blokTuban.com - Bulan Maulid atau Rabiul Awal merupakan bulan yang istimewa bagi umat Islam karena merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Banyak umat Islam yang merayakan bulan ini dengan berbagai kegiatan, termasuk pernikahan.
Namun, beredar mitos bahwa menikah di bulan Maulid dilarang karena akan mendatangkan kesialan atau malapetaka. Mitos ini tidak memiliki dasar dalam agama Islam.
Dalam Islam, pernikahan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan. Menikah adalah salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan naluriah manusia, serta untuk menjaga kehormatan diri.
Tidak ada larangan dalam Islam untuk menikah di bulan Maulid atau bulan lainnya. Semua bulan dalam kalender Hijriyah baik dan bagus untuk menikah, asalkan niatnya baik dan dilangsungkan dengan cara yang benar.
Bahkan, menikah di bulan Maulid bisa menjadi bentuk kecintaan terhadap Rasulullah SAW. Hal ini karena pernikahan merupakan salah satu sunnah beliau. Rasulullah SAW bersabda;
النِّكَاحُ سُنَّتِيْ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
Artinya; Nikah adalah sunnahku, barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku, maka ia bukan bagian dariku. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Jadi, tidak perlu khawatir untuk menikah di bulan Maulid. Menikah di bulan ini tetap dibolehkan dan tidak akan mendatangkan kesialan atau malapetaka. Hal ini sebagaimana dalam penjelasan kitab Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, halaman 206 berikut;
مسألة: إذا سأل رجل آخر: هل ليلة كذا أو يوم كذا يصلح للعقد أو النقلة؟ فلا يحتاج إلى جواب، لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجراً بليغاً، فلا عبرة بمن يفعله، وذكر ابن الفركاح عن الشافعي أنه إن كان المنجم يقول ويعتقد أنه لا يؤثر إلا الله، ولكن أجرى الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا، والمؤثر هو الله عز وجل، فهذا عندي لا بأس به، وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات،
Artinya: “Suatu permasalahan : apabila seorang bertanya kepada orang lain apakah malam ini atau hari ini layak untuk mengadakan akad atau pindah rumah? Maka dia tidak diperkenankan untuk menjawabnya.
Hal ini karena syariat melarang untuk meyakini perkara itu dan sangat menentang untuk meyakini yang demikian. Maka tidak ada pandangan sedikit pun bagi seorang yang melakukannya.
Ibnul Farkah menyebutkan dari Imam Syafi’i bahwasanya apabila ahli ilmu perbintangan berkata kemudian dia meyakini bahwa yang memberi pengaruh hanya Allah semata akan tetapi Allah menjalankan suatu kebiasaan bahwasanya hari baik terjadi di waktu yang demikian dan yang memberikan efek adalah Allah maka hal ini menurut beliau tidak masalah. karena yang dilarang apabila meyakini bahwa yang memberi pengaruh adalah ahli perbintangan dan makhluk.”
Sumber : Kemenag RI.