Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Kabupaten Tuban memiliki jajanan tradisional yang cukup populer di kalangan masyarakat. Bahkan jajanan yang dibungkus daun siwalan bernama lontar ini diminati hingga luar negeri yaitu Malaysia.
Dumbeg itu namanya, makanan khas andalan di Bumi Wali salah satunya diproduksi di Dusun Kesamben Barat, Desa Kesamben, Kecamatan Plumpang. Pemilik usaha ini bernama Mohammad Sahenan (67).
Setiap pagi Sahenan bersama istrinya memulai proses pembuatan dumbek yang dirintisnya sejak tahun 1885. Di teras rumahnya, tumpukan lontar mulai dibersihkan kemudian dipisah daun dengan lidinya.
Sedangkan istri Sahenan bertugas membuat wadah dumbek berbentuk terompet bernama urung. Sepintas pasangan suami istri tersebut sangat piawai karena sudah terbiasa.
Dalam sekejap puluhan urung dumbek sudah jadi. Sahenan kemudian membawanya ke dapur tempat memasak jajanan berbahan beras dan gula merah tersebut.
"Ada tiga bahan untuk membuat jajanan dumbeg yaitu kelapa, beras dan gula jawa," ujar Sahenan mengawali cerita kepada reporter blokTuban.com, Sabtu (24/4/2021).
Setiap kali membuat adonan dumbeg, pria yang rambutnya sudah memutih ini menakar gula merah sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk beras dan kelapa dihaluskan lebih dulu. Ketiga bahan kemudian dicampur hingga kental.
Urung atau wadah yang sudah ditata rapi di dalam dandang panci besar, kemudian dipindah di atas tungku tradisional berbahan bakar kayu. Satu persatu urung diisi cairan adonan.
"Saya pakai lampu untuk menuangkan adonan ke urung supaya pas dan tidak tumpah," imbuh pria yang belajar mandiri membuat dumbek puluhan tahun silam.
Sebelum dumbek diangkat dari tungku, Sahenan mendinginkan dulu menggunakan kipas angin. Cara ini untuk mempermudah dumbek supaya cepat kering, tapi kondisinya masih hangat.
Selama proses pembuatan dumbek, Sahenan dan istrinya selalu bagi tugas. Saat istrinya mengelap dumbek satu persatu, Sahenan yang bertugas melayani pembeli jika ada.
Konsumen bisa memilih tiga jenis dumbek, mulai dari harga Rp1.000, Rp1.500 hingga Rp2.000 per bijinya. Perbedaannya ada di ukuran besar kecilnya dumbek hingga rasanya.
Selama ini Sahenan hanya menerima pesanan. Mulai dari Tuban, luar Jawa hingga luar negeri. Paling sering peesanan justru dari mahasiswa yang mau balik ke Surabaya dan Malang.
"Untuk luar Jawa pesanan biasa datang dari Kalimantam Timur dan Kalimantan Selatan. Untuk luar negeri paling sering dari Malaysia hingga 100 biji," jelas pria yang memasarkan dumbeknya sejak tahun 1990.
Pada saat bulan Ramadan, jajanan dumbek tidak hanya untuk oleh-oleh tapi juga untuk takjil buka puasa. Pesanan saat ini surut karena dampak pandemi Covid-19.
Waktu paling rame dumbeknya diburu yaitu bulan Maulid dan momen perpisahan sekolah. Biasanya pesanan bisa mencapai 2.500 biji.
Selain pembeli yang datang, dumbek Sahenan juga sering dipakai untuk mahasiswa magang. Rata-rata mereka belajar resep kemudian ditambah varian rasa baik susu hingga durian.
"Yang kesini pernah mahasiswa Tata Boga dari Malang selama empat hari belajar buat dumbek," tandasnya. [ali/ono]