
Reporter : Wiyono
blokTuban.com - Majalis Hakim (MH) yang menyidangkan perkara gugatan terhadap pengurus dan penilik Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) atau Klenteng Kwan Sing Bio Tjoe Ling Kiong Tuban diselesaikan secara internal tanpa melalui jalur hukum.
Karena itu, pada sidang mediasi ketiga yang digelar Rabu (6/8) tersebut, Majelis Hakim menunjuk mediator untuk memediasi penggugat dan tergugat dalam perkara tersebut. Diharapkan, perkara gugatan tersebut segera selesai.
Hal itu disampaikan Nunuk Fauziyah Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) KP.Ronggolawe dalam rilis resminya yan diterima media ini Kamis (7/8) sore. Dalam perkara ini, LBH KP.Ronggolawe ditunjuk untuk memberikan pendampingan hukum terhadap tergugat.
Nunuk menyampaikan fakta dalam persidangan mediasi ketiga gugatan dari Wiwit Endra Setijoweni dkk terhadap Go Tjong Ping dan Tang Min Ang dkk dilaksanakan pada tanggal 06 Agustus 2025 pukul 11.30 WIB di ruang sidang Garuda Pengadilan Negeri Tuban.
Sidang dipimpin oleh I Made Aditya Nugraha, S.H, M.H sebagai Ketua Majlis, Marcellino Gonzales Sedyanto Putro, S.H., M.Hum., LL.M.,Ph.D dan Duano Aghaka, S.H., M.H sebagai hakim anggota serta Devy Artha Yunita, S.H sebagai Panitera.
Kedua belah pihak hadir dalam persidangan 3 Penggugat dan kuasa hukum yaitu Sutanto Wijaya, S.H dkk, 13 Tergugat dan kuasa hukum Suwarti dan Choril Aziz, Selain para pihak yang berperkara, para umat klenteng juga turut hadir dalam persidangan untuk memberikan dukungan agar perkara diselesaikan secara medias. Dan ingin menunjukan tidak ada pelanggaran AD/ART dalam proses pemilihan sehingga tidak perlu penyelesaian di PN.
Mereka memberikan pesan dan mengajak kepada ketiga penggugat untuk berdamai dan permasalahan diselesaikan internal umat klenteng jangan dilakukan melalui jalur hukum karena musyawarah umat adalah keputusan tertinggi dalam AD/ART.
Pengurus dan penilik telah dipilih oleh umat dan direstui oleh Kong Co melaui ritual Pwak Pwee, akan tetapi masih digugat di PN Tuban. Besar harapan para umat yang hadir pada persidangan agar Majlis Hakim mendamaikan kedua belah pihak dengan mediasi tidak dilanjutan persidangan.
Sidang dibuka oleh Ketua Majlis. Majlis memberikan pesan kepada kedua belah pihak agar perkara diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Hal ini berdasarkan pada butir-butir pancasila sila pertama dan keempat. Sila pertama tenang ketuhanan, karena perkara yang digugatkan berhubungan dengan tempat peribadatan.
Merujuk pada sila keempat, bahwa melakukan permusyawaratan secara mufakat. Sehingga lebih bijaksana jika permasalahan tentang tempat ibadah ini diselesikan secara internal, kekekuargaan dan perdamaian. Majlis hakim berharap, kedua belah pihak bermusyawah untuk menemukan solusi agar terjadi kesepakatan.
‘’Selanjutnya Ketua Majlis menunjuk mediator dari PN Tuban karena pihak Penggugat maupun Tergugat tidak mengajukan mediator. Ketua Majlis menunjuk Bapak Andi Aqsha, S.H sebagai mediator dalam perkara gugatan ini. Para pihak dan kuasa hukum melakukan mediasi di ruang mediasi yang dipimpin langsung oleh Bapak Andi Aqsha,’’ ujar Nunuk dalam rilisnya.
Hasil dari mediasi, lanjut Nunuk, para pihak diminta untuk membuat tangggapan atau resume perkara yang akan dibahas pada sidang mediasi selanjutnya pada tanggal 13 Juli 2025 . Semua pihak baik para penggugat dan para tergugat diwajibkan datang untuk membahas permasalahan dan mencari solusi terbaik demi tercapainya kebaikan, kerukunan dan perdamaian umat klenteng.
‘’Saat mediasi penggugat sebenarnya sudah menyampaikan resume hasil mediasi namun ditolak mediator. Karena mediator baru ditunjuk dan mediasi baru dilakukan hari itu kok sudah ada resumenya,’’ ungkap Nunuk.
Menurut Nunuk, hasil sidang mediasi ketiga ini seirama dengan hasil rapat kerja Komisi II DPRD Tuban (5/8) yang dipimpin oleh Ketua Komisi II Fahmi Fikroni yang menghadirkan Forkopimda, Kabag Hukum, Kodim, Polres, Kejaksaan, Kesbangpol OPD dan multi-stakeholder.
Rapat tersebut merupakan tindaklanjut hearing LBH KP.Ronggolawe dengan DPRD tanggal 30 Juli 2025. Kesepakatan pertemuan juga menyebut penyelesaian konflik dilakukan secara internal oleh umat tanpa melalui jalur hukum. Pihak luar seperti, profesi, kelompok maupun individu non-umat diharapkan bersikap netral dan mendorong rekonsiliasi.
Perempuan kelahiran Lamongan itu juga membeber kronologi asal muasal gugatan, yakni pada tanggal 8 Juni 2025 telah dilaksanakan pemilihan Ketua Pengurus dan Penilik periode 2025-2028. Tanggal 11 Juni 2025 Ketua Pengurus dan Penilik terpilih mendaftarkan nama perkumpulan dan kepengurusan ke Notaris dan proses verifikasi di Kemenkum HAM.
Pada tanggal 9 Juni 2025, Wiwit Endra Setijoweni melalui kuasa hukumnya Heri Tri Widodo dkk mengirimkan surat permohonan kepada Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI) cabang Tuban untuk tidak memberikan layanan hukum kepada Go Tjong Ping dan Tang Min Ang.
Alasannya, banyak beredar pemberitaan bahwa terbentuknya Pengurus dan Penilik TITD Kwan Sing Bio Tjoe King Liong periode 2025-2028 yang bertentangan dengan AD/ART. Kuasa hukum penggugat telah memberikan somasi kepada Go Tjong Ping dan Tang Min Ang, jika Somasi tidak diperhatikan akan melakukan gugatan kepada pengurus dan penilik periode 2025-2028.
Karena khawatir ketua terpilih Go Tjong Ping dan Tang Min Ang akan mengukuhkan kepengurusan dengan akta notaris, maka kuasa hukum penggugat memohon kepada Ikatan Notaris Indonesia Cabang Tuban memberikan himbauan kepada seluruh anggota untuk tidak memberikan layanan hukum kepada yang bersangkutan mengukuhkan kepengurusan Pengurus dan Penilik klenteng periode 2025-2028 karena dinilai masih terdapat sengketa dan perselisihan hukum.
Dan, pada tanggal 16 Juni 2025 kuasa hukum penggugat juga mengirimkan surat pemberitahuan kepada Kemenag Tuban, isi dari surat adalah bahwa Kepengurusan TITD KSB TKL periode 2025-2028 masih dalam status sengketa hukum dan perkara segera diselesaikan di Pengadilan Negeri Tuban.
Menurut Nunuk, tindakan kuasa hukum Wiwit di poin 2 tidak memberikan cerminan penyelesaian secara musyarakat umat melainkan memilih jalur hukum. Sehingga surat somasi yang dikirimkan tanggal 9 Juni sangat terkesan hanya sebagai formalitas tahapan menempuh jalur hukum tanpa memberikan ruang mempertemuan kedua belah pihak.
‘’Karena paska surat somasi dibalas oleh Go Tjong Ping dan Tan Ming Ang pada tanggal 17 Juni 2025 mereka tidak mendapatkan balasan tetapi malah mendapatkan surat panggilan di PN sebagai tergugat,’’ ungkap Nunuk.
Karena itu, Nunuk menilai, tindakan Wiwit sebagai umat memberikan kesan selalu memicu adanya konflik sesama umat yang tidak pernah menuai hasil kebaikan. Tetapi selalu meninggalkan masalah dari ke tahun ke tahun.
‘’Tindakan kuasa hukum Wiwit terkait permohonan kepada Notaris di poin 3 juga terkesan mempengaruhi dan menghalangi Notaris supaya tidak memberikan layanan hukum. Hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran kode etik advokat dan juga berpotensi melanggar hukum,’’ tandasnya.[ono]