Reporter: Edy Purnomo
blokTuban.com - Beberapa sumber menyebut, Letnan Dua (Letda) Soetjipto memimpin operasi wilayah Batalyon 17 untuk mempertahankan Tuban dari cengkeraman penjajah Belanda. Usai mendengar informasi adanya rencana Belanda yang akan menyerang pusat pemerintahan di Montong melalui Cepu, Letda Soetjipto memutuskan untuk melakukan penghadangan di wilayah Kecamatan Senori.
Bersama pasukannya, dia melalui jalan pintas dari Dusun Koro, Desa Pongpongan, Kecamatan Merakurak, langsung mengambil rute beberapa desa di Kecamatan Kerek, diantaranya Desa Padasan, Desa Margomulyo, Desa Jarorejo, Desa Hargoretno, Desa Tengger Wetan, Desa Nglunde, dan Desa Sidonganti. Kemudian, perjalanan mereka sampai di Desa Guwoterus, dilanjutkan ke Singgahan dan sampai di Kecamatan Senori.
Sesampai di wilayah Senori, pasukan yang dibawa Letda Soetjipto bergabung dengan pasukan Hisbullah. Mereka menyiapkan penghadangan ketika Belanda sampai di Dusun Tapen, Desa Sidoharjo, Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban. Lokasi pertempuran ini masih bisa ditandai dengan adanya tugu banteng, berada di perbatasan Dusun Tapen dengan Dusun Punten, Desa Binangun, Kecamatan Singgahan.
Cerita pejuang Letda Soetjipto masih melekat di kalangan orang tua sekitar tempat dia gugur. Sowi Kromo, warga Dusun Punten, Desa Binangun misalnya, pria yang ditaksir berusia sekitar 90 tahun itu masih mengingat betul Dusun Tapen memang tempat yang sering menjadi sasaran aksi penjarahan Belanda dan para centengnya.
"Kalau sudah ada suara tembakan, warga sekampung pasti lari mengungsi," kata Kakek ini, yang dibenarkan oleh istrinya, Suratmi, yang juga masih mengingat peristiwa penjajahan di daerah Senori.
Baca juga [Bantai Penjajah di Mondokan dan Merakurak]
Sowi Kromo, di era Agresi Militer Belanda I dan II mengaku sudah menikah. Dia adalah warga biasa yang mempunyai tugas mengambil pasokan makanan dari Desa Sendang, Kecamatan Senori, untuk pasukan pejuang yang mempunyai pos di kampungnya. Salah satu pos pertahanan para pejuang memang berada di Dusun Punten, Desa Binangun, yang berada di sisi utara Dusun Tapen, Desa Sidoharjo, Kecamatan Senori. Dusun Tapen merupakan akses tentara Belanda dari wilayah Desa Banyuurip, Kecamatan Senori, ataupun dari wilayah Cepu (Jawa Tengah).
"Jadi yang sering didatangi Belanda itu ya Dusun Tapen, tapi pasukannya ada di sini (Dusun Punten Desa Binangun) yang selalu siap melakukan penghadangan," jelas Sowi Kromo menggunakan bahasa jawa.
Dusun Punten sudah sering dijadikan markas dan pos pertahanan pejuang. Kakek ini masih mengingat beberapa nama pejuang, seperti Muntahar, Kasbullah, Mudiono, dan juga Bejo. Letda Soetjipto datang setelah nama-nama itu bergeser ke lokasi lain. Di kalangan warga, Letda Soetjipto dikenal sebagai sosok yang trengginas dan tidak kenal takut. Pernah dikepung pasukan Belanda ketika bersembunyi di semak-semak, tapi bisa lolos dan seolah raib begitu saja.
Gugurnya Letda Soetjipto masih terpatri kuat diingatan Sowi Kromo dan istrinya, Suratmi. Pada suatu siang, musim menunggu bulir padi berisi, pasukan tentara Belanda terlihat kembali di Dusun Tapen. Saat itu pos pertahanan di Dusun Punten sedang kosong, sehingga Letda Soetjipto bersama dengan teman-temannya langsung melakukan penghadangan pasukan Belanda yang ada di barat daya. Tapi apa daya, setelah melakukan pertempuran sengit, Letda Soetjipto gugur bersama tiga temannya.
Belum diketahui secara jelas dengan cara bagaimana pahlawan bangsa ini gugur. Sowi Kromo mengaku dia bersama warga lain yang mengevakuasi keempat jenazah. Ada yang menyebut kematian para kusuma bangsa itu karena ulah jawal (sebutan untuk orang jawa yang menjadi penghianat). Juga ada yang menyebut mereka dibunuh dengan ditembak dari belakang, ketika berkonsentrasi menghadang serangan Belanda yang datang dari arah barat daya, yakni Dusun Tapen.
"Mungkin saja dibunuh dari belakang ketika perang. Warga sini yang mengambil mayatnya untuk dimakamkan setelah pertempuran selesai," terang Sowi Kromo.
Letda Soetjipto meninggal dunia dengan kondisi tengkurap di pinggir area persawahan. Selain itu jenazah dua orang temannya bahkan dibenamkan ke dalam lumpur oleh para pasukan Belanda, kemudian ditinggal pergi. Jenazah kemudian dirawat para warga, dan sebelum dipindah di Taman Makam Pahlawan, empat pejuang itu dimakamkan di Desa Saringembat, Kecamatan Singgahan, yang sekarang menjadi SDN Saringembat dan jalannya diabadikan menjadi Jalan Letda Soetjipto. Lokasi gugurnya Letda Soetjipto ditandai dengan keberadaan dua Tugu Banteng, yang ada di perbatasan Dusun Tapen dan Dusun Punten. Di tugu tersebut, tertera tulisan 'DITEMPAT INI LETNAN SOETJIPTO GUGUR SEBAGAI KUSUMA BANGSA TGL 8 MARET 1989'. Selesai. [pur/rom]
*Data di tulisan ini berasal dari dokumen milik Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Kabupaten Tuban dan penuturan kisah dari warga sekitar pertempuran.
*Foto Tugu Banteng, yang ada di perbatasan Dusun Tapen dan Dusun Punten. Di tugu tersebut, tertera tulisan "DITEMPAT INI LETNAN SOETJIPTO GUGUR SEBAGAI KUSUMA BANGSA TGL 8 MARET 1989".