Oleh Whan Laba
Penyandang gelar santri tidak hanya ditujukan kepada seseorang yang pernah mondok di pesantren saja, tetapi siapa pun yang berakhlak santri yang memiliki karakter tawadhu’ kepada Gusti Allah dan tawadhu’ kepada para alim ulama’. Saat ini setiap tanggal 22 oktober diperingati hari santri nasional sejak pemerintah menetapkannya pada tahun 2015. Tujuannya adalah mengenang peran santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan NKRI dari penjajahan. Hari Santri merujuk pada keluarnya Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 yang memantik terjadinya peristiwa heroik 10 November 1945.
Resolusi Jihad adalah seruan ulama santri, yang mewajibkan setiap muslim Indonesia untuk membela tanah air dan mempertahankan NKRI. Dalam konteks kekinian, peran santri tidak harus mengangkat senjata, tetapi memberi kontribusi yang nyata bagi masyarakat sekitar. Setidaknya santri harus mampu istikomah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh sewaktu belajar ngaji di pesantren.
Sebagai santri, kita jangan terjebak pada acara seremonial semata. Santri harus mampu menjaga etika akhlakul karimah. Aklakhul karimah tersebut haruslah teraktualisasikan dalam segala perilaku kehidupan sehari-hari. Ini penting karena hal tersebut yang membedakan antara santri dan yang bukan. Kebiasaan yang terbentuk selama di pesantren haruslah kita tumbuhkembangkan dalam kehidupan bermasyarakat. Di dunia pesantren kita diajarkan tentang iman, ilmu dan amal. Manifestasi dari ketiganya adalah mencetak santri yang mampu berdzikir kuat, berfikir cepat dan bertindak tepat (amal sholeh). Ini yang akan menjadi pedoman sekaligus tuntunan yang merupakan cara hidup santri yang pada akhirnya akan menjadi kebiasaan diluar tembok pesantren.
Kemampuan berdzikir kuat tidaklah diukur dari seberapa banyak kita memutar-mutar tasbih sambil komat kamit, tapi diukur dari keistikhomahan kita dalam mengingat Allah. Bentuk dari berdzikir kuat yaitu Dalam setiap jengkal waktu hati kita selalu dzikir Allah, Allah, Allah baik dalam kesendirian maupun dalam keramaian. Saat melakukan pekerjaan apapun haruslah dimulai dengan basmalah, setiap kita dapat rizki Allah ucapkan Alhamdulillah dan sebagainya. Inilah bentuk dzikir yang kuat.
Kemampuan berpikir cepat ditandai dengan selalu responsif terhadap dinamika social yang berkembang. Santri harus mampu memberi solusi di tengah persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Dengan kapasitas keilmuan yang dimiliki santri, tentu ini akan menjadi modal utama. Di pesantren santri tidak hanya belajar ilmu agama tetapi juga ilmu umum. Ini menjadi nilai lebih dibandingkan dengan yang lain. Maka tidak diragukan lagi, santri mampu berada digarda terdepan dalam segala hal.
Sementara itu, Kemampuan bertindak tepat ditandai dengan amalan sholeh yang bersumber dari keilmuan. Setiap tindakannya didasarkan pada hukum-hukum agama yang berlaku. Dalam perilaku tindak tanduknya pastilah ada dasarnya. Dari ketiga pedoman hidup diatas dipraktekkan oleh santri secara istikhomah dalam kehidupan sehari-hari, maka insya Allah akan menjadi insan kamil dunia akhirat.
Dari uraian bahan diskusi di atas, tentu pesantren telah terlebih dahulu menerapkan konsep pendidikan karakter. Saat ini pemerintah telah mencanangkan pendidikan karakter pada pendidikan nasional kita. Jauh-jauh hari sebelum pemerintah melakukan itu, pondok pesantren telah menerapkan pendidikan karakter yang sudah menjadi tradisi yang kuat.
Dilihat dari empat kompetensi inti dalam kurikulum 2013 (K13), yang wajib tersampaikan ke peserta didik dalam setiap kegiatan pembelajaran mulai sikap spiritual, kompetensi sikap social, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan semua sudah masuk pada kurikulum yang menjadi tradisi di pesantren. Maka pesantren menjadi lembaga pendidikan yang terlengkap sehingga akan melahirkan santri-santri yang menjadi ujung tombak pembangunan nasional kita. Oleh karena itu, ayo kita mondok!. Salam.
Pesantren, Kawah Candradimuka Santri Berkarakter
5 Comments
1.230x view