Reporter: Ali Imron
blokTuban.com - Desa Tambakrejo, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban menjadi yang pertama merasakan dampak luapan Sungai Bengawan Solo setiap kali musim penghujan.
Ketika banjir menyapu sebagian wilayah Tambakrejo, desa sekitarnya seperti Karangtinoto dan Kanorejo belum terjadi apa-apa. Saat air di Tambakrejo surut, desa sekitar baru terendam banjir.
Begitu pula kehidupan warga di desa tepi sungai terpanjang di Pulau Jawa itu. Mereka setiap siaga kuning atau merah, selalu was-was dan panik khawatir rumah dan hewan ternaknya kebanjiran.
Suhartono warga Tambakrejo menceritakan kekhawatirannya kepada blokTuban.com saat air sungai naik dan tiba-tiba surut. Bibir sungai yang belum ada tanggulnya sering longsor. Rata-rata longsornya bisa 3 sampai 5 meter.
"Yang paling sering longsor 5 meteran ketika sungai surut," ucapnya ketika melihat tim Tagana Rengel mengukur erosi dampak luapan sungai pada tanggal 19 Desember 2020 siang.
Dia berharap segera adanya tanggul di sepanjang Desa Tambakrejo. Bila parapet/tanggul tak kunjung ada, dikhawatirkan lahan desa akan terkikis habis setiap tahunnya.
Senada dikatakan Marsinah warga setempat. Ia takut dengan sering longsornya bibir sungai akan berdampak dengan rumahnya yang letaknya tidak jauh dari Bengawan Solo.
"Kami takut karena jarak sungai dan rumah dekat," sambungnya.
Kejadian longsor yang terus menerus terjadi Tambakrejo membuat tim Tagana Kecamatan Rengel melakukan mitigasi dan survei dampak dari luapan Bengawan Solo yang sebelumnya siaga merah.
Kali ini Tagana mengambil lima titik untuk diukur. Mereka berjalan kurang lebih 1 Kilometer dan akan dilanjutkan hingga 10 Km sesuai informasi dari warga.
"Dari pendataan sementara kami menemukan lima titik rawan. Titik awal sekitar 45 meter dengan panjang longsor 5 meter. Titik longsor terpanjang sekitar 530 meter dan longsor 8 meter," sambung Yoyok ditemui terpisah.
Longsor atau degradasi lahan terjadi setelah Bengawan Solo siaga merah. Resikonya lahan warga banyak yang hilang dan pemukiman warga juga rawan. Data survei Tagana ada sekitar 15 rumah yang ada di bibir bengawan.
Hilangnya lahan di Desa Takbakrejo karena longsor dibenarkan Kepala Desa Tambakrejo, Rengel, Sidekan. Semula ada lahan seluas 22,84 hektare, sekarang tinggal 3,914 hektare.
"Kurang lebih 18,970 hektare yang hilang terkikis banjir Bengawan Solo dalam kurun waktu 30 tahun terakhir," jelas Kades Sidekan.
Di dalam lahan yang hilang tersebut juga termasuk miliknya sesepuh Kades. Tambakrejo sendiri luas totalnya kurang lebih 195,2 hektare. Setiap tahunnya ada pengurangan luasan, karena sepanjang 6 Kilometer batas desa dengan Bengawan Solo belum dibangun tanggul.
Selama ini, lanjut Kades telah banyak rumah warga yang dipindah ke tanah kas desa. Karena lahan yang ditempati terkikis banjir setiap tahunnya dan mengancam jiwa warga jika memilih tetap bertahan.
"Kami menunggu dibangun tanggul dan plengsengan dari Pemerintah Pusat dan Daerah, supaya wilayah Tambakrejo lebih aman," pungkas Kades sambil menunjukkan peta desa di kantornya. [ali/lis]