Melihat Bank Sampah di Desa Penghasil Minyak Mentah

“Deretan loji, atau bangsal pekerja minyak masih sangat mudah ditemukan di desa ini. Ditambah sumur angguk yang memuntahkan emas hitam dari perut bumi. Desa Banyuurip, Kecamatan Senori, merupakan saksi sejarah eksploitasi migas di Kabupaten Tuban, bahkan di Indonesia,”

Reporter: Moch Nur Rofiq, Edy Purnomo

blokTuban.com – Berada di desa ini, kita akan akrab dengan dengung sumur angguk merek Thomason peninggalan Belanda. Di masa Ratu Wilhemina berkuasa, negara Kincir Angin tersebut sangat berkepentingan menguasai Desa Banyuurip sebagai salah satu desa penghasil minyak mentah.

Sampai sekarang, sisa peninggalan Belanda ditempat tersebut masih terlihat. Selain sumur angguk yang masih beroperasi, keberadaan loji atau bangsal pekerja minyak masih berdiri tegak ditempat itu. Meskipun warna temboknya sudah memudar dimakan usia.

Di antara bising suara mesin angguk, lingkungan di desa ini seolah bersih tanpa sampah. Hal itu karena aktivitas baru yang dirintis beberapa perempuan disana. Sejak Februari 2014 silam, mereka mendirikan Bank Sampah Delima untuk memilih dan memilah sampah agar lebih mempunyai nilai.

“Jadi sampah bisa ditabung, tidak uang saja,” jelas Supriyati (50), salah satu penggagas bank sampah di Desa Banyuurip.

Kata itulah yang dipergunakan Supriyati bersama teman-temannya untuk menarik masyarakat agar mau bergabung dan menjadi angggota bank sampah. Awalnya memang hanya sebagian yang tertarik, namun setelah melihat manfaatnya, sekarang anggota dan aset mereka terus bertambah.

Bank Sampah Delima tidak berdiri dengan mudah. Supriyati, yang juga ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Desa Banyuurip dan beberapa perempuan disana tergerak karena lingkungan kotor. Setelah mempunyai kesempatan langsung melihat pengelolaan bank sampah di suatu tempat bersama teman-temannya, dia langsung mempraktekkannya meski dengan segala keterbatasan.

Awalnya cukup sulit, karena penggerak dan pengurus bank sampah hanya sedikit. Pengurus bahkan rela dari pintu ke pintu memungut sampah milik anggota. Kegiatan tersebut terus dilakukan meskipun mereka tidak mempunyai gaji.

Setelah dua tahun dijalani, geliat bank sampah di Desa Banyuurip mulai terlihat manfaatnya. Selain lingkungan bersih, ekonomi anggota juga ikut terdongkrak. Melihat manfaat yang besar, warga desa berbondong-bondong dengan mendaftarkan diri menjadi anggota.

“Sekarang anggotanya sudah mencapai 200 orang,” jelas Supriyati, ketika ditanya di bulan Agustus 2016.

Pertambahan anggota terjadi setiap minggu. Persyaratannya mudah, cukup datang ketempat Bank Sampah Delima dan mendaftar, warga sudah bisa ikut segala aktivitas didalamya. Untuk tabungannya ada empat macam yang disediakan, yaitu Simpanan Wajib, Pokok, Jimpitan, dan Simpanan hari raya.

Selain berdaya untuk anggota, Bank Sampah Delima juga sudah bisa menyalurkan bantuan ke yatim piatu, dhuafa, dan fakir miskin. "Dari hasil uang sampah, kita bisa bantu 32 orang untuk keperluan hidupnya," imbuhnya.

Ketua Bank Sampah, Anazilatul Muhlishoh, menjelaskan perkembangan anggota diikuti dengan pertambahan aset. Terakhir, aset bank sampah ini sudah mencapai sekitar Rp165 juta lebih pada tutup buku lebaran Idul Fitri pada bulan Juni 2016 kemarin.

“Modal aset kelompok, Alhamdulillah terus mengalami pertambahan,” terang Ana.

Anggota dan modal aset yang bertambah, tidak membuat perintis dan pengurus bank sampah merasa puas. Mereka berkeinginan merambah ke program simpan pinjam. Mereka ingin bisa membentuk koperasi sendiri, sehingga bisa menyediakan modal bagi dan lebih memberi manfaat untuk anggota dan warga.

“Semoga koperasi yang sekarang dirintis mempunyai legalitas dan badan hukum, supaya kita bisa lebih memberdayakan masyarakat dengan program-program lain,” jelas Ana. [fiq/pur/ito]