
Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 di Unit Pembangkitan Tanjung Awar-Awar milik PT PLN Nusantara Power (NP) bukan sekadar seremoni. Rabu, 23 Juli, ratusan anak usia dini dari berbagai Raudhatul Athfal (RA) Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, justru belajar langsung tentang kebencanaan melalui program bertajuk Sekolah Tangguh Bencana.
Bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tuban, PLN NP mengemas pelatihan kebencanaan dalam format yang ramah anak: penuh simulasi, demonstrasi alat, hingga sesi ice breaking untuk memantik antusiasme.
Anak-anak belajar soal segitiga api, mengenal jenis kebakaran rumah tangga, dan mempraktikkan pemadaman menggunakan alat pemadam api ringan (APAR).
“Anak-anak perlu tahu cara menyelamatkan diri saat terjadi bencana. Tidak sekadar teori, tapi juga dilatih mental dan responsnya sejak dini,” ujar Sunandar, Pengawas RA Kecamatan Jenu yang juga pengurus Ikatan Guru Raudlatul Athfal (IGRA), mitra utama kegiatan ini.
Kegiatan edukatif ini merupakan bagian dari program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PLN NP.
Menurut Yunan Kurniawan, Senior Manager PLN NP UP Tanjung Awar-Awar, Hari Anak Nasional adalah momen yang tepat untuk membangun kesadaran kebencanaan secara kontekstual.
“Kami ingin anak-anak tidak hanya dirayakan tapi juga dipersiapkan. Kami bekerja sama dengan BPBD agar proses belajarnya menyenangkan. Ini juga bagian dari komitmen kami sebagai PLTU yang ramah anak,” katanya.
Simbolisasi pembagian lima unit APAR kepada perwakilan RA menegaskan upaya jangka panjang perusahaan terhadap keselamatan komunitas sekitar. Dalam jangka panjang, seluruh RA mitra akan menerima satu unit APAR masing-masing.
Maftuchin Riza, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Tuban, yang hadir langsung dalam kegiatan itu, menekankan pentingnya pendekatan usia dini dalam literasi kebencanaan.
“Anak-anak menjadi kelompok rentan saat bencana, tapi juga bisa dilatih untuk menjadi tangguh. Simulasi ini penting agar mereka tahu harus bagaimana, bukan hanya panik,” jelasnya.
Dalam sesi edukasi, anak-anak dikenalkan konsep segitiga api panas, bahan bakar, dan oksigen sebagai unsur dasar terjadinya kebakaran.
Mereka juga belajar tentang Kelas K, jenis kebakaran dapur yang umum terjadi akibat minyak goreng dan gas elpiji.
BPBD memperagakan metode sederhana pemadaman seperti melepas regulator elpiji dan menutup api dengan sarung atau handuk basah.
Kegiatan diakhiri dengan sesi rekreasi air yang sekaligus menjadi bagian dari relaksasi psikologis setelah simulasi.
Pendekatan semacam ini bukan hanya memperkenalkan mitigasi bencana, tapi juga membentuk memori positif tentang pentingnya kesiapsiagaan.
Kegiatan ini bisa dibaca sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas, upaya memperluas literasi kebencanaan yang sering kali minim dalam kurikulum pendidikan anak usia dini.
Dalam konteks krisis iklim dan tingginya risiko bencana di Indonesia, pendekatan seperti ini menjadi semakin relevan.
Alih-alih menunggu risiko terjadi, PLN NP dan BPBD Tuban memilih memperkenalkan pengetahuan sejak awal bahkan sebelum anak-anak bisa membaca peta bencana.
Sebuah langkah kecil yang jika diterapkan meluas, bisa menjadi fondasi penting dalam membentuk masyarakat sadar risiko.
[Al/Rof]