Penulis: Sri Wiyono
blokTuban.com – Hari-hari di bulan Ramadan di lingkungan pondok pesantren adalah hari-hari untuk meningkatkan ibadah. Pagi siang malam selalu diisi dengan kegiatan ibadah.
Bagi para maniak ibadah, waktu 24 jam sehari semalam rasanya tidak cukup untuk menjalankan ibadah di bulan Ramadan. Namun tidak dengan Zaid, tokoh kita ini. Santri pintar namun agak mbeling ini sebenarnya malas untuk meningkatkan ibadahnya.
Ngaji habis Subuh saja dia sebenarnya malas, kalau tidak takut dengan pengurus pondok. Meski ibadah Ramadannya masih terus jalan, seperti salat Tarawih misalnya. Namun, kualitasnya dia kurangi.
Lho kok bisa? Bisa. Bukan Zaid kalau tak punya ide-ide nakal untuk ‘ngakali’ Tuhan. Begini ceritanya:
Sebagai santri terkenal dan sudah agak senior, Zaid banyak dikenal. Bahkan, keluarga dari Mbah Yai yang mengasuh pondok tempat Zaid nyantri banyak yang kenal dia.
Keluarga pondok, biasanya juga menjadi santri, hanya pondok pesantrennya di luar kota. Seperti salah satu Gus, yang dikenal Zaid. Setiap Gus yang nyantri di pesantren di luar provinsi itu pulang, Zaid pasti dolan ke rumahnya. Tak jarang, Zaid diajak Gus tersebut jalan-jalan di kota.
Suatu hari di bulan Ramadan, Gus kawan akrab Zaid ini datang. Usianya keduanya memamg tak terpaut jauh, sehingga komunikasi nyambung dan akrab.
Gus tersebut datang ke pondok dan mencari Zaid. Kebetulan, saat itu pondok sepi, karena semua santri masih jamaah salat Tarawih di masjid pondok.
Gus itu menunggu Zaid di depan serambi pondok. Begitu Zaid datang, keduanya langsung ketemu dan melepas kangen. Salaman dan pelukan menjadi kebiasaan keduanya.
‘’Sudah lama Gus?’’ tanya Zaid.
‘’Sudah dari tadi saya nungguin kamu,’’ jawab Gus.
‘’Nggak Tarawih apa?’’tanya Zaid lagi.
‘’Sudah selesai tadi. Ayo kita ngopi,’’ jawab Gus, lalu mengajak Zaid pergi.
Zaid berfikir. Tarawih kok cepat banget sudah selesai. Padahal di masjid pondok baru selesai. Pertanyaan itu disimpan di kepala Zaid. Sambil berjalan menuju warung kopi, Zaid terus memikirkan itu. Saat mereka sudah duduk menunggu pesanannya datang, Zaid bertanya.
‘’Gus, memangnya tarawih di mana kok cepet?’’ tanya dia
‘’Di rumah,’’ jawab Gus.
‘’Lha kok gitu?'' Zaid tak puas jawaban Gus.
‘’Ya bisa to. Tadi, saya yang jadi imam. Makmumnya Umi dan adik-adik saya,’’ jawab Gus.
Zaid pun manggut-manggut. Akalnya pun mulai bekerja.
‘’Gus, bagaimana kalau besok saya ikut tarawih sampean saja,’’ ujar Zaid.
‘’Boleh. Kalau begitu besok Tarawih di pondok saja ya. Nanti kalau yang di masjid mulai, kita baru ke pondok,’’ jawab Gus.
Besoknya, Zaid mbulet saja di 'gothakan' meski azan Isyak sudak berkumandang. Dia memang sengaja tak datang ke masjid malam itu, karena sudah janjian mau tarawih bareng Gus.
Setelah di masjid Mbah Yai mulai ngimami salat Isyak, Gus datang, dan langsung mengajak Zaid salat Isyak lalu dilanjut tarawih.
Benar saja, dalam salat Tarawih, setelah surat Alfatihah, Gus memilih sudah yang pendek-pendek untuk dibaca. Bahkan, teramat pendek. Misalnya ayat yang hanya dua huruf atau bahkan lebih. Misalnya Yaasin..., Taha...., Qof.., Nuunn... dan ayat sejenis lainnya. Karena itu, salat Tarawih cukup 10 menit.
Usai salat Zaid puas. Saat santri lain masih jamaah di masjid, dia sudah leyeh-leyeh di 'gothakan'. Maka, saat santri lain datang, semua menanyai Zaid.
Dengan bangga, Zaid bercerita. Kalau dia sudah Tarawih dan Gus yang menjadi imam. Mendengar cerita Zaid, banyak santri yang tertarik. Mereka minta Zaid izin ke Gus agar mereka bisa ikut jadi jamaah.
Ternyata, Gus tak keberatan. Maka malam-malam selanjutnya, jamaah Tarawih kilat itu makin ramai jamaahnya. Makmum yang semula hanya Zaid, tambah hari tambah banyak. Bahkan, bukan hanya dari kompleks pondoknya Zaid saja. Karena ada santri kompleks lain yang juga gabung.
Ah Zaid, ada-ada saja idenya. Dan, setelah lulus dari pesantren Zaid pun menjadi imam salat Tarawih di musala kampungnya yang paling disukai jamaah.
Sebab, meski ayatnya tidak seekstrim Gus pendeknya, namun dia milih surat yang pendek-pendek, sehingga maksimal 30 menit salat Tarawih yang diimami Zaid selesai. Itu sudah sekalian salat Isyaknya lo.
Dan, Gus saat ini menjelma menjadi Kiai muda yang sudah banyak santrinya. Lahan-lahan kosong di sekitar rumahnya dijadikan bangunan pondok untuk menampung santri.[*]