Reporter: --
blokTuban.com - -
Di era modern ini, sebagian besar aktivitas kita memang dilakukan sambil duduk; mulai dari perjalanan pergi dan pulang kantor, serta bekerja dengan duduk di belakang meja. Sampai rumah pun kita beristirahat dengan duduk di kursi empuk menonton TV atau memantau media sosial.
"Yang dimaksud sedentari adalah semua aktivitas, di luar waktu tidur, yang mengeluarkan energi sedikit dan dilakukan sambil duduk atau berbaring, misalnya duduk menonton televisi, bekerja di meja, membaca, atau menyetir kendaraan," kata dr.Sophia Hage, spesialis kedokteran olahraga dari Klinik LightHOUSE Jakarta.
Sedentari berbeda dengan gaya hidup tak aktif yang berarti tidak melakukan olahraga teratur atau kurang cukup berolahraga. Sementara gaya hidup sedentari berarti seseorang masih memasukkan olahraga dalam kegiatannya sehari-hari.
"Di era modern ini perilaku sedentari meningkat walau pun orang tetap berolahraga," ujarnya.
Penelitian menunjukkan, rata-rata orang dewasa menghabiskan waktu 10 jam setiap hari sedentari. Perilaku tersebut berpengaruh besar dalam kondisi kesehatan seseorang.
Berbagai riset membuktikan, melakukan perilaku sedentari dalam waktu lama setiap hari meningkatkan risiko terkena diabetes dan penyakit jantung.
Untuk mengurangi waktu sedentari, menurut Sophia tidak cukup hanya dengan ke gym atau melakukan olahraga yang hanya sekali-sekali. "Lebih penting memiliki gaya hidup aktif dibanding melakukan olahraga rutin," ujarnya.
Ia mencontohkan, orang yang menghabiskan waktunya untuk berolahraga 40 menit setiap hari tetapi hampir 12 jam duduk setiap hari di luar waktu tidurnya, akan memiliki risiko penyakit lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak berolahraga tetapi 12 jam bergaya hidup aktif.
"Gaya hidup aktif misalnya banyak berjalan kaki, naik tangga, atau melakukan pekerjaan rumah tangga," papar dokter lulusan dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini.
Bahayanya
Walau kita merasa nyaman melakukan aktivitas sambil duduk, tetapi sebenarnya ada ancaman tersembunyi bagi kesehatan.
Sophia menjelaskan, bila kita kebanyakan duduk maka penggunaan otot-otot besar di tubuh akan menurun. Akibatnya kebutuhan tubuh akan gula dan lemak menurun. "Tubuh mengira kita tidak perlu energi," katanya.
Padahal, walau kita tak banyak memakai otot namun biasanya asupan kalori kita tidak berkurang. Hal ini bisa berakibat pada penumpukan lemak, peningkatan kadar gula darah dan Kolesterol. Lama kelamaan akan terjadi gangguan toleransi gula darah sehingga memicu penyakit diabetes. Sementara kadar Kolesterol tinggi beresiko memicu penyakit jantung dan stroke.
Belum lagi gangguan kesehatan berupa postur tubuh yang berubah akibat kebanyakan duduk dan juga menurunnya kekuatan otot dan sendi.
Untuk mengurangi risiko penyakit akibat gaya hidup sedentari, Sophia menyarankan agar kita mengurangi frekuensi waktu duduk. Misalnya saja memilih berjalan kaki untuk ke tempat yang tak terlalu jauh, menonton televisi sambil melakukan aktivitas fisik, atau bangkit berdiri melakukan peregangan atau gerak badan setelah duduk selama satu atau dua jam.