Oleh: Lutfi Nur Fadhilah, S.H.
Ramadan sudah hampir meninggalkan kita, tak terasa hari raya segera menyapa. Salah satu pertanyaan yang kerap terdengar di telinga kita, “Kapan kita akan berhari raya?” Pertanyaan “Apakah kita berhari raya bebarengan, terjadi perbedaan atau tidak?” pun kerap muncul di tengah-tengah masyarakat kita.
Wajar saja mereka mempertanyakan perihal ini, apalagi bulan Syawal yang senantiasa dinanti-nanti oleh umat muslim. Namun, tradisi di Indonesia dalam hal penentuan awal dan akhir Ramadan tak menutup kemungkinan akan ada perbedaan karena belum adanya ijma’ pemerintah yang secara tegas diterapkan kendati pemerintah sudah memiliki kriteria berupa imkanurrukyah.
Lalu bagaimana prediksi Syawal 1440 H? Menurut perhitungan astronomi, akhir Ramadan 1440 H kemungkinan besar tidak terjadi perbedaan. 1 Syawal 1440 H akan jatuh pada Rabu Legi, 05 Juni 2019. Mengapa demikian? Melalui pemaparan ini penulis mencoba untuk memberikan pembahasan terkait dengan penetapan tersebut. Dengan harapan melalui tulisan ini bisa menjadi wawasan bagi masyarakat awam sehingga dapat membangun toleransi di antara perbedaan yang ada.
Problematika Hisab Rukyah
Kapan kita memulai dan mengakhiri puasa (hari raya) telah ada dalam tuntunan Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim “Satu bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum melihat bulan (rukyat), dan jangan berbuka (berhari raya) sebelum melihatnya, dan jika tertutup awan maka perkirakanlah”.
Penentuan awal bulan Kamariah bersumber dari peristiwa memperhatikan kapan hilal teramati (penanda dimulai bulan baru dalam kalender Hijriah) dalam kata lain visibilitas hilal. Dinamika penentuan awal bulan Kamariah tidak terbatas pada permasalahan hilal kemungkinan dapat teramati atau tidak. Akan tetapi acuan, kriteria, dan metode dalam menentukan awal bulan Kamariah juga sangat mempengaruhi permasalahan perbedaan awal bulan Kamariah.
Dengan adanya dalil di atas, dapat dipahami bahwa rukyat (melihat hilal) digunakan sebagai metode penentuan awal bulan Kamariah. Namun interpretasi hadis Nabi yang berbeda, ada yang memahami harus dengan mata kepala atau ru’yah bil fi’li dan ada yang memahaminya ru’yah bil ‘ilmi yaitu hisab. Melalui dua interpretasi ini melahirkan metode penetapan awal bulan yang berbeda, yaitu hisab dan rukyah. Kendati di Indonesia ada satu metode yang digunakan pemerintah sebagai usaha penyatuan yaitu imkanurrukyah. Kriteria imkanurrukyah yang selama ini dipakai oleh Indonesia adalah tinggi hilal minimal 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur hilal 8 jam. Namun hingga sekarang kriteria ini belum bisa menjembatani perbedaan dua metode tersebut.
Hilal Belum Siap Menampakkan Diri
Hari raya Idul Fitri kemungkinan jatuh pada hari Rabu Legi, 05 Juni 2019 dengan data ijtima’ akhir Ramadan 1440 H jatuh pada hari Senin Wage, 03 Juni 2019 pukul 17 : 03 : 04 WIB. Adapun tinggi hilal dari Sabang sampai Merauke berkisar -0 derajat 55’ 55” sampai -01 derajat 51’ 58” (di bawah ufuk). Oleh karena itu, dapat diprediksi bahwa tentunya tidak ada yang melaporkan melihat hilal. Sehingga menurut aliran hisab, wujudul hilal (yang penting hilal sudah wujud atau sudah lebih dari 0 derajat), aliran rukyatul hilal, dan aliran hisab imkanurrukyah (hilal 2 derajat/lebih di atas ufuk) akan menghasilkan penetapan yang sama yakni bulan Syawal 1440 H diistikmalkan (digenapkan) sehingga hari raya Idul Fitri akan serempak jatuh pada hari Rabu Legi, 05 Juni 2019.
Menengok hasil perhitungan tinggi hilal akhir Ramadan 1440 H tersebut, kiranya hilal tak mengundang perbedaan. Inilah saatnya yang tepat untuk menguji validitas hisab dan rukyat, yang mana hisab dan rukyat dapat dijadikan sebagai bagian yang saling melengkapi. Hisab sebagai hipotesis yang membutuhkan verifikasi rukyat di lapangan.
Sangat tepat apabila pemerintah sebagai fasilitator upaya penyatuan hisab rukyat di Indonesia untuk memantau secara serius terhadap data hasil hisab awal dan akhir Ramadan khususnya. Apalagi menurut prediksi hisab sampai dengan tahun 2021, kondisi hilal akan selalu bersahabat yaitu tinggi hilal yang tidak bermasalah menurut kriteria masing-masing aliran yang ada di Indonesia. Dengan kebijakan pemerintah kiranya dapat mewujudkan prinsip penetapan awal dan akhir Ramadan yang kompromistis yang objektif ilmiah yang dapat diterima semua pihak. Inilah yang dinanti-nanti oleh masyarakat kita. (*)
*Mahasiswi Pasca Sarjana Prodi Ilmu Falak, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo, Semarang.
*Penulis warga Jl. Medalem–Simorejo, Dk. Malebo RT.03/RW.03, Ds. Simorejo, Kec. Kanor, Kab. Bojonegoro.
Menelisik Hilal Syawal 1440H
5 Comments
1.230x view