Penulis: Mochamad Sudarsono
blokTuban.com – Cerita rakyat banyak bersanding dengan keberadaan suatu tempat. Seperti keberadaan kumpulan beberapa batu besar menyerupai gajah, di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban. Bentuk yang besar menyerupai gajah, membuat warga sekitar menyebutnya sebagai "Watu Gajah".
Watu Gajah di Desa Bejagung lekat dengan cerita Gajah Mada, patih pilih tanding dari kerajaan Majapahit. Sebagian masyarakat meyakini batu tersebut adalah bekas pertempuran Patih Gajah Mada.
Konon, pertempuran terjadi saat Kusumawardhani, yang tak lain adalah anak Raja Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit mendatangi tokoh penyebar agama Islam, Syech Abdullah Asy'ari atau Sunan Bejagung Lor, dengan maksud berguru ilmu agama.
Sunan Bejagung Lor dikenal sebagai sosok penyebar agama yang gigih, pandai bergaul dan mudah diterima semua lapis kalangan masyarakat. Faktor itulah yang membuat Kusumawardhani berniat sungguh-sungguh menimba ilmu dari Kanjeng Sunan.
Raja Hayam Wuruk tidak berkenan anaknya belajar agama Islam. karena Kusumawardhani digadang-gadang sebagai penerus tahta Majapahit. Raja lantas memerintahkan Patih Gajah Mada menghalangi niat anaknya.
Pihak Kerajaan pun mengirimkan bala pasukan gajah dari Majapahit yang dipimpin langsung Gajah Mada. Mereka berusaha menyerang padepokan Sunan Bejagung. Adu kesaktian pun terjadi antara Patih Gajah Mada dengan Kanjeng Sunan Bejagung Lor.
Di sela adu kesaktian, Kanjeng Sunan menyabda pasukan gajah tersebut menjadi batu. Batu-batu itupun mempunyai ukuran cukup besar, sekilas wujudnya menyerupai bentuk gajah sampai sekarang.
Disabdanya pasukan Gajah menjadi batu oleh Sunan Bejagung Lor, membuat Gajah Mada geram serasa dipermainkan. Diapun langsung mengoyak pohon kelapa hingga buahnya (tua dan muda) berjatuhan untuk diminum. Sebaliknya, Kanjeng Sunan dengan santai justru melambaikan tangan. Pohon kelapa itu seolah hidup dan patuh, batangnya melengkung dari ujung pohon sampai ke tanah mengikuti lambaian tangan Sunan Bejagung. Sunan Bejagung kemudian memetik satu buahnya dan memberikan kepada Gajah Mada untuk diminum.
Adu kesaktian terus berlanjut. Gajah Mada menantang Kanjeng Sunan mengambil ikan di laut dalam kondisi hidup dengan kesaktian yang dimiliki. Dia menggunakan ilmunya untuk mendapatkan ikan, namun yang dia dapat adalah ikan mati. Tetapi Sunan Bejagung Lor bisa mengambil ikan hanya bermodal daun waru dan timba yang terisi air sehingga ikan tetap hidup sampai di darat.
Juru Kunci Makam Sunan Bejagung, Darmawan menceritakan, awalnya Patih Gajah Mada percaya diri bisa mengalahkan Sunan Bejagung Lor dengan mudah. Tetapi di desa itu dia justru kalah dan harus bertekuk lutut mengakui kehebatan Syech Abdullah Asyari, karena dua kali kalah dalam adu kesaktian.
Juru Kunci makam Sunan Bejagung ke-9 itu menambahkan, usai kalah melawan Kanjeng Sunan, akhirnya dia harus angkat kaki kembali ke kerajaan tanpa hasil membawa anak Raja Hayam Wuruk. "Gajah Mada harus kembali ke kerajaannya, karena kalah dengan Kanjeng Sunan Bejagung," pungkasnya.[nok/ito]