Reporter: M. Anang Febri
blokTuban.com - Di balik keadaan yang menimpa satu keluarga pengidap gizi buruk di Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban, terdapat kisah-kisah haru di balik perjuangan mereka selama ini.
Berdasarkan informasi yang dihimpun blokTuban.com dari berbagai sumber, tetangga, warga, maupun kerabat pasangan keluarga Darkip (55) dan Sumar (51), keluarga yang termasuk dalam golongan kurang mampu tersebut memiliki perjuangan dan semangat hidup yang kiranya bisa dicontoh oleh orang lain.
"Kalau si Bapak sudah 8 tahun lebih sakit-sakitan, Si Ibu hanya kerja alakadar. Begitupun juga anak-anaknya," ujar salah satu warga, Nika kepada blokTuban.com, Selasa (25/9/2018).
Masih kata Nika, selama ini keluarga tersebut hanya ditopang oleh salah satu anaknya, alm Riyadi (17). Sebagai tulang punggung keluarga, Riyadi juga melakukan kerja serabutan, seadanya. Anak kedua dari 4 bersaudara itu juga merelakan pendidikan SMA, hanya cukup di bangku kelas 2. Tak ada biaya untuk tetap lanjut pendidikan. Ia lebih mementingkan untuk merawat dua orang tua dan adiknya yang tengah dalam keadaan kurang baik.
"Dulu, almarhum Riyadi itu jarang makan. Dia sangat kuat menahan lapar berhari-hari demi orang tua dan keluarga," tambahnya.
Namun begitu, keadaan tersebut tak berlangsung lama. Sebelum dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Esa, Riyadi malah mendapat cobaan bertubi. Suatu ketika hendak beraktivitas, dia tertimpa pohon besar di sekitar wisata air Logong Singgahan. Beberapa anggota badannya, mulai dari kaki hingga lengan. Ada sekitar 4 titik patah tulang yang dideritanya saat itu.
Sempat juga dia dibawa berobat oleh tetangga dan kerabat dekatnya ke salah satu Rumah Sakit terkemuka di Jawa Timur.
"Di sana malah tidak terurus, makanya kita bawa pulang, dan beberapa waktu diobati sendiri sampai pulih seperti semula. Tapi, berhubung ada gangguan kesehatan dalam arti kurang gizi, saudara Riyadi berpulang lebih dulu," ujar Jupri, warga lain.
Terhitung seminggu lebih almarhum Riyadi meninggalkan keluarga untuk selamnya. Sedangkan itu, Tumi, adik perempuannya saat ini mencoba membantu perekonomian keluarga dengan bekerja sebagai asisten rumah tangga di Surabaya. Senasib dengan Riyadi, Tumi juga putus sekolah sebab tuntutan hidup yang begitu menantang.
Beban berat amat tetlihat jika ditengok dari keseharian Sumar. Istri Darkip itu memiliki keadaan serupa dengan suami dan anak-anaknya. Berbadan kurus, jarang makan, dan kerja seadanya. Dia hanya bisa beraktivitas di rumah, seperti bersih-bersih dan mencuci baju.
Keadaan musim kemarau yang menyebabkan minimnya sumber mata air, mengharuskan Sumar mencuci baju di sungai yang berada cukup jauh dari kediamannya. Satu minggu sekali dia mengumpulkan pakaian kotor sekeluarga, untuk di cuci ke sungai.
"Lebih kasihan ya itu. Kalau cuci baju harus ke sungai, itupun cucian menumpuk di taruh dalam karung. Iya pas berangkat ringan, pas pulang ya kasian bawa pakaian yang masih basah," terang Nika.
Sampai saat ini, kondisi kesehatan keluarga gizi buruk tersebut masih belum mendapat bantuan maupun penangan yang layak nan memadai dari pemerintah. Namun demikian, berbagai bantuan dari warga sekitar juga komunitas peduli sosial tengah berangsur membantu meringankan kesusahpayahan keluarga itu. [feb/col]