Reporter: Dwi Rahayu
blokTuban.com - Berawal dari keperihatinan menurunnya kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia Arziku Ridho A (26) bersama kedua saudaranya berinisiatif menanam padi organik. Hal itu dilakukan sejak satu tahun terakhir ini. Dalam satu tahun, terdapat dua kali masa panen.
Arziku atau sering disapa Jack mengatakan, awalnya dia prihatin melihat petani yang selama ini menggunakan sistem sintetik yang menggunakan pupuk kimia.
"Padahal penggunaan pestisida akan berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Selain itu padi non organik akan membahayakan kesehatan saat dikonsumsi," terang pria asal Dusun Kanor, Desa Kanorejo, Kecamatan Rengel.
Awal mula ia berfikir untuk membuat pupuk alternatif yang murah dan bisa diproduksi sendiri. Akhirnya bersama saudaranya, ia mengembangkan penanaman padi secara organik.
"Dalam dua kurun waktu tanam, hasil panen belum stabil. Jika waktu tanam padi sintetik di lahan setengah hektare dapat menghasilkan 2,8 - 3 ton,pada panen pertama padi organik turun 8,5 kuintal, dan pada panen ke dua naik 5 kuintal," tambahnya.
Petani lainnya yang menanam padi organik, Asholikhudin (37) mengatakan pengetahuan petani pada umumnya masih rendah akan bahaya residu kimia atau endapan kimia.
"Harapan kedepan petani dapat merubah pemikirannya dengan bertani sehat. Salah satunya bertani orgnik. Harga beras organik satu kilogram mencapai Rp13.000 - Rp14.000," terang warga Desa Kanorejo, Kecamatan Rengel ini.
Keuntungan padi organik pun lebih banyak dibanding beras sintetik, lanjut Asholikhudin. Sebab, hasil beras lebih sehat, kandungan protein dan vitamin lebih baik.
"Satu hal yang paling penting, mengembalikan kesehatan dan kondisi lingkungan menjadi keuntungan bercocok tanam padi organik," pungkas Asholikhudin. [dwi/col]
Foto: jejamo.com