Reporter: -
blokTuban.com - Salah satu ketakutan terbesar orang tua yang memiliki anak remaja adalah jika anak mereka hamil. Selain karena alasan budaya dan agama, kehamilan di luar nikah juga berpotensi mengganggu masa depan anak, baik dari kacamata pendidikan, pekerjaan, hingga sanksi sosial. Meskipun orang tua sudah mengantisipasi hal tersebut dengan menjaga anak mereka sebaik mungkin, tapi jika akhirnya ujian tersebut memilih mereka, maka tidak ada jalan untuk lari dari kenyataan.
Saat anak memberi pengakuan bahwa mereka hamil (atau pacar mereka hamil), orang tua bisa saja melakukan hal di luar batas karena tidak mampu menguasai emosi. Orang tua kecewa luar biasa, namun anak merasa dunia mereka runtuh. Lantas, bagaimana seharusnya orang tua bersikap agar situasi tidak semakin buruk?
Simak beberapa tips dari Alzena Masykouri, M.Psi, psikolog KANCIL, Sentra Tumbuh Kembang Anak.
Terima kenyataan
Sudah bukan waktunya menyesal atau menyalahkan anak atas kondisi ini. Lebih baik orang tua memberikan perlindungan dan membantu anak menyiapkan diri untuk menjadi orang tua. Bukan berarti tindakan hamil di luar nikah adalah tindakan yang diperbolehkan dan sikap menerima ini dianggap sebagai suatu pembenaran.
Tapi, orang tua tetap memiliki tanggung jawab untuk menjadi tempat bernaung bagi anaknya. Anak sudah tahu bahwa tindakannya salah dan memberikan konsekuensi terhadap kehidupannya. Perubahan cita-cita, lingkungan, menghadapi pertanyaan dan semacamnya tentu akan sangat berat bagi anak dan orang tuanya. Terlebih lagi ada tanggung jawab atas makhluk hidup lain yang akan segera hadir.
Persiapkan anak menjadi orang tua
Tentu orang tua merasa sedih, kecewa, bahkan mungkin marah, dan sederet penyesalan lainnya. Silakan dinikmati emosi tersebut, sambil diingat bahwa ada tanggung jawab yang menanti dan kehidupan akan terus berjalan. Selanjutnya, tugas orang tua adalah mempersiapkan dengan segera bahwa remaja ini akan segera menjadi orang tua.
Artinya, remaja harus bertanggung jawab terhadap kehidupannya dan kehidupan individu lain (anaknya). Padahal, kemampuan berpikir remaja masih egosentris (memperhatikan diri sendiri). Tugas orang tua untuk membimbing dan memberitahukan apa saja yang akan dihadapi dan harus dilakukan oleh anak. Pada kondisi ini, proses diskusi harus sudah ada sambil melakukan atau praktik (experiental learning).
Dukung anak selesaikan pendidikan
Sedapat mungkin remaja menyelesaikan pendidikannya, agar ia memperoleh akses ke dunia kerja dengan lebih baik dan dapat mandiri untuk menghidupi keluarganya. Orang tua dapat menjadi teman diskusi mengenai bagaimana menjalani proses tersebut sebaik-baiknya, sekaligus menjadi support system bagi anak untuk menjalani peran barunya.
Apakah ada tips untuk orang tua agar anak dapat memegang kepercayaan orang tua tentang hubungan mereka dengan lawan jenis?
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, dari segi pemikiran, fisik, hormon, dan seksualitas. Karena kemampuan pertimbangan dan pengambilan keputusan secara rasional belum sempurna, maka orang tua berperan sebagai pembimbing dan pendamping remaja dalam memaknai pengalamannya.
Tugas remaja adalah memahami diri dan berlatih untuk mengendalikan dirinya, termasuk secara seksual. Kemampuan seksualitas remaja sama dengan orang dewasa, tetapi kemampuannya di aspek lain, terutama tanggung jawab, belum sepenuhnya berkembang. Di sinilah peran orang tua sangat penting dalam berkomunikasi dan berdiskusi, menjelaskan pada remaja, bersama-sama mempertimbangkan segala kemungkinan, dan membantu mereka untuk mengendalikan diri.
Orang tua adalah figur yang paling tepat untuk menjadi teman bicara mengenai pubertas dan seksualitas. Untuk itu, orang tua perlu memiliki informasi yang sesuai dan menyiapkan diri untuk berkomunikasi dengan remaja. Gaya komunikasi, cara bicara, dan pembahasan yang sesuai dengan kebutuhan remaja akan membuat remaja lebih terbuka dan nyaman berdiskusi dengan orang tua.
Idealnya kedua orang tua harus siap untuk berdiskusi dengan anak, tetapi bila bercerita mengenai pengalaman, tentu lebih nyaman pada yang pernah mengalami bukan? Ibu dengan remaja putri, dan ayah dengan remaja pria.
Sepakati value apa saja yang dianut dalam keluarga. Yang perlu diingatkan pada remaja bahwa mereka juga punya tugas untuk mengendalikan hasrat/dorongan seksualitas karena ada norma, baik norma agama maupun norma kepantasan. Norma ini ada supaya hidup juga teratur dan siap secara fisik dan mental. Hamil dan melahirkan tentu memiliki konsekuensi, baik secara fisik, maupun psikis. Kondisi ini yang harus dijelaskan kepada remaja, karena mereka tidak punya pengalaman dan pengetahuan mengenai hal ini.
Dengan keterbukaan dan pola komunikasi yang baik antara orang tua dan remaja, diharapkan perkembangan konsep diri mereka pun menjadi positif, sehingga mereka mampu mempertahankan dirinya.
*Sumber: kumparan.com
Bagaimana Sikap Orang Tua ketika Anak Hamil di Luar Nikah?
5 Comments
1.230x view