Potensi Kembangkan Kerajinan Pelepah Pisang dari Tuban, Begini Cerita Dibalik Nama Desa Sembungrejo

Penulis: Nurul Mu’affah

blokTuban.com – Meski belum dapat dipastikan secara pasti tentang sejarah berdirinya, Desa Sembungrejo, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, memiliki cerita turun-temurun yang berkembang di masyarakat dan dipercaya kuat oleh masyarakat setempat.

Dari informasi yang berhasil dihimpun bloktuban, dahulu desa ini bernama “Banguran” dan hanya terdapat satu pedukuhan, konon ceritanya apabilla ada orang yang berbuat kejahatan dan melanggar aturan atau pantangan maka akan kewaguran atau ketahuan dan tertangkap. Oleh karena itu sesepuh dukuh menamakannya Dukuh “Banguran”. 

Kala itu, Banguran dipimpin oleh Niti Semito. Ketika beliau memimpin, ada sekelompok orang yang masuk ke Dukuh “Sepat rojo” dan menempati selatan sungai bengawan solo persis di daerah perbatasan antara Dukuh Banguran dan Dukuh Sepat Rojo kemudian kelompok tersebut menyebut wilayah yang ditempatinya dengan nama dukuh “Ngeblek” dan mayoritas pekerjaan warga adalah mencuri, merampok atau begal. 

Diceritakan keistimewan dukuh ini ternyata terdapat bermacam-macam jenis “gong” (alat gamelan) dan “gong” ini merupakan barang pusaka karena yang memiliki adalah seekor buaya bernama “Kliwon”.

Dalam sejarahnya, diceritakan terdapat salah seorang warga Ngeblek berhasil mencuri pemukul gong dan diketahui sang buaya kliwon, maka marahlah sang buaya hingga menimbulkan banjir bandang yang menenggelamkan Dukuh Ngeblek.

Kantor Desa Kedungrojo. (Foto: Nurul Mu’affah/ bloktuban)

Akibat banjir tersebut, warga Dukuh Ngeblek pindah ke utara tangkis bermaksud untuk bergabung dengan penduduk Sepat Rojo, namun ditolak dan diusir karena mereka adalah pencuri dan perampok. Karena bingung banyak warga ngeblek yang tinggal dibawah pohon-pohon dipemakaman yang merupakan batas desa yaitu Desa Sepat Rojo dan Banguran. 

Untuk mencarikan tempat yang aman bagi warganya maka pimpinan Dukuh Ngeblek pergi ke dukuh banguran menemui Niti Semito dengan tujuan bergabung menjadi warga Banguran. 

Namun karena iba, akhirnya Niti Semito menerima mereka dengan syarat tidak boleh mencuri dan merampok lagi. Kemudian mereka ditempatkan di sebelah utara dukuh Banguran. Pendukuhan yang baru ditempati warga Ngeblek akhirnya diberi nama dukuh “Sepat Galeh” yang artinya warga desa Sepat rojo yang ngaleh (pindah).

Seiring dengan berjalannya waktu, pendukuhan tersebut digabung menjadi satu desa yang kemudian diberi nama Desa Sembungrejo. Sembung artinya menggabung dan Rejoartinya ramai. Hal ini diharapkan dengan digabungkannya kedua dukuh tersebut kelak suatu hari akan menjadi sebuah desa yang rejo atau ramai.

Kini, desa yang memiliki penduduk sebanyak 2.402 jiwa tersebut terkenal akan kerajinan dari pelepah pisang. Penduduk yang mayoritas merupakan petani dan buruh tani tersebut berhasil  memanfaatkan pelepah pisang untuk dijadikan usaha sampingan yang bernilai ekonomis. 

Salah satunya adalah Suprapto, warga Dusun Sepat Galeh yang sudah menekuni usaha kerajinan pelepah pisang sejak 11 tahun lalu.

Kepada blokTuban.com, Suprapto menjelaskan dalam menekuni usaha ini, ia dibantu oleh istrinya. Dalam sehari ia bisa menghasilkan 3-4 gulung pelepah pisang yang sudah dipintal.

Pengrajin pelepah pisnag dari Desa Kedungrojo. (Foto: Nurul Mu’affah/ bloktuban)

Selain itu, ia juga menambahkan bahwa gedebog atau pelepah pisang yang ia gunakan adalah kulakan yang kemudian dipintal menggunakan sebuah alat pemintal sehingga membentuk menyerupai tali yang kemudian dijual gulungan ke para tengkulak dengan harga Rp. 3.500- Rp. 4.500 per kilogram. 

“Yang putih ini 4.500, yang lorek hitam itu 3.500,” jelasnya saat ditemui di kediamannya, Jumat (6/10/2023). 

Lebih lanjut, sesudah dipintal menjadi tali dan digulung, kemudian oleh para tengkulak dijual ke daerah Cirebon untuk dijadikan kerajinan seperti kursi, tempat tisu, tas, sandal dan sebagainya. Suprapto juga menambahkan kerajinan kursi dari pelepah pisang ini juga diekspor hingga ke Filipina.

“Kalau pengepul di sini, buangnya ke Cirebon, kalo di Cirebon udah jadi kursi jualnya ke Filipina sana,” tambahnya.

Dikethaui Desa Sembungrejo memiliki luas 236 Ha ini dapat ditepuh sekitar 35 menit dari pusat Kota Tuban. Adapun mengenai batas wilayah, desa ini berbatasan dengan Desa Cangkring di sebelah Utara, Desa Kedungrojo di sebelah Barat, Desa Plandirejo di sebelah Selatan dan Desa Bandungrejo di sebelah Utara.[Fah/Dwi]

 

*Penulis merupakan mahasiswa aktif Universitas Trunojoyo Madura (UTM) yang magang di media blokTuban.com.

 

Temukan konten blokTuban.com menarik lainnya di GOOGLE NEWS