Penulis: Sri Wiyono
blokTuban.com - Zaid, tokoh santri kita ini memang sangat jahil dan iseng. Tak peduli tempat dan waktu, keisengannya selalu muncul. Namun, suatu saat dia kena batunya, saat Sang Guru menanggapi sifat jahilnya.
Begini ceritanya;
Ramadan seperti saat ini adalah bulan yang dinanti-nanti seluruh umat muslim. Terlebih yang berada di pondok pesantren. Sebab, Ramadan adalah saat meningkatkan ibadah. Mengaji di bulan Ramadan bisa sampai seharian. Dari pagi sampai sore menjelang waktu berbuka puasa.
Bagi Zaid, Ramadan mempunyai makna lain. Dia yang sudah duduk di Madrasah Aliyah (MA) atau setingkat SMA bisa memanfaatkan momen Ramadan untuk berburu takjil.Juga kegiatan Ramadan lainnya.
Suatu saat, di bulan Ramadan, MA tempat Zaid sekolah mengadakan pondok Ramadan.Kegiatan dipusatkan di masjid di kompleks pondok. Isi kegiatannya hanya mengaji, dari pagi sampai sore, dengan pengasuh berbeda-beda. Sebab, kitab yang dibahas juga berbeda.
Saking banyaknya siswa yang ikut, sebagian siswa dan satri harus berada di serambi masjid. Sedang yang lain berada di bangunan utama masjid.
Zaid, selalu memilih berada di masjid utama. Karena di sana dia bisa berkumpul dengan santri putri. Sebab, di masjid itu, antara santri putri dan putra hanya dibatasi satir atau kain penutup. Zaid, selalu memilih tempat di dekat kain penutup itu. Tujuannya agar bisa menggoda santri putri.
Suatu saat, giliran guru yang dikenal galak yang memberikan ngaji bab fiqih. Zaid, sudah tak konsentrasi lagi pada ngajinya. Dia sibuk menggoda santri putri. Caranya, dia menyodorkan secarik kertas melalui bawah kain penutup itu.
‘’Hai..kenalan dong, aku Zaid,’’ tulis Zaid di atas kertas sobekan buku. Dia berharap tulisan itu ada membalas.
Beberapa waktu tak ada respon. Zaid sabar menunggu. Tiba-tiba ada uluran kertas dari ruangan sebelah. Hati Zaid senang.
‘’Hai juga, saya Siti,’’ bunyi tulisan di atas kertas balasan itu menyebutkan nama (sebut saja begitu) salah satu santri putri.
Zaid mengernyitkan dahi. Dia tahu Siti adalah adalah satu kembang kelas di MA nya. Anaknya cantik dan tinggi. Tapi, kok tulisannya di kertas itu agak beda dengan tulisan Siti yang dikenal rapi.
Namun, Zaid tak peduli. Dia kemudian melanjutkan isengnya.
‘’Sudah punya pacar belum?’’ tulisnya
‘’Belum,’’ balas cewek di sebelah.
‘’Kamu mau jadi pacar aku nggak?’’ tulis Zaid.
‘’Gimana ya?’’ balasan dari sebelah.
‘’Mau ya?’’ desak Zaid
‘’Ih..kok maksa sihh,’’ balas santriwati sebelah.
Selama proses balas membalas tulisan itu, beberapa kawan Zaid tahu, dan mereka bersama-sama membaca balasan tulisan. Sedangkan, di ruang sebelah santriwati terdengar cekikikan. Namun Zaid menganggap mereka suka dengan tukar menukar tulisan itu.
‘’Kita ketemuan dulu dong,’’ bunyi kertas balasan dari ruang sebelah pada Zaid.
Hati Zaid berbunga-bunga. Dia membayangkan ketemuan dengan Siti.
‘’Oke, di belakang masjid usai mengaji,’’ balas Zaid.
‘’Oke, tunggu ya,’’ bunyi kertas balasan untuk untuknya.
‘’Yess..,’’ teriak Zaid dengan suara tertahan.
Kawan-kawannya menyalami, dan menepuk2 pundak Zaid, sebagai tanda penghargaan pada Zaid yang telah berhasil mengajak Siti kenalan.
Tiba-tiba Pak Guru yang mengaji menghentikan bahasannya. Ternyata, bab dalam kitab yang dibaca sudah selesai. Dan, Zaid sama sekali tak memerhatikan penjelasan dari Pak Guru, karena sibuk berbalas kata lewat tulisan.
‘’Bab, selanjutnya adalah soal tukar menukar kata,’’ kata pak Guru.
Zaid diam. Karena dia heran kok ada bahasan tersebut dalam kitab. Belum selesai Zaid, berfikir, Pak Guru menjelaskan maksudnya.
Diceritakan pula bagaimana Zaid bertukar kata dengan Siti. Zaid kaget. ‘’Kok Pak Guru tahu,’’ tanya batinnya.
Zaid, hampir saja salto saat Pak Guru itu mengatakan bahwa yang bertukar kata dengan Zaid sebenarnya bukan Siti, namun Pak Guru sendiri. Wajah Zaid mulai memerah menahan malu.
Terlebih ketika pak Guru membacakan satu persatu tulisan dalam kertas yang menumpuk di depannya. Mulai dari awal sampai akhir mereka janjian ketemu.
Santri yang lain tertawa ngakak. Bahkan ada yang berguling-guling saking lucunya. Pak Guru yang dikenal galak itu, membaca tulisan dengan lucu. Untuk jawaban Siti, Pak Guru membaca dengan suara perempuan.
Santriwati di ruang sebelah cekikikan tiada henti setiap dialog dibacakan. Dan Zaid sudah tak kuasa menampakkan wajahnya. Wajahnya ditutupi kopiah dan membenamkan wajahnya ke karpet masjid saking malunya. Dan, sore menjelang buka puasa itu, para santri kenyang tertawa. Ternyata Zaid menerima coretan mesra dari Pak Guru.(*)
*Cerita diolah berdasarkan kisah nyata
Selama bulan puasa redaksi blokTuban.com mengangkat kisah, cerita, dongeng, nasehat dan tradisi yang didapat dari pondok pesantren. Kisah bisa didapat dari penuturan santri, kyai, ataupun sumber-sumber lain.