Oleh: Mochamad Nur Rofiq
blokTuban.com - Keadaan bangsa itu sama dengan keadaan individu. Sama-sama memiliki sifat lengah dan waspada.
Kadang-kadang sifat kelengahan itu lebih menguasai pada bangsa, hingga membuat mereka beku dan terbelakang. Akan tetapi kadang-kadang sifat kewaspadaan lebih menonjol dan membuat mereka semangat, hingga selalu sadar dan waspada.
Kedua sifat ini senantiasa bersaing dan berebut posisi. Dua sifat itu tidak dapat berkumpul dan tidak akan berkumpul pada satu orang dan di antara keduanya tidak bisa saling mereda. Hal itu disebabkan keduanya berlawanan, dan dua perkara yang perlawanan, pasti tidak dapat berkumpul dalam satu tubuh.
Kemenangan yang dicapai dua sifat ini mempunyai beberapa sebab. Sebab-sebab ini mungkin berbeda lahirnya, tetapi hakekatnya sama. Karena, sebab-sebab tersebut membuahkan kemenangan.
Timbulnya kesadaran dan kewaspadaan dalam tubuh bangsa atau kelengahan dan kebekuan kesadaran, atau kelengahan itu berbeda tingkat kekuatan dan kelemahannya. Sesuai dengan bedanya sebab-sebab yang berpengaruh dalam setiap orang dari bangsa yang telah terjangkit sifat itu.
Adapun faktor yang menyebabkan bangsa menjadi beku, terbelakang, mundur dan jatuh itu banyak.
Di antara sebab-sebab yang menjadikan umat ini beku dan terbelakang, adalah kebekuan pemikiran sebagian besar pemuka-pemuka agama dan sikap yang menghambat arus keinginan kuat jadi bangsa yang pengaruh.
Di antara pemuka-pemuka agama atau ulama tersebut, ada yang menjadikan agama sebagai alat untuk mencapai maksudnya sendiri. Sebagai pengakuan untuk mencegah pemikiran orang banyak, agar menjabel atau tidak memberikan dukungan kepada golongan pembaharuan.
Serta agar tidak mengikuti gagasan para cendekiawan dan para pakar ilmu sosial, ekonomi, dan politik yang menghendaki segera dilakukan reformasi dalam segala bidang demi kejayaan bangsa.
Ulama yang berpendirian seperti itu, tidak segan-segan mengkafirkan dan menganggap fasik orang yang tidak sejalan dengan pikirannya. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Bahkan, kadang-kadang menganggap halal darah orang-orang baik.
Semua itu merupakan akibat keterbatasan pengetahuan atau kebodohan mereka. Karena mereka tertipu Oleh nafsunya sendiri atau kelemahan akhlak mereka, apabila mereka mau memahaminya.
Di antara sebab-sebab kemunduran bangsa itu adalah sikap diktator para pemimpin, dan orang yang berpengaruh. Juga kezaliman dan sikap intimidasi mereka terhadap orang yang bermaksud bangkit bersama bangsa, membebaskan diri dari belenggu kerendahan, kebodohan dan kemunduran, menjadi bangsa mulia, berpengetahuan, penuh sadar dan waspada.
Di sini masih ada lagi sebab-sebab lain, selain yang tersebut di atas yang tidak mungkin diungkapkan dalam kitab singkat ini. Sebab-sebab lain ini, sebagaimana sebab-sebab yang telah diuraikan, dapat menyebabkan kemunduran dan kebekuan bangsa serta mendorongnya pada kehinaan dan keterbelakangan.
Itulah keadaan bangsa ketika sedang dalam kelengahan atau ketidaksadaran. Ketidaksadaran inilah yang membuat mereka dalam belenggu penguasa yang hina.
Adapun keadaan bangsa ketika sadar dan waspada, tentu tidak sama dengan yang telah disebutkan di atas. Sebab bangsa yang berada dalam kesadaran dan kewaspadaan, saat itulah mereka menjadi bangsa terhormat, tinggi kedudukannya, disegani, kuat dan berbobot, atau diperhitungkan suaranya serta luas kekuasaannya.
Suatu bangsa tidak dapat berada dalam keadaan seperti itu, kecuali didahului oleh sebab-sebab yang bisa mengantarkan mereka pada kejayaan yang telah diterangkan di atas.
Sebab-sebab yang membuat bangsa memperoleh kejayaan itu banyak sekali.
Di antara sebab-sebab itu adalah tampilnya orang-orang yang berjiwa besar di tengah bangsa itu sendiri, yang merasa sakit hati atau sedih melihat bangsanya dalam kebodohan, keterbelakangan dan kemunduran.
Orang-orang tersebut lalu bangkit menanamkan di kalangan bangsa, nilai cita-cita yang luhur dan cara cara membebaskan diri dari hal-hal yang membahayakan. Menghidupkan semangat mereka dalam mempersiapkan diri dan berjuang mencapai kedudukan yang luhur.
Jika tiba waktunya mereka telah siap, maka mereka dapat mendorong atau menekan para penguasa pejabat dan orang-orang penting yang bertindak sewenang-wenang. Agar segera mengubah keadaan masyarakat yang telah rusak menjadi baik.
Dengan cara seperti inilah hambatan-hambatan yang menghadapi kemajuan bangsa dapat tersingkirkan.
Manakala maksud tersebut telah terselesaikan atau menghentikan kediktatoran penguasaan, maka orang-orang berjiwa besar tersebut menyadari, bahwa apa yang baru berhasil mereka lalui masih belum apa-apa jika dibandingkan dengan rintangan-rintangan yang bakal menghadang mereka dalam perjuangan memperbaiki bangsa.
Sebab, menyingkirkan kezaliman, kesewenang-wenangan, dan reformasi sosial, dan politik itu sama sekali belum cukup mengangkat derajat bangsa, jika mereka itu masih tetap bodoh terbelakang.
Sesungguhnya, menyingkirkan kebodohan bangsa adalah persoalan yang lebih berat pada menghilangkan kezaliman pemerintah. Dan sesungguhnya keterbelakangan dan kebekuan bangsa juga merupakan hambatan berat dalam usaha menjadikan mereka hidup terhormat dan disegani.
Rintangan kedua ini lebih sulit dihadapi daripada para penguasa diktator dan pemuka-pemuka agama yang kolot dan jumud.
Apabila orang-orang terkemuka itu mengetahui rintangan-rintangan yang mesti mereka hadapi, maka mereka harus berpikir tentang cara-cara menghilangkan kebekuan dan kebodohan bangsa. Juga paling cocok untuk itu tidak lain adalah dengan cara mengabarkan gerakan revolusi moral yang dapat membasmi moral penguasa yang bejat, tatanan peraturan-peraturan dan kebiasaan-kebiasaan yang berbahaya.
Menurut pengarang kitab Idhotun Nasyiin, Syekh Musthafa Al-Ghalayani, cara yang paling ampuh adalah gerakan ini selain daripada penyebaran berita-berita yang benar, bebas dan jujur. Berita yang tidak punya tujuan menjual kemuliaan dan harga diri dengan imbalan upah yang tidak berarti, yang diterima oleh pemilik media dengan cara tidak terpuji dan curang.
Di samping itu, juga harus digalakkan penyebaran buku-buku yang bermanfaat di semua lapisan masyarakat atau bangsa. Sebab mungkin sekali pengaruh buku-buku ini lebih besar daripada pengaruh media berita tersebut.
Oleh sebab itu, para pemikir wajib memperbanyak menulis dan menyebarkan buku-buku yang bermanfaat, yang dapat menggugah perasaan bangsa dan dapat menyadarkan mereka dari kelengahan.
Hendaknya para cendikiawan tersebut mendukung media nasional yang jujur dan majalah-majalah yang bermanfaat dengan tulisan-tulisan mereka. Hal itu untuk mendorong bangsa menggemarinya dalam rangka meningkatkan jumlah para pembacanya.
"Dengan cara itulah bangsa akan terus berjalan menuju kejayaan dan kebahagiaan," ungkapnya di bab lengah dan waspada ini.
Wahai generasi muda, dan pembaca setia blokTuban.com sadarlah kalian semua. Janganlah engkau menjadi golongan orang-orang yang mundur dan terbelakang. Bacalah media yang nasionalismenya kental. Dan bacalah pula buku-buku yang berbobot bahasanya, pasti kalian semua menjadi orang yang berjaya. [rof/ono]