Oleh: Fitria Rizky*
Ramadan merupakan bulan yang dinanti-nanti, khususnya bagi umat Muslim. Sebab, di Bulan Ramadan seluruh umat menjalankan puasa. Namun, ada 4 golongan yang mendapat keringanan, mulai orang sakit, musafir, orang yang sangat tua dan pekerja berat, serta ibu hamil dan menyusui.
Banyak pertanyaan yang muncul, apakah ibu menyusui tidak boleh menjalankan puasa? Atau berbahayakah jika tetap melaksanakannya? Sebenarnya walaupun ibu tidak makan selama 14 jam, komposisi ASI tidak akan berubah atau berkurang kualitasnya dibandingkan saat tidak berpuasa. Sebab, tubuh akan melakukan mekanisme pengambilan cadangan zat-zat gizi, yaitu energi, lemak dan protein, serta vitamin dan mineral, dari simpanan tubuh.
Begitu ibu berbuka, tubuh akan mengganti cadangan zat-zat gizi tadi, sehingga ibu tidak akan kekurangan energi untuk memenuhi aktivitas, serta mempertahankan kesehatan tubuhnya. Komposisi ASI baru akan berkurang pada ibu yang menderita kurang gizi berat, sebab tidak ada lagi cadangan zat gizi yang dapat memasok kebutuhan produksi ASI yang lengkap.
Ibu menyusui yang memiliki bayi berusia di bawah 6 bulan dan memberikan ASI esklusif, dianjurkan untuk tidak menjalankan ibadah puasa terlebih dahulu. Karena asupan nutrisi bagi bayi hanya berasal dari ibu dan bayi belum mendapatkan makanan pendamping ASI. Puasa bisa menyebabkan dehidrasi pada ibu menyusui, sebab ia akan terus memberikan ASI tiap 2 hingga 3 jam pada pagi, siang dan malam.
Pada masa ASI esklusif, metabolisme tubuh ibu bekerja dengan giat untuk terus menerus memproduksi ASI dengan komposisi yang lengkap. Dampaknya bukan hanya pada ibu sebenarnya, melainkan juga bayi yang seharusnya masih memperoleh nutrisi lengkap.
Tetap Menjaga Kualitas ASI
Bagi ibu menyusui yang masih ingin menjalankan ibadah puasa, ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar kualitas ASI tetap terjaga dengan baik. Diantaranya ibu harus mengonsumsi makanan bergizi. Sebab, ibu menyusui membutuhkan tambahan sekitar 700 kalori perhari, sehingga perlu mengonsumsi 50% karbohidrat dan 30% protein yang bisa diperoleh dari sayuran hijau, kacang- kacangan, ikan, telur dan lain sebagainya.
Ibu yang menyusui esklusif yang puasa juga membutuhkan 20% lemak tiap sekali makan dan tetap mengasup gizi tiga kali dalam sehari. Caranya, pada saat sahur, berbuka puasa dan menjelang tidur setelah melaksanakan salat Tarawih. Jika cara tersebut bisa dilakukan ibu, maka ASI untuk buah hati tetap bisa terjaga kualitasnya.
Yang tidak boleh dilupakan, saat berpuasa, cairan tubuh berkurang antara 2 sampai 3%. Banyak minum air putih ketika sahur dan berbuka bisa menjadi solusinya, dengan asupan air sebanyak 2 liter sehari. Cara minum diantaranya dua gelas saat berbuka, empat gelas saat malam sampai menjelang tidur, dan dua gelas ketika sahur. Agar menambah gizi, maka memperbanyak tambahan makan berupa buah atau jus.
Bukan hanya makan yang dijaga, agar ASI dapat terus dinikmati balita, ibu harus meluangkan waktu istirahat siang. Karena, dengan tidur yang cukup, maka kesehatan ibu bisa terjaga dan secara otomatis meningkatkan ASI yang diminum sang anak.
Sementara itu jika ibu bekerja, sebaiknya tetap memerah ASI di tempat kerja. Sebab, pjika ASI tidak diperah, maka produksi ASI tetap akan menurun. Minuman madu dan fermentasi kurma juga disarankan, karena gizi dua jenis makanan itu efektif menjaga kualitas ASI.
Bila ibu menyusui mengalami pusing, bibir kering dan kencing berwarna kuning atau pekat, segera membatalkan puasa. Atau bila ibu menyusui masih ragu atau bingung untuk puasa, bisa mengkonsultasikan dengan dokter anak terlebih dahulu bila ingin menjalankan ibadah puasa. [mad]
*Pengirim: Dosen D III Kebidanan Kampus Ungu, Sekolah Tiggi Ilmu Kesehatan (STKes ICSADA) Bojonegoro.
Ilustrasi: net