Komisi Waqiiyyah atau Persoalan-persoalan Faktual

Reporter: Sri Wiyono

blokTuban.com – Selama dua hari, Sabtu-Minggu tanggal 10-11 Februari 2018, Syuriah Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur menggelar bahtsul masail mengenai beberapa persoalan kekinian. Salah satunya maslah waqiiyyah atau persoalan-persoalan faktual.

Kegiatan yang digelar di pondok pesantren (ponpes) Sunan Bejagung, Desa Bejagung, Kecamatan Semanding itu diikuti oleh 300 ulama dari utusan pengurus cabang (PC) NU dan tim dari pondok pesantren se Jawa Timur. Bahtsul masail dibuka Sabtu jam 14.30 WIB  dan ditutup hari Minggu jam  13.00 WIB.

Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Tuban M.Arifuddin M.Pd.I mengatakan, ada beberapa hal yang dibahas dalam kegiatan itu dan sudah menghasilkan keputusan.

Dua hal yang berhasil dibahas dan menelurkan keputusan itu adalah persoalan maudhu’iyyah atau tematik yang dalam hal ini membahas soal jihad dalam konteks negara bangsa di era modern. Lalu bab waqiiyyah atau persoalan-persoalan faktual. Bab ini membahas soal uang virtual atau uang elektronik, bitcoin dan lain sebagainya.

Bitcoin

Diskripsi masalah

Era digital yang terus berkembang memungkinkan masyarakat modern melakukan transaksi tanpa susah-susah membawa uang tunai, cukup dengan kartu ATM atau e-money, seseorang bisa berbelanja aneka keperluan.

Bahkan sekarang telah ditemukan program uang digital yang disebut Bitcoin, dimana pada awalnya hanya bisa didapatkan dengan cara "menambang" sehingga tidak bisa mudah didapatkan, bahkan dalam satu hari hanya bisa dihasilkan enam Bitcoin saja. Pada kurun waktu tertentu Bitcoin sudah tidak bisa ditambang lagi dan menurut informasi yang beredar, pada akhirnya Bitcoin hanya mencapai 21 juta.

Saat pertama kali muncul, Bitcoin sangat tidak berharga, bahkan transaksi pertama kali yang terjadi menggunakan bitcoin, satu pizza ditukar dengan 10 ribu Bitcoin. Namun karena kepercayaan masyarakat akan keamanan Bitcoin semakin meninggi, harganya terus meningkat dari hari ke hari, selaras dengan semakin langkanya Bitcoin yang bisa ditambang. Dalam beberapa waktu lalu, tercatat pada 24 Desember 2017, harga satu Bitcoin mencapai Rp. 170.000.000.

Sistem transaksi Bitcoin sebenarnya hampir sama dengan transaksi pada umumnya, dimana pemilik akun dompet Bitcoin yang disebut Wallet, bisa menampung kiriman Bitcoin dari akun lain sebagai pembayaran dari transaksi yang dilakukan baik dalam dunia nyata atau maya. Namun biasanya, transaksi yang paling digeluti oleh pemilik Bitcoin adalah dengan melemparnya di pasar global layaknya bursa saham.

Dalam masalah yang kedua ini, dibutuhkan keahlian dalam menganalisa naik turunnya harga Bitcoin. Sebab jika analisa yang dilakukan bagus dan cemerlang, pelepasan Bitcoin di pasar global bisa menghasilkan harga yang sangat fantastis, dari modal RP 30.000.00, dalam hitungan jam bisa berkembang menjadi Rp 90.000.000.

Namun demikian, karena dibutuhkannya analisa yang bagus, maka tidak jarang, pelau trans0aksi meski sudah ahli sekalipun, dapat mengalami kerugian yang berlipat ganda akibat meleset dalam menganalisa kenaikan harga Bitcoin.

Pertanyaan

Bagaimana fikih melihat dan menyikapi penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar atau pembayaran dan investasi?

Bagaimana hukum menjual Bitcoin dalam pasar global yang bisa saja untung atau rugi tanpa diketahui secara pasti?

Jawaban  :

Menurut fiqh, bitcoin tergolong harta virtual menyerupai piutang. Dengan demikian dapat dijadikan sebagai alat transaksi yang sah dan dapat dijadikan sebagai investasi. Namun karena, sampai saat ini, pemerintah Indonesia belum menerbitkan regulasi yang mengatur bitcoin sebagai alat transaksi yang sah dan belum menjamin keamanan investasi bitcoin, sehingga investasi bitcoin memliki resiko yang tinggi karena sepenuhnya bergantung kepada pasar dan tidak ada jaminan dari pemerintah. Karena itu penggunaan bitcoin sebagai alat bayar menurut hukum fiqh harus menunggu sampai ada legalitas dari pemerintah.

Uang Elektronik

Diskripsi Masalah

Uang Elektronik menurut Bank Central Eropa adalah penyimpanan nilai uang secara elektronik pada perangkat teknis yang dapat digunakan secara luas untuk melakukan pembayaran ke pihak lain. Perangkat bertindak sebagai instrumen pembawa uang prabayar yang tidak harus melibatkan rekening bank dalam transaksi.

Produk Uang Elektronik menurut Bank Indonesia membaginya sebagai produk berbasis chip dan berbasis server. Untuk produk berbasis chip, daya beli berada di perangkat fisik seperti kartu chip atau sitker dengan fitur keamanan berbasis perangkat keras. Nilai uang biasanya ditransfer melalui pembaca perangkat yang tidak memerlukan konektivitas jaringan real-time ke server. Sementara produk yang berbasis server umumnya hanya berfungsi di perangkat pribadi seperti komputer, tablet atau ponsel pintar. Untuk transfer nilai uang, perangkat perlu tersambung melalui jaringan internet dengan server yang mengontrol penggunaan daya beli.

Untuk meningkatkan penggunaan uang Elektronik ini, Bank Indonesia memiliki program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Program ini mulai digencarkan dalam berbagai kebijakan, salah satunya aturan 100% non tunai pada transaksi di gerbang tol.

Pertanyaan:

Apa status Uang Elektronik baik yang berbasis Chip atau Server menurut Fiqh?

Jawaban:

Status Uang Elektronik tersebut menurut Fiqih adalah alat transaksi yang sah dan boleh digunakan untuk transaksi layaknya uang fisik sebab berisikan nominal uang yang tersimpan pada lembaga keuangan yang menerbitkan.[ono]