Simak Sejarah dan Makna Kue Keranjang, Sajian Wajib Saat Hari Raya Imlek

Reporter : Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Dalam perayaan hari raya Imlek, biasanya selalu ada tradisi yang tidak boleh tertinggal. Salah satunya adalah makanan yang identik dengan peringatan Imlek, yakni kue keranjang. Di tahun 2022 ini, hari raya Imlek merupakan tahun macan air yang jatuh pada hari ini, Selasa (1/2/2022).

Kue keranjang di Indonesia biasa disebut sebagai dodol cina, sebab tekstur kue tersebut hampir serupa dodol ketan. Nian Gao atau Ti Kwe adalah nama lainnya, sajian tersebut merupakan sajian wajib saat hari raya Imlek. Dilansir dari suara.com sejarah dari kue keranjang datang dari legenda dan mitos masyarakat Tionghoa.

Dahulu, dikisahkan bahwa ada seekor raksasa bernama Nian yang tinggal di sebuah goa, ia akan menampakkan diri ketika lapar dan mencari mangsa sampai turun ke sebuah desa. Warga Desa yang didatangi Nian menjadi ketakutan. 

Singkat cerita, di Desa tersebut terdapat pemuda bernama Gao yang mempunyai ide untuk membuat kue sederhana, yakni dari tepung ketan dan gula merah yang dicampur air. Kue yang telah dibuatnya diletakkan di depan rumah yang akhirnya dimakan oleh Nian, si raksasa. Tak disangka, kue buatan Gao ternyata disukai oleh Nian dan ia meninggalkan desa dengan membawa kue tersebut ke Goa tempatnya tinggal.

Dari kejadian tersebut, masyarakat Tionghoa mempercayai untuk membuat kue keranjang di saat perayaan imlek sebagai tanda terima kasih kepada Gao yang telah menyelamatkan desa dari raksasa bernama Nian. Terlepas dari legenda tersebut, kue keranjang diartikan sebagai pembawa keberuntungan dan dipercaya dapat mewujudkan harapan di tahun baru agar lebih baik.

Rasa manis dan tekstur lengket dalam kue tersebut juga memiliki makna tersendiri, bagi siapapun yang memakannya. Diharapkan selalu bertutur kata baik dan manis. Sedangkan tekstur yang cenderung lengket tersebut bermakna sebagai lambang hubungan keluarga dan ikatan persaudaraan yang erat.

Biasanya kue-kue ini disusun secara bertingkat dari yang besar hingga yang semakin kecil, hal ini diartikan sebagai lambang peningkatan rejeki atau kemakmuran. Sebenarnya, kue yang terbuat dari tepung ketan dan gula merah yang dicampur air tersebut juga memiliki fungsi utama sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, sehingga tidak dimakan sampai malam ke-15 setelah tahun baru Imlek.[Din/Ali]