Bendera One Piece dan Mimpi tentang Negeri yang Ideal

Oleh : Sri Wiyono*

ENTAH siapa yang memulai dan menyerukan, tetiba pengibaran bendera One Piece marak dilakukan di hampir di seluruh negeri ini. Pesan berantai melalui media sosial itu pun merambah di Kabupaten Tuban. Seorang pemuda di Kecamatan Kerek, tetiba didatangi aparat TNI, Polisi dan petugas kecamatan gegara mengibarkan bendera One Piece di rumahnya. Setelah melalui diskusi yang tak pendek, pemuda tersebut akhirnya menurunkan bendera yang sudah dia pasang itu.

Apakah One Piece itu? Sebenarnya, One Piece adalah sebuah judul cerita fiksi asal Jepang yang menceritakan perjalanan bajak laut dalam mencari harta karun terbesar yang disebut One Piece. Dan, layaknya bajak laut, maka panji-panji kebesarannya adalah bendera dengan warna dominan hitam bergambar tengkorak dan tulang yang disilang di bawahnya. Begitu juga bajak laut dalam cerita One Piece ini.

Cerita yang ditulis Eiichiro Oda ini bukan sekadar kisah petualangan bajak laut biasa. Karena di balik kisah dalam rangkaian ceritanya ada semangat tentang kebebasan, perlawanan terhadap penindasan, dan pencarian jati diri serta perjuangan untuk menata masa depan.

Barangkali pesan dalam kisah itulah yang menginspirasi banyak orang. Monkey D. Luffy sebagai tokoh utama dalam cerita tersebut adalah sosok kapten bajak laut yang punya jangkauan pikir yang panjang, idealis dan yakin bisa menemukan masa depan dengan perjuangannya. Satu hal yang menjadikan karakternya begitu kuat adalah dia anti penindasan.

Dalam cerita, karakter Monkey ini menjadi ancaman serius bagi kekuatan dan penguasa tertinggi dunia yang dipegang  Gorosei, yang dikenal suka menindas dan melakukan banyak cara untuk melanggengkan kekuasaannya.

Salah satu yang menjadi daya tarik dalam cerita One Piece adalah menggambarkan gejolak geopolitik. Bahkan kepemimpinan yang ada di dunia nyata saat ini menyerempet-nyerempet kisah ini. Gorosei dan Lima Tetua dalam cerita ini adalah representasi kekuasaan absolut yang memanipulasi sejarah dan memonopoli kebenaran demi menjaga status quonya.

Mereka berdiri di puncak kekuasaan dunia dan telah berperan langsung dalam menutupi sejarah dan menghancurkan siapa pun yang dianggap sebagai ancaman. Jika dihubungan dengan kondisi kekinian terlihat mirip. Bagaimana kekuasaan saat ini saling melindungi dalam menjaga kekuasaan yang politik kuat.

Tentu dengan situasi dan suasana yang berbeda, namun intisarinya kira-kira sama. Sistem poltik, penegakan hukum dan relasi bawahan dan pimpinan yang tak ideal sekarang ini banyak ditemukan.

Sementara kepemimpinan Monkey mencerminkan kepemimpinan humanis, menghargai individualitas, memberi ruang berkembang, dan menjadikan hubungan kerja bukan sekadar transaksi, tetapi kolaborasi.

Monkey tidak memperlakukan krunya sebagai bawahan, tetapi sebagai teman seperjuangan. Ia mengenali kekuatan dan keunikan masing-masing anggota, dan memberi mereka kepercayaan penuh. Sebuah relasi yang dianggap ideal bagi sebagian besar masyarakat.

Sekali lagi, semangat dan gaya kepemimpinan yang ditawarkan Moneky itulah yang dianggap ideal, sehingga sebagian masyarakat, utamanya para generasi muda, utamanya lagi yang mengenal kisah One Pice punya ‘mimpi’ berada pada tatanan kehidupan sosial politik yang ideal itu.

‘’Saya tidak merendahkan Merah Putih, tapi pengibaran bendera One Piece ini adalah bentuk kritik kami pada kondisi saat ini,’’ ujar pemuda Kerek yang sempat mengibarkan bendera One Piece itu di hadapan aparat.

Dalam konteks kekuasaan; bendera, pataka atau panji-panji sampai detik ini bukan sekadar kain dengan warna atau tulisan dan aksesoris tertentu. Karena bendera atau pataka adalah simbol kekuasan, harga diri, kemerdekaan dan simbol berdirinya sebuah negeri, kerajaan atau struktur kekuasaan lainnya. Maka, bendera atau pataka akan dijaga mati-matian. Dengan darah bahkan nyawa.

Sejarah menceritakan bagaimana panji-panji sebuah kerajaan menjadi simbol kekuatan di medan laga. Panji-panji siapa yang masih tegak berdiri, maka itulah pemenangnya, saat peperangan di jaman kerajaan dulu masih perang tradisional dengan menggelar langsung pasukan. Salah satunya adalah kisah peperangan Kerajaan Majapait dan Demak kala itu, yang memperebutkan panji-panji menjadi salah satu isu sentral.

Pun juga bagaimana bendera Merah Putih menjadi simbol dan semangat juang rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaanya yang telah diraih dengan pengorban harta, darah bahkan nyawa rakyat Indonesia.

Konon, bendera Merah Putih terinspirasi dengan panji-panji atau pataka Kerajaan Majapahit pada sekitar abad 13 yang juga punya warna dominan merah dan putih.

Maka, tragedi di Hotel Yamato, Surabaya pada 1945, sebagai simbol perlawanan rakyat Indonesia pada penjajah Belanda menjadi bukti betapa bendera sebagai simbol kemerdekaan negara harus dibela dan harus terus dikibarkan.

Bagaimana salah seorang pejuang nekat memanjat tiang bendera di atas Hotel Yamato untuk merobek warna biru pada bendera Belanda yang berkibar, hingga menyisakan warna merah putih sebagai lambang atau bendera kebangsaan Indonesia.

Jangankan pataka atau panji-panji negara, bendera kebesaran organisasi saja menjadi simbol kebesaran dan kekuasaan kok. Misalnya bagi peguruan silat, lembaga masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dinas-dinas militer dan lainnya, pataka adalah harus dibela sampai mati.

Suatu saat, beberapa tahun lalu, saat di Tuban masih marak dengan panggung-panggung salawatan yang mendatangkan tokoh-tokoh dari luar kota, pernah ada panggung besar di Alun-alun Kota Tuban. Yang hadir tokoh yang punya banyak penggemar, sering dielu-elukan dan pentasnya selalu dibanjiri buanyak pengunjung.

Karena gawenya pemerintah, maka sang tokoh transit di Pendapa Kridha Manunggal, tempat rumah dinas bupati berada. Kebetulan bupati saat itu berlatarbelakang sebuah organisasi keagamaan yang punya sayap sebuah pasukan semacam laskar. Maka selain petugas resmi dari Polisi, TNI dan Satpol PP maka laskar ini pun ikut menjaga.

Komandan laskar itu berpesan, bahwa saat masuk pendapa, tidak diperbolehkan membawa atribut apapun, terlebih bendera-bendera besar. Maka, laskar yang berseragam itu tegas menolak kelompok atau pihak yang akan masuk pendapa dengan mengibarkan bendera organisasinya.

Kebetulan, sebuah kelompok dari lokal Tuban ingin masuk, namun iring-iringan anggota kelompok yang juga sering menggelar pengajian dan salawatan ini menyertakan atribut-atribut, di antaranya bendera-bendera besar yang dikibarkan. Maka, laskar yang menjaga gerbang itu melarang kelompok ini masuk.

Namun, kelompok itu memaksa, ‘’Ini adalah panji-panji saya, ini akan saya bela meski dengan nyawa saya’’ begitu di antara jawaban dari kelompok yang dilarang masuk tersebut.

Dan, penjaga yang sudah mendapat instruksi itu juga keukeuh tidak mengizinkan masuk. Ketegangan terjadi, bahkan sempat terjadi bentrokan. Pihak yang kebetulan membaca tulisan ini dan pernah terlibat dalam kejadian tersebut pasti senyum-senyum, he…he..he…

Lalu, apa kaitannya bendera One Piece, Merah Putih dan panji-panji atau pataka organisasi dan lembaga-lembaga itu? Tidak ada kaitannya sama sekali. Hanya, masing-masing punya nilai sakral minimal bagi anggotanya.

Merah Putih sebagai bendera kebangsaan dan kebesaran Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentu akan dijaga dengan nafas, darah, bahkan nyawa seluruh rakyatnya. Maka ketika Merah Putih dilecehkan, artinya melecehkan negeri ini, melecehkan seluruh rakyat negeri ini, dan tentu bakal ada perlawanan.

Oh ya ini sudah masuk Bulan Agustus, sudahkah Anda memasang bendera Merah Putih di rumah Anda masing-masing ? Wallahu a’lam.

 

*Penulis : Pemimpin Redaksi blokTuban.com