Petilasan Raden Said Brandal Loka Jaya (Sunan Kalijaga)

blokTuban.com - Sunan Kalijaga, juga dikenal sebagai Raden Said, ialah salah satu dari sembilan wali yang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Dalam penyebarannya berbeda-beda ada Dakwah Lisan: Wali Songo menggunakan kekuatan kata-kata dan pidato untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. Mereka memberikan ceramah, pengajaran, dan khutbah di masjid, perkampungan, atau tempat-tempat publik lainnya.

Ada yang menggunakan kitab-kitab dan Tulisan: Wali Songo menulis kitab-kitab agama, syair-syair, dan karya-karya lainnya untuk menyebarkan ajaran Islam. Mereka menggunakan tulisan Arab dan Jawa dalam karya-karya mereka untuk mencapai khalayak yang lebih luas.

Ada yang menggunakan Model Perilaku: Wali Songo juga menyebarkan agama Islam melalui contoh dan perilaku mereka sendiri. Mereka hidup sebagai teladan yang baik, mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, dan memperlihatkan sikap yang ramah, toleran, dan penuh kasih sayang kepada masyarakat.

Baca juga: Gus Dur Membuka Tabir Rahasia, Makam Sunan Kalijaga Terdapat di Tuban!

Ada yang menggunakan Sarana Pendidikan: Wali Songo mendirikan pesantren atau lembaga pendidikan Islam untuk mengajarkan ajaran agama kepada para santri (murid) dan mempersiapkan para ulama masa depan. Pesantren menjadi tempat penting dalam penyebaran Islam di Jawa.

Ada yang menggunakan Musik dan Seni: Beberapa Wali Songo menggunakan seni dan musik sebagai alat untuk menarik minat masyarakat dalam menerima ajaran Islam. Mereka menciptakan syair-syair agama yang disampaikan melalui nyanyian dan alat musik tradisional Jawa, seperti gamelan.

Ada yang menggunakan Dialog dan Diskusi: Wali Songo terlibat dalam dialog dan diskusi dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh lokal dari berbagai kepercayaan. Mereka bertujuan untuk menciptakan pemahaman dan toleransi antaragama, serta membangun hubungan yang baik dengan masyarakat setempat. Masyarakat umum mengetahui bahwa makamnya berada di Kadilangu, Demak
Menurut sumber lain, makam Sunan Kalijaga juga terletak di Makam Ploso, Dusun Soko, Desa Medalem, Kecamatan Senor, Wilayah Tuban. Pemakaman Ploso terletak di tengah sawah dan dikelilingi oleh sembilan pohon ploso, namun saat ini hanya tersisa lima pohon.

Bapak Taufiq yang merupakan salah satu juru kunci yang selalu berada dalam makam tersebut menjelaskan, makam Sunan Kalijaga awalnya tidak diketahui warga sekitar. Ditemukan pertama kali oleh Mulyadi yang tinggal di tengah sawah, kemudian ia sering didatangi oleh pria berjubah hitam setiap malam pada jam 09.00-11.00 WIB yang mengatakan “jika ingin kembali ke kehidupan yang baik, jagalah makam Sunan Kalijaga.”

Baca juga: Tradisi Jelang Haul Sunan Geseng Tuban yang Dikenal Sebagai Murid Sunan Kalijaga

Mulyadi diajak ke Makam Ploso Songo. Mulyadi menceritakan hal ini kepada Kyai Zubaidi Tuban, kemudian Kiai Zubaidi menceritakannya Kyai Hamid Pasuruan dan Kiai Hamid membenarkannya.
Dari Cerita Kang Han, bahwasanya berjalan ke arah barat ada tempat petilasan makam Mbah Kanjeng Sunan Kalijaga, pada waktu itu cak han diberitahu oleh salah satu seorang gurunya. Dari pihak desa, mereka memberi tahu kepala suku tentang lokasi makam Sunan Kalijaga, tetapi tidak ada tanggapan. Pada tahun 1999, Gus Dur mendapat petunjuk bahwa jika ingin perdamaian, ia harus berziarah ke makam Sunan Kalijaga.

Saat ziarah ke Kadilangu Demak, Gus Dur mengetahui bahwa makam Sunan Kalijaga atau biasanya di sebut petilasan sunan Kalijaga yang terletak di Tuban, dan ada tanda bahwa ada sembilan Ploso Tiang. Gus Aya, mencari lokasi makam di Riyadh. Dilakukan penggeledahan dan didapat informasi bahwa beliau berada di Dusun Soko, Desa Medalem, Distrik Senori.

Setelah kedatangan Gus Dur, makam Sunan Kalijaga dibuka dan banyak peziarah berdatangan. Menurut Gus Dur, Taufik mengatakan itu adalah rumahnya, sedangkan Kadilangu mengatakan itu adalah kantornya. Ketika pekerjaan pembangunan dan perbaikan dimulai, Sunan Kalijaga membentuk juru kunci dan pengurus resmi makam tersebut. Makam Sunan Kalijaga di Senori Tuban kini sudah dikenal luas oleh masyarakat, bahkan peziarah dari luar provinsi.

Di petilasan ini juga pernah di buka pengajian dalam rangka peresmian yang di hadiri oleh seorang toko guru besar dari Banten yang bernama Abah Yonis Romli dan di hadiri oleh jamaah yang mengikuti pengajian berlangsung pada waktu itu.

Penulis: M. Syahrul Muharrom, Mahasiswa UAI Tuban yang merupakan peserta Kelas Jurnalis Mahasiswa.