Reporter : Khoirul Huda
blokTuban.com – Sebaiknya bijak dan berhati-hati dalam bermedia sosial. Sebab, berawal dari media sosial bisa berujung kasus hukum. Seperti kasus yang menimpa dua perempuan di Merakurak ini. Berawa dari isi pesan WA yang disebar berujung pada kasus hukum yang saat ini sedang berjalan di Pengadilan Negeri Tuban.
Pengadilan Negeri (PN) Tuban sedang menyidangkan kasus terkait dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Arif Budiono, SH tersebut menghadirkan terdakwa Tutik Harumi warga Desa Tlogowaru, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Kasus ini berawal dari perseteruan Tutik yang merupakan istri Narto Kepala Desa Tlogowaru dengan Rumiasih warga Desa Sambonggede, Kecamatan Merakurak. Terdakwa Tutik menyebarkan ini pesan WA nya yang berisi kata-kata yang mencemarkan nama baik Rumiasih pada sejumlah orang.
Karena merasa tidak terima, Rumiasih kemudian melaporkan penceraman nama baiknya itu pada polisi. Setelah penyelidikan dan penyidikan, Tutik ditetapkan menjadi tersangka hingga bergulir sidang di PN Tuban.
Awal mula kasus itu terungkap pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang digelar PN Tuban. Saksi yang dihadirkan di antaranya adalah Jemi Tristantono Kades Sambonggede, dan Suparlan serta Rumiasih sebagai korban.
Ketika diperiksa Ketua Majelis Hakim juga Ketua Pengadilan Negeri Tuban Rumiasih dengan tegas merasa dipermalukan dan dicemarkan oleh terdakwa melalui tangkapan layar WA yang disebarkan ke teman-temannya. Sekitar 11 status WA yang disebarkan terdakwa dinilai sangat menyakitkan korban, sehingga kasus ini tetap dilanjutkan.
Di antaranya status WA yang sudah tersebar itu berbunyi : ‘Olehmu ning mekah ngerti kabah gak kok gelem di.... bojone uwong ( kamu di Mekah tahu Ka'bah, kenapa kok masih mau sama suaminya orang). Kemudian ‘kowe lho duwur ditutupi ngisor mbok buka’ ( kamu itu lho atas ditutup, tapi di bawah dibuka).
Ketua Ketua Majelis Arif Budiono menanyakan pada saksi Rumiasih ada persoalan apa sebelumnya ada status WA seperti itu?
Rumiasih menceritakan kronologisnya. Awanya, Suparlan yang masih kerabat korban datang ke rumah Narto suami terdakwa untuk menagih uangnya. Namun Narto malah marah-marah. Kemarahan Narto semakin menjadi sampai Suparlan sempat dicekik oleh Narto yang saat itu juga membawa sabit.
Akan tetapi cekikan Narto bisa dilepas Suparlan. Kemudian Suparlan pulang, sesampai di rumah, Suparlan meceriterakan kejadian tersebut kepada saksi Rumiasih, sehingga saksi menelpon Narto.
Karena tidak bisa ditelepon saksi Rumiasih mendatangi rumah Narto untuk menanyakan sikapnya itu. Pada terdakwa, Narto mengatakan bahwa ke mana-mana dia mengaku membawa sabit.
Saat itu, terdakwa juga ikut marah- arah pada korban sambil berkata-kata yang tidak pantas diucapkan. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saksi korban ini langsung pulang ke rumahnya.
Dan setelah kejadian itu terdakwa mengirimi korban pesan WA yang isinya ditujukan ke saksi Rumiasih dengan kata yang sangat merendahkan harga diri dan mencemarkan nama baik saksi Rumiasih.
Pada sisdang itu Arif Budiono memerintahkan agar terdakwa Tutik Harumi meminta maaf pada Rumiasih dan Suparlan, namun proses hukum tetap berlanjut.
Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) Windu Sugiarto SH. MH mendakwa Tutik melanggar pasal 45 ayat 3 jo pasal 27 nomor 3 UU nomor 19 /2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008.
Pasal ini berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Pasal 45 UU ITE, berbunyi : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).[hud/ono]