Reporter: Moch. Sudarsono
blokTuban.com - Proyek Jalur Lingkar Selatan (JLS) yang digadang-gadang sebagai solusi atasi kemacetan di Jalur Pantura Tuban masih dalam tahap pembebasan lahan.
Tim pelaksana yang terdiri dari Badan Pertanahan Nasional dan Dinas Pekerjaan Umum mengadakan pertemuan dengan warga Kembangbilo membahas tentang harga lahan yang tak kunjung disepakati di balai desa setempat, Jumat (30/9/2016).
Dalam pertemuan tersebut, terdapat sebanyak 45 warga pemilik lahan yang tidak satu suara menerima kesepakatan harga yang ditawarkan Tim Appraisal. Di antaranya, 15 warga menerima pembelian lahan, 8 orang menolak dan 22 warga masih ragu-ragu.
Rata-rata mereka yang menolak menganggap harga tanah yang ditetapkan Tim Appraisal sangat murah.
Salah satu pemilik lahan H.Kusnan mengatakan, tanah warga yang mau dibeli harganya murah tentu saja pemiliknya tidak mau. Apalagi Tim Appraisal dirasa tidak pernah melibatkan warga untuk berdiskusi menentukan harga.
"Tiba-tiba saja kami disodori harga yang seenaknya sendiri, tentu saja kami menolak pembelian tanah," ujar pria yang memiliki dua titik lahan di peta JLS.
Sementara itu, warga lain yang menolak adalah Makruf. Dia juga berdalih sama, bahwa tanah miliknya dihargai sangat murah. Dengan harga itu Makruf memastikan tidak mau menjual tanahnya.
"Saya tidak mau menjual, harganya murah," jelas Makruf.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Pengadaan JLS, Priyantono mengungkapkan, bahwa dirinya tidak ikut campur terkait harga yang diajukan kepada warga karena yang menentukan adalah Tim Appraisal bukan dinas terkait ataupun BPN.
"Saya tidak ikut menentukan harga, saya di sini cuma mendata berapa banyak warga yang setuju dan tidak, itu saja tugas saya," tegas pria dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU) tersebut.
Diketahui, rata-rata tanah warga dipatok dengan harga Rp345.000 sampai Rp411.000 per meter persegi.[nok/col]