Jamu Gendong yang Keliling Turun-Temurun

Desa Sukorejo, Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban, dikenal dengan masyarakat yang berjualan jamu gendong. Biasanya, warga setempat sejak dinihari atau selepas salat Subuh, sudah membuat olahan jamu. Kemudian sekitar pukul 07.00 WIB, mereka berangkat naik bus menuju berbagai kecamatan yang ada di Kabupaten Tuban. Bahkan ada yang hingga ke Kabupaten Bojonegoro, dan wilayah tetangga.

Reporter: Khoirul Huda, Parto Sasmito

blokTuban.com - Sore hari, sekitar pukul 16.00 WIB atau maksimal menjelang Magrib, warga yang berjualan jamu gendong, sudah kembali berada di rumah. Tidak sulit menuju Desa Sukorejo. Sebab, lokasinya sekitar 3 kilometer arah barat laut dari Kantor Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban. Di sebelah kiri jalan, ada gapura masuk gang dengan plang bertuliskan nama desa tersebut. Namun, sedikit susah untuk menemui pembuat dan penjual jamu gendong di Desa Sukorejo di atas pukul 08.00 WIB. Saat blokTuban.com berkunjung ke desa tersebut, ada salah seorang warga meninggal dunia. Jadi, bisa menemui beberapa penjual yang kebetulan berada di rumah.

"Hari ini tidak jualan. Ada tetangga yang meninggal, masak masih ngejar uang terus," ujar salah satu warga di RT 2/RW 2, Dusun Krajan, Desa Sukorejo, Murijah.

Pada hari-hari biasanya, ibu dari 3 anak tersebut biasa bangun pagi untuk menyiapkan jamu yang akan dijualnya. Untuk jamu yang dibuatnya sendiri, di antaranya beras kencur, kunyit asem, gepyok dan pahitan. Bahan-bahannya, diperoleh dari sekitar rumah, seperti sinom atau daun muda pohon asam, daun jambu dan daun sembukan.

"Daun-daun itu direbus, kemudian diperas dan didingankan. Setelah dingin, kemudian disaring dan dimasukkan botol," jelas istri dari Darto itu.

Selain jamu dalam botol, Murijah juga menjual jamu saset buatan pabrik yang biasa disebut jamu ubekan atau diaduk. Jamu yang dibelinya dari toko dekat rumah itu, di antaranya jamu pegel linu, tensi, batuk, kunir asem, galian putri, galian singset hingga terlambat bulan. Jamu itu, biasanya diaduk dengan madu dan anggur di gelas.

Jika urusan rumah tangga sudah selesai, jamu yang sudah siap itu dimasukkan ke dalam keranjang untuk digendong. Sekitar pukul 08.30 WIB dia diantar suaminya sampai depan gang yang ada di dekat jalan raya. Kemudian, dia naik bus sampai Kecamatan Jatirogo untuk menjajakan jamu gendongnya keliling perkampungan. Selain Jatirogo, dia juga sampai Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban.

"Pulangnya, sekitar pukul 16.00 WIB sampai rumah menjelang Magrib. Biasanya numpang pickup atau truk yang lewat, soalnya tidak ada bus," kata wanita paruh baya yang mulai jualan jamu sejak tahun 1996 tersebut.

Dalam sehari, biasanya jamu yang dijualnya bisa habis sekitar 15 botol dan puluhan jamu saset. Penghasilan yang didapatkan dari jual jamu gendong tidak tentu, antara Rp50.000 sampai Rp100.000. Belum lagi jika sedang musim hajatan, kebanyakan pelanggan hutang dulu. Oleh karena itu, dirinya tidak mempunyai target tertentu untuk penghasilan. Sejauh ini telah ada pelanggan yang rutin dilintasi dari beberapa desa.

jamu-IMg

Hal senada juga diungkapan oleh warga lain yang juga jualan jamu gendong, Mulyati. Hasil jualan jamu yang didapatkan setiap harinya paling banyak Rp.150.000. Belum lagi dipotong ongkos naik bus dan makan sekitar Rp.30.000. "Alhamdulillah cukup lah untuk kebutuhan sehari-hari," ungkapnya.

Wanita 40 tahun itu menambahkan, rata-rata jamu yang dijual jenis dan harganya sama. Yakni untuk jamu buatan sendiri dalam botol dijual mulai Rp3.000 untuk botol ukuran kecil, Rp.6.000 untuk botol ukuran 600 ml dan Rp12.000 botol ukuran 1500 ml. Sedangkan jamu ubekan, mulai dari Rp2.000 untuk gelas kecil dan Rp3.000 gelas besar.

Diakui oleh ibu dari 3 anak itu, di Desa Sukorejo banyak yang menjual jamu gendong. Namun mereka tidak pernah merasa terganggu atau tersaingi. Sebab, wilayah jual jamu masing-masing penjual berbeda. "Kadang saya berangkat pukul 7 pagi ada rombongan 10 orang penjual jamu di bus. Turun dari bus tidak sama-sama. Jadi jualnya tidak mungkin satu wilayah atau desa itu bertabrakan dua orang," terang istri dari Sukrano itu.

Bagi warga Sukorejo, tidak sulit untuk mendapatkan bahan yang dijadikan jamu. Misalnya kunir, daun-daunan dan juga asam. Sebab, warga juga menanam sendiri tanaman yang dijadikan bahan jamu. Karni salah satunya. Di pekarangan dan lahan sekitar rumahnya, mudah dijumpai pohon asam yang masih kecil untuk diambil daun mudanya. Selain itu banyak juga tanaman kunir.

"Dulu bahannya beli di pasar. Kemudian sengaja menanam agar mudah jika butuh sewaktu-waktu dibutuhkan membuat jamu," ungkapnya kepada blokTuban.com saat ditemui di dapur rumahnya saat sedang membuat jamu.

Karni menjelaskan mulai jualan sejak tahun 1994. Sebelumnya, ibu dari 2 anak itu berjualan sayuran keliling kampung dengan menggunakan keranjang yang digendong. Kemudian dia belajar pada saudara yang sudah lebih dulu jualan jamu. Akhirnya dia pun ikut jualan jamu gendong keliling. "Di sini sudah sejak dulu banyak yang jualan jamu secara turun temurun. Tapi saya baru sekitar 22 tahun  jualan jamu," imbuhnya.

Ada Gendong dan Juga Motor

Berbeda dengan penjual lainnya yang saat ini masih keliling jualan jamu gendong dengan naik bus. Karni, wanita 47 tahun itu memang awalnya juga sama seperti warga lainnya. Namun sekitar tahun 2008, dia punya rezeki untuk membeli sepeda motor. Saat pertama motor itu datang dan dia langsung belajar naik motor, siangnya dia langsung berjualan keliling dengan memakai sepeda motor.

Karena dulu sudah punya pelanggan, tidak begitu sulit baginya untuk menjual jamunya menggunakan sepeda motor. Justru lebih memudahkannya dalam berjualan. Jika penjual lainnya berangkat pagi, Karni biasanya sekitar pukul 09.00 WIB selesai membuat jamu, kemudian selepas waktu Duhur baru dia berjualan menggunakan motor hingga waktu sore hari. "Itu rutin saya lakukan setiap hari," lanjutnya.

Terpisah, Kasi Trantib Desa Sukorejo, Darwadi mengatakan, di desa tempat tinggalnya sejak dulu memang sudah banyak yang jualan jamu gendong keliling, bahkan turun temurun. Untuk saat ini, dari 4 dusun, yakni Pencol, Krajan, Sugihan dan Karang, ada sekitar 25 warga yang berjualan jamu keliling.

"Mereka jualnya hampir ke semua kecamatan yang ada di Tuban, bahkan ada juga yang sampai Jawa Tengah. Rata-rata terbanyak ke wilayah Kabupaten Tuban," papar pria yang akrab disapa Pak Bayan ini.

Selama ini, menurut Darwadi, pernah ada sekali kegiatan dari pemerintah yang diberikan kepada penjual jamu di Desa Sukorejo. "Sudah lama sekali tepatnya kapan saya lupa. Waktu itu warga yang jualan jamu dikumpulkan di balai desa dan diberikan pelatihan," tambahnya.

Sementara itu, Camat Parengan Didik Purwanto mengaku, selama ia menjabat sebagai pemimpin di kecamatan, belum pernah ada kegiatan ataupun pelatihan yang diberikan kepada penjual jamu yang ada di Desa Sukorejo. "Karena sifatnya turun temurun dari orang tua ke anak dan seterusnya, jadi ya agak susah mau diberikan pelatihan seperti apa," kata Didik.

Meskipun begitu, pihaknya berjanji siap untuk memfasilitasi warga apabila ada yang ingin meningkatkan kualitas jamu, dari proses hingga kebersihannya. "Kami siap memberi jembatan dengan bekerjasama Dinas Kesehatan maupun Dinas Perekonomian," pungkasnya. [hud/ito/mad]

DATA DESA SUKOREJO:
- Nama Desa: Sukorejo
- Kecamatan: Parengan
- Kabupaten: Tuban
- Jumlah Dusun: 4 (empat)
   - Krajan
   - Pencol
   - Sugihan
   - Karang
Jumlah RT/RW: 23 RT dan 4 RW
Luas Wilayah: 864 HA
Jumlah Penduduk: ± 4000 jiwa
Mata Pencaharian: Petani, Penjual Jamu, Wiraswasta