Protes Blokade Jalan, Warga Klaim Tanah Desa Hak Miliknya

Reporter: Mochamad Nur Rofiq

blokTuban.com - Pembebasan tanah untuk jalan menuju lokasi pemboran di Lapangan eksplorasi Sumur Albatros Putih 001 (ABP) Jamprong rupanya masih menyisakan masalah antara pemilik lahan dan Pihak Pertamina EP Aset IV Field Cepu.

Radi, penggarap tanah tegal pangonan atau tanah kas desa setempat beranggapan bahwa tanah yang terkena proyek pembangunan jalan tersebut adalah tanah hak miliknya (tanah pemajekan).

Warga Desa Jamprong, Kecamatan Kenduruan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur itu berusaha meminta uang ganti rugi dari Pertamina EP Asset IV. Akibatnya, penggarap tanah memblokade jalan dengan cara membentangkan bambu di tengah jalan tersebut. Blokade itu membuat kendaraan kontraktor yang keluar masuk terganggu karena jalan tertutup. Tidak hanya itu, salah satu alat berat juga tidak bisa beroperasi.

Menurut Radi, penutupan jalan dengan pohon bambu merupakan salah satubentuk protes karena pihak Pertamina EP tidak adil membayarkan ganti rugi lahan.

’’Kenapa sesama pemilik tanah uang ganti rugi tidak sama,’’ akunya, Kamis (13/10/2016).

Radi dengan pemahamannya, berusaha mengancam dengan menutup jalan sampai ada kejelasan pembayaran ganti rugi. Dia menilai Pertamina EP kurang bijak dalam pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tersebut.

’’Ada pemilik tanah yang dapat ganti rugi cukup banyak, tapi saya tidak dapat,’’ ungkapnya.

Bukan hanya itu, Radi juga menilai harga yang diajukan Pertamina EP untuk ganti rugi lahan tidak sesuai dengan harga tanah di desanya. Dia menyebut tanahnya dihargai Rp9 juta yang dibayarkan dua kali.

’’Saya hanya dapat uang dua kali, yang pertama Rp2,6 juta dan yang kedua Rp6,4 juta,’’ tutur dia.

Terkait dengan sejumlah kompensasi lahan, kata dia, tidak sama dengan warga lain (pemilik tanah pemajekan). Lahan yang sudah digunakan untuk pembangunan jalan, kata dia, sebenarnya belum sesuai.

Sementara itu, Camat Kenduruan, Hendro Basuki menyayangkan aksi blokade jalan oleh pemilik tanah. Menurut dia, masalah ganti rugi semestinya bisa dibicarakan dengan Pemerintah Desa atau Pemerintah Kecamatan.

’’Seharusnya dibicarakan dulu jangan membuat keputusan sendiri, jika jalan ditutup pasti mengganggu proyek,’’ katanya.

Camat menuturkan, Radi menganggap tanah kas desa adalah tanah miliknya. Sehingga ia bersikeras untuk meminta ganti rugi dengan cara blokade jalan.

"Kita buktikan dengan data di desa, ternyata tanah Radi tidak kurang sama sekali dan yang terkena proyek adalah tanah kas desa," ungkapnya. [rof/col]