Asal Usul Nama Lamongan hingga Terkenal Kota Soto

Reporter : Ali Imron 

blokTuban.com - Setiap daerah di Jawa Timur memiliki julukan yang unik. Misalnya Kota Soto disematkan untuk Kabupaten Lamongan. Dibalik penyebutan tersebut, ternyata nama Lamongan tak muncul begitu saja. 

Sesuai data dari kablamongan.jdih.jatimprov, Ranggahadi kemudian dikenal dengan sebutan Mbah Lamong. Sebab, ia pandai ngemong rakyatnya dan menyebarkan Agama Islam. Tak heran jika wilayah di sekitar Mbah Lamong disebut Lamongan. 

Hadi yang berasal dari dusun Cancing yang sekarang termasuk wilayah Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan juga dikenal sebagai Tumenggung Surajaya. Sejak masih muda Hadi sudah nyuwito di Kasunanan Giri dan menjadi seorang santri yang dikasihi oleh Kanjeng Sunan Giri karena sifatnya yang baik, pemuda yang trampil, cakap dan cepat menguasai ajaran agama Islam serta seluk beluk pemerintahan.

Disebabkan pertimbangan itu akhirnya Sunan Giri menunjuk Hadi untuk melaksanakan perintah menyebarkan Agama Islam dan sekaligus mengatur pemerintahan dan kehidupan Rakyat di Kawasan yang terletak di sebelah barat Kasunanan Giri yang bernama Kenduruan. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut Sunan Giri memberikan Pangkat Rangga kepada Hadi.

Baca juga:

Bingung Mencari Souvenir di Lamongan, Datang Aja ke 12 Tempat Ini

Ringkasnya sejarah, Rangga Hadi dengan segenap pengikutnya dengan naik perahu melalui Kali Lamong, akhirnya dapat menemukan tempat yang bernama Kenduruan itu. Adapu kawasan yang disebut Kenduruan tersebut sampai sekarang masih ada dan tetap bernama Kenduruan, berstatus Kampung di Kelurahan Sidokumpul wilayah Kecamatan Lamongan.

Di daerah baru tersebut ternyata semua usaha dan rencana Rangga Hadi dapat berjalan dengan mudah dan lancar, terutama di dalam usaha menyebarkan agama Islam, mengatur pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Pesantren untuk menyebar Agama Islam peninggalan Rangga Hadi sampai sekarang masih ada.

Lalu, yang menjadi Adipati Lamongan pertama yakni Tumenggung Surajaya. Dia dinobatkan oleh Sunan Giri IV yang bergelar Sunan Prapen di Puri Kasunan Giri di Gresik yang bertepatan dengan Hari Pasamuan Agung dan bertepatan peringatan Hari Besar Islam yaitu Idhul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.

Berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur yang kebanyakan mengambil sumber dari sesuatu prasasti, atau dari suatu Candi dan dari peninggalan sejarah yang lain, tetapi hari lahir lamongan mengambil sumber dari buku wasiat.

Silsilah Kanjeng Sunan Giri yang ditulis tangan dalam huruf Jawa Kuno/Lama yang disimpan oleh Juru Kunci Makam Giri di Gresik. Almarhum Bapak Muhammad Baddawi di dalam buku tersebut ditulis, bahwa diwisudanya Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan dilakukan dalam pasamuan agung di Tahun 976 H. Yang ditulis dalam buku wasiat tersebut memang hanya tahunnya saja, sedangkan tanggal, hari dan bulannya tidak dituliskan.

Oleh karena itu, maka Panitia Khusus Penggali Hari Jadi Lamongan mencari pembuktian sebagai dasar yang kuat guna mencari dan menetapkan tanggal, hari dan bulannya. Setelah Panitia menelusuri buku sejarah, terutama yang bersangkutan dengan Kasunanan Giri, serta Sejarah para wali dan adat istiadat di waktu itu, akhirnya Panitia menemukan bukti.

Bahwa adat atau tradisi kuno yang berlaku pada zaman Kasunanan Giri dan Kerajaan Islam di Jawa waktu itu, selalu melaksanakan pasamuan agung yang utama dengan memanggil menghadap para Adipati, Tumenggung serta para pembesar lainnya yang sudah memeluk agama Islam.

Pasamuan Agung tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Hari Peringatan Islam tanggal 10 Dzulhijjah yang disebut Garebeg Besar atau Idhul Adha.

Berdasarkan adat yang berlaku pada saat itu, maka Panitia menetapkan wisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama dilakukan dalam pasamuan agung Garebeg Besar pada tanggal 10 Dzulhijjah Tahun 976 Hijriyah.

Selanjutnya Panitia menelusuri jalannya tarikh hijriyah dipadukan dengan jalannya tarikh masehi, dengan berpedoman tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriyah jatuh pada tanggal 16 Juni 622 Masehi, akhirnya Panitia Menemukan bahwa tanggal 10 Dzulhijjah 976 H., itu jatuh pada Hari Kamis Pahing tanggal 26 Mei 1569 M.

Dengan demikian jelas bahwa perkembangan daerah Lamongan sampai akhirnya menjadi wilayah Kabupaten Lamongan, sepenuhnya berlangsung pada zaman keislaman dengan Kasultanan Pajang sebagai pusat pemerintahan.

Tetapi yang bertindak meningkatkan Kranggan Lamongan menjadi Kabupaten Lamongan serta yang mengangkat/mewisuda Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama bukanlah Sultan Pajang, melainkan Kanjeng Sunan Giri IV. Hal itu disebabkan Kanjeng Sunan Giri prihatin terhadap Kasultanan Pajang yang selalu resah dan situasi pemerintahan yang kurang mantap. 

Di samping itu Kanjeng Sunan Giri juga merasa prihatin dengan adanya ancaman dan ulah para pedagang asing dari Eropa yaitu orang Portugis yang ingin menguasai Nusantara khususnya Pulau Jawa.

 

Itulah sekilas asal usul nama Lamongan. Lantas kenapa bisa disebut dengan julukan Kota Soto?

Peneliti Roikan dalam jurnal Biokultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013 tentang sejarah Soto Ayam Lamongan, dijelaskan pada zaman dahulu di Lamongan, orang berjualan soto ayam dengan dipikul dan berkeliling kampung.

Masyarakat Lamongan yang bermata pencaharian sebagai penjual soto ayam turut dipengaruhi oleh unsur budaya. Lalu, keberadaan makam keramat leluhur Dusun Kebontengah di Lamongan berpengaruh dalam pengembangan Soto Ayam Lamongan.

Makam keramat tersebut adalah makam Buyut Bakal yang dipercaya sebagai sebagai cikal bakal tokoh pembuka dusun yang konon dikenal sebagai juru masak dari Sunan Giri.

Keberadaan tokoh tersebut turut mempengaruhi pemilihan mata pencaharian masyarakat sebagai penjual soto.

Kebiasaan untuk membuat dan berjualan soto telah diturunkan oleh warga Lamongan dari masa ke masa sehingga memperkuat identitas bahwa soto ayam kampung berasal dari Lamongan dan berkembang menjadi soto ayam Lamongan yang kini dikenal.

Bahkan, Lamongan mendapat julukan sebagai Kota Soto. Saat ini, banyak penjual soto di Lamongan menggunakan gerobak khusus dengan berkeliling atau menetap di satu tempat (sistem bongkar pasang lapak). [Ali]

 

Temukan konten blokTuban.com menarik lainnya di GOOGLE NEWS