.Emha AInun Nadjib juga menyelipkan tentang keagamaan dan bagaimana kita menghadapi suatu masalah dengan cara beribadah seperti pada sub temanya ia selalu menuliskan dengan judul yang lebih mengena pada kata-kata agama, dan juga ada satu sub bab yang menceritakan sedikit kejadian hidupnya juga. Ia juga mengajak kita agar kita saling menghormati antar umat beragama dan tak mudah terpecah oleh pihak-pihak yang ingi menghancurkan Indonesia.
Menurut saya buku ini sangat menarik karena menggunakan bahasa yang asik seperti bahasa Jawa yang dipadukan dengan bahasa Indonesia dan jugal sub tema dari bab-babnya juga menarik. Selain itu, gambar sampul buku yang menarik dengan gambar tokoh pewayangan yang menggambarkan pada zaman pewayangan lebih sering terjadi peperangan. Di zaman sekarang Indonesia juga kembali seperti zaman dahulu, perang ideology dan kekuasaan.
Namun, karena banyaknya Bahasa Jawa, jelas buku ini juga akan sulit dipahami oleh orang yang bukan orang Jawa. Di sisi lain, banyak pula kata-kata yang berkonotasi jelek dan terlalu kasar seperti kata badog dan taek.
Mengenai alur dari isi buku ini juga membuat bingung pembaca karena perumpamaanya dari suatu sub bab tau suatu konflik yang ada di dalam buku ini terlalu rumit untuk dipahami. Penjelasan tentang sub bab permasalahan atau yang sedang digambarkan oleh Emha Ainun Nadjib terlalu rumit sehingga membuat pembacanya merasa kesulitan dan perlu konsentrasi bahkan perlu mengulang untuk membaca dan memahami inti yang dari dibacanya seperti sub tema pada bab I pada bagian “ Bola Bola Ojo Dumeh “ dalam sub tema ini ia menggambarkan persamaan dan perbedaan sepak bola dengan bola basket yang dihubungkan dengan reformasi di Indonesia.
Selain itu, seharusnya warna kertasnya jangan kuning lebih baik warna putih karena terlihat seperti buku lama yang kertasnya sudah kusam, warna kertas sampul dengan warna kertas untuk isi buku seharusnya juga sama dibuat semenarik mungkin. Agar si pembaca tidak merasakan malas membaca setelah membuka isi halaman buku. Jika ingin mempromosikan suatu buku yang berbeda judul jangan ditaruh di halaman paling belakang buku, jika yang dicantumkan sudah buku terbitan lama.
Judul :Mati Ketawa ala Refotnasi Menyorong Rembulan
Penulis :Emha Ainun Nadjib
Cetakan :Pertama, JunI 2016
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Tebal : 194 Halaman
Nama : Wildan Prasetyo Aji
NIM/kelas : 201610080311027/1A
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas : Muhammadiyah Malang